Bumi seketika terasa berguncang hebat. Menghempaskan segala isi yang terkandung di dalamnya. Langit malam pun seakan runtuh menimpa segala yang ada di bawahnya. Tak ada kemampuan untuk mengelak walau sejengkal. Dhena dan Rafly sedang merasakan itu.
Dhena duduk tergamang di atas tempat tidur seraya memegangi tangan Rafly yang berdiri di depannya.. Wajah keduanya tampak pucat pasi, mulut menganga serta mata terbelalak menatap sesosok seorang wanita yang berdiri kaku di ambang pintu. Rona wajah dan sorot mata wanita itu lebih angker dari semua hantu yang paling menakutkan.
Andai punya kesempatan untuk berlari atau sembunyi, bahkan jika perlu menghilangkan diri masuk ke perut bumi, tentu dua insan yang kini birahinya sudah hilang itu pasti sudah melenyapkan dirinya masing-masing.
Kini mereka bahkan tak sanggup mengangkat wajah yang warnanya sudah tak keruan. Aib terbesar keduanya tampak jelas terpampang nyata di depan mata. Mengapa harus Rosdiah, mama Rafly yang memergoki mereka?
"Ma...." Hanya sepotong kata yang masih sanggup keluar dari mulut Rafly.
"Jadi, begini kelakuan kamu selam ini, Rafly?" sergah wanita itu seraya berkacak pinggang dengan sorot mata yang memancarkan kemarahan tak biasa.
"Ma..ma..maafkan Rafly, Ma, Ini semua salah Ra.." Rafly tergagap dalam termangunya.
"Diam kamu!" Rosdiah tak memberi kesempatan anaknya untuk menyelesaikan ucapannya. Wajahnya yang sangar seketika mengarah pada Dhena yang kini duduk lemas tertunduk.
"Dhena!" bentak Rosdiah kasar, "jadi ini yang kamu maksud sayang pada anakku?" lanjut Rosdiah dengan logat Padang yang cepat dan melengking.
"Ma..ma..maafkan..sa..saya, Un.. uni..." Dhena bicara dengan tetap menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Dasar w************n kamu, Dhena!" bentak Rosdiah sinis. Lalu maju beberapa langkah mendekati Rafly yang berdiri kaku di samping Dhena.
"Dhena! Kau benar-benar istri laknat! Berselingkuh dengan keponakan suamimu sendiri. Guru macam apa kau?" Rosdiah kembali menumpahkan kekesalannya.
"Ma, de..de...dengar du..dulu.." Rafly bicara seraya merapikan kancing kemejanya yang entah kapan sudah terbuka.
"Diam kamu!" bentak Rosdiah dengan sorot mata yang kian menyala. Dhena semakin menunduk. Pasrah andai pun kakak iparnya akan menjambak rambutnya.
"Pantes saja Rayan berpaling pada wanita lain! Ternyata begini kelakuan kau! Sangat menjijikan!" ujar Rosdiah lalu memalingkan pandang menatap Rafly. "Sekarang mama paham, kenapa Om Rayan tidak datang ke ulang tahun kau, Rafly. Bisa jadi dia curiga dengan kelakuan kau!" Rosdiah melangkah mendekati Rafly.
"Ma! Dengar dulu, penjelasan saya." Rafly berusaha meredam kemarahan mamanya. Namun.
Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya
"Kau tidak kasihan pada almarhum ayah kau. Dasar anak durhaka! tega menimpakan siksa kubur pada ayah yang telah mendidik dan membesarkan kau!" Rosdiah berkacak pinggang dengan tangan kiri, sementara telunjuk kananya menempel di kening anak sulung kebanggaannya.
"Pantesan kau tak pernah pulang. Ternyata jadi simpanannya si Dhena. Kau mau jadi apa Rafly? si Dhena itu istri paman kau. Mengapa kau lakukan ini?" Tangan Rosdiah menunjuk Dhena yang masih tertunduk di atas kasur dengan air mata yang tak tertahan berderai membasahi pipinya. Dia menangis tanpa suara. Bahkan isak pun tak terdengar.
"Mama!" balas Rafly sedikit keras, "ini semua atas kemauan Om Rayan! Saya dipaksa untuk.." Suara Rafly kembali tertahan
Plak! Kembali sebuah tamparan keras mengenai pipinya.
"Dimana otak kau, Rafly!" Rosdiah menekankan telunjuknya pada kening Rafly yang sedang memegangi pipinya.
"Kau tahu apa urusan rumah tangga? Hanya suami gila yang menyuruh istrinya selingkuh. Dan hanya paman terkutuk yang menyuruh ponakannya berzina dengan istrinya sendiri." Rosdiah tak terima alasan Rafly yang sangat tidak masuk akalnya.
"Demi Tuhan, saya tidak berzina, Ma!" sumpah Rafly.
"Ya! Belum. Tapi, kalau tidak keburu ketahuan kalian pasti berzina!" balas Rosdiah
"Ini perintah Om Rayan, Ma!" Rafly kembali bela diri.
"Jangan mengada-ada kau, Rafly! Jangan memfitnah pamanmu sendiri. Om Rayan orang paling baik yang mama kenal. Dia sangat rajin beribadah dan sayang pada seluruh keluarga kita. Tak mungkin dia tega menghancurkan masa depan kau!"
"Sumpah Demi Allah. Ini semua bukan kemauan Tante Dhena, tapi dipaksa oleh Om Rayan, Ma!" Rafly mencoba kembali mengklarifikasi. Namun
Plak! tamparan yang ketiga kembali mendarat keras di pipinya.
Dhena melirikkan sudut matanya dalam tertunduk. Menatap Rafly yang memegangi pipinya yang basah dengan air mata.
"Begitulah kalau otak sudah dirasuki setan. Kau bahkan berani bersumpah atas nama Tuhan hanya demi menutupi kemaksiatan. Untuk apa kau shalat dan ibadah selama ini, Rafly?"
"Ma..aku memeluk Tante Dhena untuk mengucapkan terima kasih, karena dia sudah membantu perayaan ulang tahunku." Rafly mencoba sedikit beralibi.
"Diam kau!" sergah Rosdiah.
"Mama sudah curiga. Sejak masih di cafe, kemesraan kalian bukan lagi seperti ponakan dan tante. Tapi, seperti pasangan kekasih atau suami istri."
"Hampir saja aku muntah saat kau memeluk dan menciumi si Dhena. Jijik dan sangat memalukan tingkah laku kalian!"
"Makanya aku pulang duluan, karena tak tahan malu. Apakah kalian tidak sadar kalau semua orang memandangi kalian curiga dan aneh selama dalam acara?"
"Masya Allah, Ma!"
"Diam kau! Sekarang kau sudah berani melawan mamamu sendiri, gara-gara diracuni wanita lacur itu!" Telunjuk Rosdiah kembali mengarah pada Dhena.
"Mama sengaja pura-pura tidur saat kau datang. Firasatku tak pernah meleset."
"Ma... maafkan Rafly, Raf..Raf.."
"Gak usah minta maaf. Malam ini juga kita keluar dari rumah laknat ini! lebih baik tidur di rumah Om Rayan! Walau sempit tapi Elisa itu wanita shalihah! Masih waras dan masih punya harga diri. Tak mungkin dia berani berbuat keji pada keponakan iparnya."
"Dhena! Aku tak sangka kau tega berbuat nista dengan anakku. Tak salah dugaanku kalau selama ini kau akrab dengan murid-murid kau itu ada udang di balik batu. Kamu tak pantas jadi guru, Dhena!"
"Kau manja anakku hanya untuk dijadikan pemuas kau! Dasar tante girang kau, Dhena!"
"Mentang-mentang mandul, terus kau obral tubuh kau pada semua orang! Kalau mau maksiat, mendingan kau cerai saja dengan adikku! Kau jangan pernah coba-coba mengganggu anakku!"
"Dengar p*****r murahan! Aku tak rela dunia akhirat kalau sampai kmu mengganggu dan menjerumuskan anakku. Dasar w***********l!"
"Rafly! Cepetan beresin semua pakaian kau. Malam ini juga kita keluar dari rumah ini. Mama sudah nelpon Om Rayan, sebentar lagi dia ke sini ngejemput kita."
Dengan kepala tertunduk Rafly keluar dari kamar diikuti mamanya. Dhena masih duduk tertunduk dengan sembab. Kedua tangannya membetulkan pakaiannya. Wanita yang tadi tampil begitu memesona, anggun dan berwibawa, kini tak sepatah diberi kesempatan untuk membela diri.
Terlalu sulit untuk dibantah. Hati Dhena bergelora membara mendengar nama Rayan. Semua yang terjadi gara-gara dia. Mungkinkah Rayan bisa membela dan menjaminkan keamanan diri Dhena yang melakukan semua ini atas permintaan gilanya?
Rosdiah membawa Rafly dan Reynita keluar dari rumah dengan tergesa-gesa. Tak sepatah pun dia mengucapkan terima kasih atau berpamitan. Dia pun tak memberi kesempatan pada Rayan untuk menemui istrinya yang sedang terpuruk dan hancur hatinya.
Dhena sudah menduga, Rayan tak akan berani menemuinya. Dia terlalu pengecut jika menghadapi kakak perempuannya yang satu ini.
Malu, marah, kecewa, benci dan dendam hanya bisa Dhena luapkan dengan menangis sejadinya. Gaun merah kesayangannya seharga puluhan juta, hasil rancangan seorang pesohor di negeri ini, akhirnya dikoyak dan dirobek-robeknya.
Dhena ingin membuang semua kenangan dan cerita tentang Rafly. Walau semua yang terjadi bukan murni kesalahannya.
Setelah puas menangis, Dhena merenung beberapa saat. Mengingat kembali pada semua peristiwa silam. Masa-masa indah saat hari pernikahan dirinya dengan Rayan, lelaki pujaan dan pilihannya sendiri.
Semua yang terjadi dalam resepsi hingga akhir malam pertamanya semua tergambar seolah nyata dan sepertinya sedang dia alami saat ini.
Dhena tak pernah menduga, akad nikah yang begitu sakral, resepsi yang mewah dan megah serta malam pertama yang dilalui sebegitu indah harus membuatnya menangis malam ini.
^^^