Dengan perlahan, Tristan membaringkan Caramella di sofa di rumah salah satu warga yang mau dimintai tolong. Caramella mengerang, kelopak matanya bergetar terbuka dan Tristan mendapati dirinya menatap sepasang mata yang dihiasi oleh bulu mata lebat dan lentik. Tristan tersenyum menenangkan dan dengan lembut berkata, "Selamat datang kembali."
"Aku ada di mana?"
Caramella sejenak nampak bingung dan membasahi bibirnya yang kering, suaranya sangat parau.
"Kamu ada di rumah salah satu warga, tadi kamu terjatuh dari Shadow dan terlempar ke tumpukan jerami."
Caramella teringat kejadian mengerikan itu dan merasa air mata yang panas membakar matanya. Tristan dengan lembut mulai memeriksa tubuh Caramella dan meraba-rabanya. Selama ini belum pernah ada orang lain apa lagi itu seorang pria yang menyentuh tubuhnya selain ayah dan ibunya. Sentuhan itu menimbulkan sensasi menyenangkan sekaligus menganggu.
"Apa yang Anda lakukan?"
"Tentu saja memeriksa mungkin saja ada tulang yang patah,"katanya dan suara baritonnya dalam dan mempesona.
Tristan menatap wajah pucat Caramella dan sekelebat merasakan rasa sayang pada wanita itu. Perasaan yang benar-benar asing baginya. Tatapannya beralih ke jemari ramping wanita itu dan menggenggamnya.
Caramella yang saat itu kepalanya pusing tiba-tiba menghilang saat melihat kembali senyuman Tristan yang menenangkan. Ia cukup terkejut, karena ini pertama kalinya ia bisa melihat Tristan sedekat ini yang pernah ia ingat. Garis rahang dan dagunya tampak kuat dan maskulin, tapi sentuhannya terasa lembut. Ia merasa kecil dan rapuh setelah melihat Tristan yang menjulang tinggi di depannya. Anehnya, ia juga merasa aman.
"Aku sudah memanggil bantuan dan sebentar lagi mereka akan datang,"kata Sherly.
"Terima kasih."
Sejenak Sherly menatap suaminya, lalu tersenyum dan mengangguk. Ia juga cukup terkejut melihat suaminya begitu memperhatikan seorang wanita, karena sebelumnya ia jarang memperhatikan wanita. Sepertinya Caramella memiliki daya magis yang mampu membuat diperhatikan oleh Tristan pikir Sherly.
Caramella baru menyadari Tristan sedang menggenggam tangannya dan ia berusaha untuk melepaskannya, tapi sepertinya pria itu tidak ada tanda-tanda akan melepaskan tangannya yang ada pria itu semakin erat menggenggam tangannya. Tristan kembali menatap Caramella.
"Apa Anda bisa diam sebentar?"
Sekilas Caramella melihat sorot peringatan pada mata Tristan, tapi dengan sama cepatnya bibir pria itu melengkung membentuk senyuman manis yang menyebabkan jantung Caramella berdebar tidak karuan dan napasnya semakin cepat. Ia mencoba untuk mengganti posisi tidurnya, tapi ia merasakan rasa sakit di sisi punggungnya tanpa sadar ia mengerang kesakitan.
Alis Tristan mengernyit khawatir. "Jangan banyak bergerak dulu!"
Akhirnya Caramella menuruti kata-kata Tristan. Akhirnya bantuan yang ditunggunya datang. Sebuah mobil terparkir di depan. Ester dan satu orang pelayan pria keluar dari mobil.
"Mereka sudah datang,"seru Sherly.
Ester merasa khawatir setelah melihat keadaan Caramella yang terbaring di sofa.
"Oh sayangku, bagaimana keadaanmu?"
"Seluruh badanku terasa sakit."
"Sebaiknya kita segera membawanya ke rumah sakit,"saran Ester.
Tristan akan menggendong Caramella, tapi wanita itu menolaknya dan ingin berusaha berjalan meskipun barus menahan rasa sakit. Tristan membantunya berdiri dan Caramella meringis kesakitan. Baru saja ia berjalan beberapa langkah dan belum sampai pintu keluar, ia tidak sanggup untuk berjalan lagi.
"Apa aku bilang? Sebaiknya Anda digendong saja."
"Tidak. Aku masih bisa berjalan."
Tristan langsung menggendongnya keluar tanpa mendengar protes dari Caramella. Ia mendudukkan Caramella di bangku belakang, lalu ia dan Sherly masuk ke mobil. Sebelum pergi Tristan mengucapkan terima kasih pada pemilik rumah, karena sudah mau menolong mereka.
***
Tristan langsung berdiri begitu dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
"Bagaimana keadaannya?"tanya Tristan.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Miss Hewitt baik-baik saja tidak ada tulang patah atau retak. Jerami itu telah menyelamatkannya. Kalian bisa membawanya pulang sekarang juga."
Tristan menghembuskan napa lega. Ester dan Sherly pun senang tidak ada hal buruk yang menimpa Caramella.
"Apa kami boleh menemuinya?"tanya Tristan lagi.
"Tentu saja. Silahkan!"
Mereka menghambur masuk dan senang melihat Caramella nampak sehat. Pandangan mata Tristan tidak sedikit pun meninggalkan wanita itu.
"Syukurlah kamu tidak apa-apa,"kata Ester. "Kamu hampir membuat kami terkena serangan jantung saja."
"Maaf aku tidak bermaksud membuat kalian khawatir padaku. Kejadian tadi terjadi begitu saja."
"Aku tahu. Seharusnya aku tidak menyarankan kalian pergi berkuda."
"Tidak apa-apa. Tadi itu sangat menyenangkan. Aku sudah lama tidak berkuda."
Caramella kemudian teringat dengan Shadow. Ia khawatir jika kuda itu terluka.
"Apa Shadow baik-baik saja?"
"Shadow baik-baik saja,"jawab Sherly.
Caramella nampak lega.
"Aku kira kamu sudah mati ketika kamu terlempar pada saat itu, tapi ternyata tulangmu kuat juga dan sepertinya tulang-tulangmu terbuat dari besi."
Tristan menyunggingkan senyumnya dan Caramella memandangnya dengan kesal, akhirnya ikut tersenyum mendengar candaannya. Bawah perut Tristan langsung bergolak. Sekujur tubuh pria itu tidak tertib kalau Caramella memandangnya dengan senyuman manis seperti itu.
"Aku ingin segera kembali ke hotel dan beristirahat."
"Anda tidak akan kembali ke hotel dulu,"kata Tristan.
"Kenapa?"tanya Caramella heran.
"Aku tidak akan membiarkanmu tinggal di hotel sendirian dalam keadaan sakit."
"Sekarang aku baik-baik saja. Kalian juga pasti sudah mendengarkan penjelasan dokter tadi."
"Apa yang dikatakan Tristan benar. Kami tidak ingin kamu tinggal sendirian di hotel. Kamu akan tinggal di rumah bersama kami sampai kamu sembuh benar,"kata Ester.
"Tapi...."
"Aku tidak ingin mendengar penolakan darimu."
"Tapi aku tidak membawa pakaian."
"Tidak perlu mengkhawatirkan itu masih banyak pakaian Sherly yang bisa kamu pinjam."
"Bibi Ester benar,"sahut Sherly. "Aku akan meminjamkan beberapa pakaian untukmu."
Caramella tidak mempunyai alasan lain untuk menolak. Mau tidak mau, ia setuju. Perlahan-lahan ia mengayunkan kakinya ke samping tempat tidur lalu mencoba berdiri. Ruangan itu terasa seperti berputar.
"Aku bisa jalan,"protesnya ketika Tristan mengulurkan tangan untuk membopongnya.
"Aku tidak yakin saat ini Anda bisa berjalan,"kata Tristan. "Dan aku lebih suka membopong Anda"
Suaranya terdengar sangat tegas dan tanpa menghiraukan protes dari Caramella, Tristan membopongnya. Wanita itu melihat sikap acuh tidak acuh Tristan ketika melewati ruang tunggu dan orang-orang yang memperhatikannya. Pria itu mendudukkannya dengan lembut di kursi mobil. Tristan duduk di sampingnya, sedangkan Sherly duduk di depan bersama sopir. Ester yang baru saja selesai mengurus administrasi rumah sakit duduk di samping Tristan.
Di dalam perjalanan, Caramella menghela napas gemetar saat kembali mengingat kejadian mengerikan yang dialaminya. Ia hampir saja kehilangan nyawanya lalu menggelengkan kepala dan tanpa sadar pipinya bergesekan dengan daada Tristan. Mata besar Caramella terangkat menatap pria itu seakan-akan mencari ketentraman dan Tristan merespon. Ia mengulurkan tangan dan merangkulnya, membuainya.
"Kejadian itu sudah berlalu jangan diingat lagi,"bisiknya dan rambut Caramella yang lembut menyapu dagunya. Tristan merapatkan tubuh wanita itu dalam pelukannya.
Akhirnya mereka telah tiba di rumah. Sopir membukakan pintu. Tristan keluar setelah bibinya keluar mobil terlebih dulu. Pria itu mengulurkan tangan lalu menggendongnya. Senyuman menggoda yang disunggingkan pria itu membuat Caramella terkesiap. Pria itu membawanya ke lantai dua menuju kamar tamu dan kamarnya memiliki jendela bulat yang menawan dan Caramella senang memikirkan sinar matahari akan membangunkannya setiap pagi.
Tempat tidurnya dilapisi seprei baru berwarna krem dan selimut. Di dekat jendela terdapat sebuah kursi dan meja. Tristan membaringkannya di tempat tidur.
"Aku ingin Anda hari ini beristirahat saja, Miss Hewitt. Makan malam akan diantar ke sini."
"Baiklah. Terima kasih."
Tristan meninggalkan kamar dan Caramella berusaha untuk menenangkan debaran jantung yang berpacu cepat tadi. Ia juga berusaha untuk tidur. Matanya dipejamkan. Akhirnya ia tertidur.
***
Esok paginya bahkan sinar matahari belum menampakkan dirinya, Tristan pergi menuju kamar tamu di mana Caramella berada. Semalam ia mengkhawatirkan wanita itu sehingga ia tidak bisa tidur nyenyak. pelan-pelan ia membuka pintunya dan ternyata Caramella masih tertidur. Pria itu tersenyum dan berjalan mendekati Caramella.
Bulu mata Caramella bergerak-gerak dan Tristan bertanya-tanya mungkinkah wanita itu sedang bermimpi. Dan jika dugaannya benar, apa kiranya yang diimpikannya? Tatapan beralih pada bibir Caramella. Ia sangat ingin membangunkannya dengan mengecup bibirnya yang indah, tapi apakah ia berani mencobanya? Bagaimana jika Caramella marah kepadanya dan merasa ketakutan?
Tristan duduk di kursi di samping tempat tidur dan dengan senang hati memusatkan perhatiannya hanya pada wanita itu. Ia tersenyum ketika menyadari apa yang dilakukannya sekarang memandangi seorang wanita yang sedang tidur belum pernah ia lakukan sebelumnya, bahkan pada Sherly sekali pun sebelum mereka memutuskan pisah ranjang.
Caramella yang masih tertidur bermimpi masa kecilnya yang kelam setelah orang tuanya berpisah dan ia bersama ibunya pindah keluar kota. Ruangan gelap, tali yang mengikat tubuhnya, dan seorang pria yang menyeramkan memenuhi mimpinya. Tidurnya menjadi tidak tenang. Tristan nampak khawatir mungkin saja wanita itu sedang bermimpi buruk. Ia berusaha menenangkannya.
"Jangan takut! Aku ada di sini,"bisiknya di telinga Caramella. Wanita itu menjadi lebih tenang. Ia kembali duduk dan menggenggam tangannya.
Tristan kembali mengamati Caramella dan tatapannya beralih lagi pada bibir wanita itu. Ia berdiri dan lebih mendekat pada wanita itu dengan mengabaikan lonceng peringatan yang bertalu-talu di kepalanya, ia membungkuk dan mengecup ujung bibir wanita itu. Caramella bergerak sedikit dan merasa lega wanita itu tidak terbangun. Ia pun semakin berani dengan mengecup bibir Caramella sedikit lebih lama dan menghirup aroma hangat dan feminim itu. Pelan-pelan ia menggerakkan bibirnya lagi pada pipi yang lembut itu, serta kembali mengecup bibirnya lagi. Ia tersenyum atas kegilaan yang ia lakukan tadi dan ia merasa bersalah sudah mencuri kecupan, tapi ia menikmatinya setiap detiknya. Tristan ingin mendekap tubuh itu erat-erat ingin merasakan kehangatan lembut yang keluar dari tubuh wanita itu, tapi kali ini ia berusaha untuk menahan dirinya. Ia menggeram tanpa suara.
Pelupuk Caramella tiba-tiba terbuka. Ia melihat Tristan sedang membungkuk di depannya, tapi setelah ia sepenuhnya sadar, ia terkejut dan matanya terbuka lebar. Ia langsung duduk tegak.
"Selamat pagi, Miss Hewitt! Tidur Anda tadi nyenyak sekali. Aku jadi tidak tega untuk membangunkan Anda."
"Pa-pagi! Semalam aku tidur seperti orang mati saja mungkin karena efek obat yang aku minum semalam."
Tristan tersenyum dan ia merasakan ada sesuatu yang menggairahkan yang terpancar dari wanita yang baru bangun tidur, sedangkan Caramella merasa malu, karena terus diperhatikan oleh pria itu, apa lagi saat ini ia baru saja bangun tidur. Tristan seakan mengerti yang dipikirkan wanita itu. Ia tersenyum ketika melihat kekhawatiran di matanya.
"Kamu tetap terlihat cantik meskipun baru saja bangun tidur."
Rona merah langsung muncul di pipinya yang putih .
"Bagaimana keadaanmu pagi ini?"
"Sudah lebih baik."
"Senang mendengarnya."
Pintu kamar terbuka dan pelayan yang masuk itu terkejut melihat Tristan berada di sana.
"Se-selamat pagi Tuan!"
"Pagi Elise! Tolong bantu dia untuk berpakaian sebentar lagi sarapan pagi akan dibawa ke sini. Aku akan pergi dulu."
Caramella memperhatikan kepergian Tristan sampai sosok itu menghilang di balik pintu.