Chapter 15

1195 Words
Keano bermimpi. Di dalam mimpinya ia bertemu seorang perempuan bergaun putih dengan rambut panjang. Namun wajah perempuan itu samar. Seperti sengaja agar tidak ada yang dapat mengenalinya. Perempuan itu tiba-tiba menemuinya yang sedang terjebak di ruang kosong sendirian.   Perempuan itu ... meski samar, namun Keano masih bisa mengenalinya. Itu Jasmin. Iya, Jasmin telah berubah menjadi sosok dewasa. Meski samar, namun Keano bisa melihat wajah itu tersenyum saat mereka bersitatap. Keano hanya diam sejak tadi. Bingung harus berkata apa. Lalu perempuan di depannya membuka suara guna memecah keheningan.   "Kamu harus percaya dengan anak itu, Keano."   Anak? Siapa yang Jasmin maksud? Lidah Keano ingin bergerak dan mulutnya berusaha untuk mengeluarkan suara, namun tidak berhasil. Membeku. Keano malah terdiam di tempatnya, hanya memandangi Jasmin.   "Dia benar adalah reinkarnasiku. Kamu harus percaya padanya," kata Jasmin lagi. Ia kembali membuka suara saat Keano justru membeku.   "Alana?" Akhirnya suara yang sejak tadi tertahan, bisa ia keluarkan. Keano berhasil bersuara. Dan hanya kalimat yang menyebut nama itu lah yang dapat keluar.   "Iya. Alana. Kamu harus percaya padanya, dan lindungi dia. Kalian dalam bahaya." Jasmin yang sejak tadi di depannya hanya dapat berdiri. Tanpa bergeser sedikit pun. Ia kokoh berdiri.   Padahal sejak tadi Keano sudah ingin sekali melihat wajah itu. Ia ingin melihat Jasmin versi dewasa. Namun tunggu dulu, suara Jasmin mengingatkannya pada seseorang. Suara itu yang dikenalnya. Sangat tidak asing di indera pendengarannya.   "Aku Jasmin, Keano."   Bayangan saat Alana hari itu memberitahunya sesuatu yang sangat mengejutkan tiba-tiba muncul. Suara itu adalah suara yang persis deengan milik Alana.   Keano memandang sosok di depannya dengan sangsi. "Tapi ..." Keano tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya.   "Keano, percaya padaku. Kamu harus melindungi anak itu," seru Jasmin pada Keano dengan suara lantang. Setelah berseru hal itu, Jasmin mendadak menghilang. Sekarang hanya menyisakan Keano sendirian di ruangan kosong putih tadi. Lalu sebuah cahaya tiba-tiba memasuki indera penglihatannya. Keano mengangkat tangannya di depan wajahnya untuk menghindari silau itu. Panggilan seseorang berhasil membangunkannya. Keano terbangun. Dadanya naik turun. Napasnya terengah. Keringat sudah membasahi sekujur wajah Keano. Ia mengedarkan tatapannya. Rupanya ia masih berada di kantor guru.   "Pak Keano baik-baik aja?" tanya seseorang padanya.   Ternyata sejak tadi orang yang memanggilnya itu adalah guru biologi yang kemarin. Keano menatap guru itu dengan linglung. Kemudian ia mengusap keringat di pelipisnya. Selanjutnya ia baru tersadar. Ia benar-benar sudah kembali ke kehidupan nyata.   "Iya, Pak. Baik, kok," gumam Keano. Ia mengangguk dan tersenyum.   Guru Biologi itu membalas anggukan Keano dan kembali bersuara. "Sekolah sudah hampir sepi, Pak. Saya pikir Pak Keano kecapekan hingga ketiduran di sini jadi gak berani membangunkan. Tapi kalau dibiarkan, bisa-bisa tidur di sini semalaman."   "Ah, iya. Terima kasih, Pak," sahut lelaki itu. Keano meringis sambil memasang wajah bersalah. Ia melirik arlojinya. Jam menunjuk pukul empat sore, namun seperti biasa sekolahnya sudah hampir sepi. Semua guru, murid, bahkan staf sudah pulang sejak jam tiga tadi. Itu artinya ia sudah tidur satu jam. Sejak bel pulang berdering pukul tiga tadi.   Ia tiba-tiba jadi teringat oleh seseorang. Reflek ia menyebut nama gadis yang belakangan ini mengusiknya. "Alana."   Keano beranjak dari duduknya. Kaki Keano bergerak dan berlari menuju lantai dua, di mana kelas sebelas berada. Sayangnya sudah sepi. Semua siswa sudah pulang. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di lantai dua. Jadi ia putuskan untuk kembali berlari menuruni tangga dan menyusuri koridor ke arah gerbang sekolah berada.   Jika benar gadis itu adalah reinkarnasi Jasmin, berarti memang benar Keano harus memercayainya. Jadi sudah sewajibnya ia melindungi gadis itu bagaimana pun caranya. Robi sudah ada di sekeliling mereka, artinya sekolah tidak aman lagi bagi mereka. Dan tugas Keano bukan hanya mengajar di sekolah, melainkan juga harus melindungi gadis itu, Alana.   "Alana." Keano bergumam sendiri sembari terus berlari menyusuri koridor. Kini ia sudah hampir menjumpai gerbang sekolah. Beberapa langkah lagi ia sudah bisa mencapai gerbang. Lalu matanya menangkap dua orang yang sedang bicara serius di ambang gerbang sekolah. Salah satunya sangat ia kenali. Ia adalah gadis yang dicarinya. Alana.   Langkah Keano berhenti dan ia menetralkan detak jantungnya. Ia menunduk, kedua tangannya memegang lututnya. Lalu mengambil napas dalam untuk juga menetralkan deru napasnya yang tidak karuan. Dari posisinya menunduk, ia masih bisa melihat wajah Alana. Sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang serius. Namun cowok di depannya tidak bisa ia kenali. Hanya dari nametag-nya ia bisa membaca sebuah nama  tercetak di sana. Deon Ribka. Sepertinya cowok itu adalah cowok yang sering bersama dengan Alana. Iya, Keano beberapa kali melihat mereka  sedang bersama.   "Lagi?"   Keano mendengar Deon bertanya pada Alana. Wajahnya penuh rasa marah dan kesal. Sepertinya cowok itu benar-benar marah. Keano juga bisa melihat tangan Deon mengepal di samping tubuhnya.    Alana di depannya hanya mengembuskan napas kasar. "Iya. Dia gak percaya. Lagi. Lagi, dan lagi." Ia lalu menggelengkan kepalanya. "Kenapa sih susah banget percaya sama gue?"   Enggak, Alana. Aku percaya. Keano membatin.   Keano bisa melihat raut frustrasi gadis itu. Bibirnya sudah manyun, mencebik seperti bebek. Namun Keano masih bisa melihat raut itu memancarkan rasa sedih. Seperti rasa kecewa karena tidak dipercayai orang yang disayang.     "Kan ..." Deon mendesah. "Udah, mulai sekarang lo gak usah ingat-ingat dia lagi."     Enak aja!     Lagi-lagi ia hanya membatin sembari menyaksikan keduanya. Keano memelototi Deon dan ikut mengepal tangannya. Lalu kembali terperangah saat Alana malah mengangguk lemas.  "Iya. Gue udah janji. Gue gak akan sebut nama mereka lagi. Gue bakal lupain fakta bahwa gue reinkarnasi Jasmin," katanya. Nada bicaranya terdengar menyedihkan di telinga Keano.   Alana benar-benar tampak lemas, karena Keano tidak memercayainya. Mungkin ia berpikir kalau bagaimanapun ia meyakinkan Keano, lelaki itu tidak akan pernah memercayaiku. Jadi akhirnya Alana menyerah dan membiarkan Keano. Namun hal itu mengusik Keano. Setelah kini Keano percaya pada Alana, lalu Alana akan menyerah begitu saja?     Alana memandang Deon dengan nanar. Ia kembali mengembuskan napasnya. Lalu melanjutkan, "Gue bakal lupain Jasmin, juga Keano," sambungnya lagi.   Gadis itu kini mengalihkan tatapannya dari Deon, dan menunduk. Ia tampak lesu dan benar-benar kelihatan menyerah. Keano bisa melihat dari tempatnya berdiri kini, bahwa Alana tengah memilin ujung seragam OSISnya dengan pelan. Seperti kehilangan tenaga.     Enggak. Ini gak bisa dibiarin!     Karena tidak ingin membiarkan Alana berlarut dengan kecewanya. Keano putuskan untuk bertindak. Keano melangkah cepat dan mendekati mereka berdua. Namun Alana kembali ingin mengucap sesuatu, ia hampir mengatakan sesuatu.   "Gue-"     Dan   Sret     Ucapan Alana terhenti. Ia tampak terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang hingga menyebabkan ia memutar badan. Dan kembali sangat terkejut saat ia mendapati sosok yang berada di hadapannya itu. Keano. Keano menarik Alana untuk lebih dekat dengannya.   "Kamu ... benar Jasmin?" tanyanya. Matanya menusuk mata Alana. Keano bertanya dengan raut lega. Seperti sehabis menemukan sesuatu yang hilang sekian lama. Sesuatu itu yang membuatnya sering dihantui penyesalan.   Mata Alana membelalak kaget. Tentu saja ia sangat terkejut. Ia tidak bisa menutupi rasa kagetnya. Ditatapnya raut Keano, namun Alana tidak menemukan raut marah, kesal, atau datar yang seperti biasa lelaki itu tujukan untuknya. Kini justru yang ada seperti raut senang. Senang karena menemukan sesuatu yang telah lama dicarinya.   Alana tersenyum lebar. Dan siapa sangka kalau senyum itu menular. Keano ikut tersenyum. "Iya, Keano. Aku Jasmin." Alana berkata di tengah senyumannya.   Senyuman di wajah Keano kini semakin lebar. Ia memandang Alana dengan bahagia. "Aku percaya sama kamu," katanya.   Alana terkesiap kecil. Namun tak urung lagi-lagi ia tersenyum. Semua kejadian itu mereka lakukan dengan mendapat tatapan bingung dari beberapa orang yang hendak berjalan ke arah gerbang sekolah. Tanpa mereka sadari pula, sepasang mata milik seorang pria juga turut mengamati tingkah Alana dan Keano dari jauh.     °°°°            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD