33 - Maaf

3003 Words
           Untuk sesaat, Key dikendalikan oleh kemarahannya yang ada di masa lalu ketika ia mengingat semua orang yang ia kasihi harus kehilangan nyawa mereka karena para ‘bandit’, yang harus kehilangan nyawa mereka karena semua mayat hidup ini.            Saat ini, semua mayat hidup yang Key habisi masih memiliki akal sehat. Mereka masih bisa menahan serangan dari Key atau memilih untuk lari menjauh darinya.            “Api! Serang mereka dengan api!” sahut Key sambil mengejar beberapa bandit yang melarikan diri.            “U-untuk saat ini ikuti apa kata anak Narayark terlebih dahulu!” kata salah satu penduduk desa yang berada tidak terlalu jauh dari Key.            Dalam pertempuran itu, cukup sulit untuk menemukan benda yang dapat terbakar oleh api dengan mudah. Selain para penduduk desa yang harus mencari barang tersebut, mereka juga harus bertahan dari serangan para bandit yang mencoba untuk mencegah api yang semakin banyak di sekelilingnya.            Ken mengangkat obor yang ada di tangannya semakin tinggi. “Berkumpul! Semuanya berkumpul terlebih dahulu!”            Para penduduk desa yang lain langsung mendekat ke arah Ken. Melihat obor yang terbakar oleh api di tangan Ken, membuat para bandit yang ada di sekitar sana sedikit ragu untuk menyerang mereka seperti sebelumnya.            “Ken, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya ayahnya. “Ada apa dengan api?”            “Aku juga tidak tahu, ayah. Tetapi Key memaksaku untuk membawa benda yang dapat dengan mudah terbakar oleh api,” jawab Ken. “Dilihat dari keadaannya saat ini, sepertinya para bandit itu memiliki … rasa takut terhadap api.”            “Apa kau yakin mereka bandit biasa? Apa kau lihat seorang bandit yang kepalanya Key penggal?” tanya ayahnya lagi. “Bukankah tubuh bandit itu seketika berubah menjadi abu?”            “Aku … aku juga tidak yakin,” jawab Ken.            “Lagi pula, Narayark, makanan macam apa yang kau berikan pada anakmu? Aku tidak pernah tahu kalau anakmu mahir menggunakan pedang dalam pertempuran!”            Narayark—ayah Key—juga tidak pernah tahu kalau anak pertamanya mahir dalam menggunakan pedang. Tentu saja, menggunakan parang untuk berburu dan menggunakan pedang dalam sebuah pertarungan merupakan hal yang sangat sangat berbeda jauh.            Tidak hanya itu, ia juga tidak pernah tahu kalau Key memiliki pedang dengan kualitas yang sangat baik. Ia tidak pernah tahu di mana Key menyimpan senjata seperti itu di rumahnya sendiri.            “Ken, kenapa kau tidak mengantar Key ke tempat persembunyian?” tanya Narayark.            “Aku juga sudah memaksanya untuk bersembunyi bersama kedua adiknya. Tetapi ia tetap tidak mau dan memilih untuk pergi mencari para bandit itu,” jawab Ken. “Key bilang … hanya dirinya yang bisa menahan para bandit itu untuk saat ini.”            Tidak hanya Narayark, tetapi semua penduduk desa mengerutkan kening mereka. Seketika Donovan, ayahnya Ken langsung melangkahkan kakinya ke depan dan berkata, “Apa kalian masih perlu sembunyi di balik punggung gadis kecil seperti dia?”            “Cepat cari sesuatu yang membuat api tidak mudah padam!”            “Kau lihat pedang Key? Apa dia baru saja membasahi pedangnya dengan minyak dan membakarnya dengan api?”            “Sepertinya tidak semudah itu. Kau lihat kualitas pedangnya yang sangat bagus? Jika kita menirunya, bukankah senjata kita hanya akan rusak?”            “Kalau begitu tongkat yang tidak mudah patah dan cukup panjang sudah cukup, ‘kan? Kita tinggal melapisinya dengan minyak dan membakarnya.”            “Sebagian dari kalian, carilah benda itu. Aku tidak bisa meninggalkan anakku sendirian dikepung oleh makhluk semacam ini,” kata Narayark pada penduduk desa yang lain.            Mendengar perkataannya, sebagian dari penduduk desa lari secepat mungkin untuk mencari benda tersebut. Sedangkan sebagian yang lain mencoba untuk menghalau para bandit yang berusaha untuk mengejar mereka.            Meski pun api pada obor yang dipegang oleh Ken cukup kecil jika dibandingkan dengan puluhan bandit yang mengepung mereka, tidak ada satu pun dari bandit itu yang berani mendekati mereka.            Bukankah itu berarti mereka benar-benar takut dengan api yang sangat kecil seperti ini?            “Jangan biarkan mereka mengejar yang lain!” sahut Narayark kembali menyiapkan senjatanya lagi.            .            .            Sudah lebih dari sepuluh mayat hidup yang Key habisi, jika tidak ada yang melarikan diri, mungkin ia sudah mengalahkan lebih dari tiga puluh dari mereka.            Jumlah mayat hidup yang menyerang desa mereka terlalu banyak, hampir setengah dari penduduk yang tinggal di desanya.            Meski ingatannya sudah kembali, begitu pula dengan dirinya yang bisa menggunakan Mana dan sihir mendasar, ia cepat merasa kelelahan. Mungkin karena tubuhnya saat ini belum melewati hari-hari yang mengerikan itu.            Karena dirinya yang dipengaruhi oleh amarah sebelumnya, ia hampir saja lupa untuk mengendalikan dirinya. Jika Key masih tetap mengejar mayat hidup itu, bisa-bisa ia jatuh pingsan karena terlalu kelelahan. Setelah menghilangkan Mana pada pedangnya, Key cepat-cepat kembali pada Ken dan penduduk desa yang lainnya.            Seperti yang diharapkan olehnya, api yang dibawa oleh Ken benar-benar membantu mereka untuk menahan serangan dari mayat hidup lain yang masih mencoba untuk menyerang mereka.            Key kembali melapisi pedangnya dengan api yang terbuat dari Mananya, kemudian menyerang mayat hidup itu dari belakang selagi mereka lengah.            Key yang sudah kembali tentu saja membuat beberapa mayat hidup lari ketakutan, tapi ada pula yang mencoba untuk melawan balik. Mayat hidup seperti inilah yang akhirnya berubah menjadi abu dan tertiup angin.            “Key,” kata ayahnya dengan pandangan yang penuh kekhawatiran. Banyak luka sayatan yang terlihat jelas pada tubuhnya, tetapi untung saja tidak ada luka yang sangat serius.            Key langsung berdiri kaku di tempatnya. Menjelaskan semua hal ini pada ayahnya akan sedikit sulit. Ia juga tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir.            “Apa api saja cukup untuk me … mengusir makhluk itu?” lanjut ayahnya.            Key langsung menghembuskan napasnya yang tidak sadar ia tahan sebelumnya. “Ya,” jawab Key singkat. Untung saja ayahnya tidak mencoba untuk meminta penjelasan dari semua ini.            “Kalau begitu, kita harus memberi tahu yang lain, ‘kan? Bagaimana, Donovan?”            “Aku setuju. Sepertinya makhluk yang terlihat seperti manusia itu berusaha untuk melukai orang lain yang tidak membawa api,” jawab ayah Ken. “Kerja bagus, semuanya. Ayo kita segera kembali.”            “Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?” tanya ayahnya pada Key.            “Aku baik-baik saja,” jawab Key yang mencoba untuk menahan air matanya. Ah, rasanya ia ingin memeluk ayahnya dan meminta maaf ribuan kali ketika ia mengingat akhir yang merenggut nyawa ayahnya sendiri.            Sebuah tangan yang besar dan terasa hangat mengelus pelan pucuk kepalanya. Di sebelahnya, ayahnya tersenyum dengan mata yang memancarkan kesedihan. “Untunglah. Lain kali, bisa kau berjanji untuk memberi tahuku terlebih dahulu sebelum menanggung semua beban ini sendirian?”            Key hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab perkataan ayahnya itu.            .            .            Key dan penduduk desa yang lain segera kembali ke alun-alun desa. Tentu saja, tidak ada mayat hidup di tempat itu. Kemudian, beberapa di antara mereka berpencar menuju tempat persembunyian yang tersebar di desa mereka.            Tentu saja, mereka semua tidak lupa untuk membawa obor atau pun lentera untuk mengusir mayat hidup itu.            Apa yang dilihat Key saat ini berbeda sangat jauh dengan apa yang terjadi sebelumnya. Mulai dari sini, ia tidak bisa lagi mengandalkan ingatannya sendiri.            Untung saja, ketika Key kembali ke tempat persembunyian kedua adiknya yang berada di sekitar sektor sawah, tempat itu belum diserang oleh mayat hidup itu. Yang lebih membuat Key tambah ingin menangis adalah, ibunya juga sudah bersembunyi di sana dengan kedua adiknya.            Dengan pelukan yang besar, Key mendekap kedua adiknya, tidak lupa menarik kedua orang tuanya untuk ikut bersamanya.            “Kenapa kau cengeng sekali, Key?” tanya ibunya.            Ditanya seperti itu, membuat air mata Key semakin deras. Apalagi kedua adiknya juga menanyakan hal yang sama dan memeluknya dengan erat. Ah, apa sekarang ia sudah tidak sendirian lagi seperti sebelumnya?            “Bagaimana dengan para bandit itu?”            “Asalkan ada api di dekatmu, semuanya aman,” jawab Narayark kepada pertanyaan istrinya.            “Tapi mereka belum pergi,” tambah Key yang akhirnya bisa menenangkan dirinya. “Aku harus memeriksa sesuatu.”            Tangan Key langsung ditarik oleh ayahnya. “Sudah kubilang jangan memaksakan dirimu sendiri. Kau bisa memintaku, atau mungkin Ken, ayahnya pun tidak apa-apa.”            Key menggelengkan kepalanya. “Ini … ini sudah menjadi tugasku, ayah. Ketika aku kembali, aku akan menjelaskan semuanya.”            Ibunya yang tidak mengerti apa pun hanya bisa melihat dengan wajah yang khawatir antara Key dan Narayark.            Setelah mendesah panjang, Narayark berkata. “Kau akan pergi sendiri?”            “Ya,” jawab Key singkat. Ia juga menatap Ken dengan mata yang sedikit disipitkan. Memintanya untuk tidak mengikuti dirinya.            Kening Ken langsung berkerut dengan dalam, kemudian memutar tubuhnya dan berjalan mendekati ayahnya. Sepertinya mereka akan memeriksa tempat persembunyian lain.            “Kalau begitu cepatlah kembali. Seperti yang kau katakan sebelumnya,  bandit itu belum pergi, ‘kan?” tanya ibunya.            Key hanya menganggukkan kepalanya, kemudian memeluk kedua adiknya dan orang tuanya sekali lagi. Meminta mereka untuk menunggunya di dekat tempat persembunyian itu.            Sebelum Key pergi, ia sudah yakin kalau Caspian tidak terlihat di mana pun. Saat itu, Caspian yang menjadi salah satu penduduk desa yang selamat ikut bersama Key dan yang lainnya untuk lari dari kutukan ini. Kutukan di mana semua mayat hidup itu terus mengejar mereka tanpa henti.            Yang membuat semua mayat hidup itu mengejar mereka adalah ‘serbuk’ yang saat ini tidak bisa dilihat oleh Key, tetapi ada di sekitarnya yang sama seperti yang ada di Ouralius, dan juga inti dari kutukan ini, liontin milik Caspian.             Sepertinya Caspian kembali ke tempat di mana ia mencari liontin yang katanya terjatuh. Dengan cepat, Key berlari menuju tempat itu.            Matahari yang belum juga terbit membuat keadaan di sekitarnya masih sangat gelap. Ia pancaran cahaya redup yang berasal dari pedangnya yang dilapisi oleh sihir.            Di tempat yang sama seperti sebelumnya, ketika Key mengantar kedua adiknya ke tempat persembunyian dan bertemu dengan Caspian, ia melihat seseorang yang berdiri diam tak bergerak sedikit pun. Wajah orang itu terus menghadap ke atas, melihat ke arah langit. Setelah cukup dekat, akhirnya Key bisa melihat siapa orang itu. Benar saja, orang yang berada di depannya adalah Caspian.            “Caspian,” panggil Key singkat.            ‘Caspian’ memutar tubuhnya dan menatap Key dengan wajah tanpa ekspresi. Matanya terlihat kosong, di pipinya ada bekas darah yang sudah mengering. Ketika Key sedikit menurunkan pandangannya, ia bisa melihat kalau baju yang digunakan oleh Caspian sudah basah oleh darah.            Belati tertanam tepat di dadanya, di mana seharusnya jantung berada. Di mana ‘liontin’ yang menjadi inti kutukan itu tertanam pada tubuh Caspian.            Ah, jadi memang sebelumnya Caspian sudah menjadi … mayat hidup ketika ia ikut bersama Key dan yang lainnya.            “Caspian,” panggil Key sekali lagi.            “K … Key?” tanya Caspian dengan suara yang sangat serak. Pandangannya masih terlihat kosong. “Ra … rasanya tubuhku aneh sekali.”            Key menghilangkan sihir pada pedangnya, kemudian memasukkannya kembali ke dalam sarungnya. Dengan perlahan, ia mendekati Caspian yang masih terlihat kebingungan. Tentu saja, ia tidak sadar kalau ia sudah kehilangan nyawanya karena ‘kutukan’ itu.            “Tidak apa-apa, Caspian. Semuanya baik-baik saja,” kata Key pelan sambil mendekati Caspian.            Caspian mengedipkan matanya sekali, kemudian mundur satu langkah. “Ja … jangan mendekat, Key. Aku merasa … benar-benar aneh.”            “Aku mengerti, dan aku di sini untuk membantumu, Caspian,” kata Key yang dengan susah payah menahan suaranya agar tidak bergetar. Meski Key tidak terlalu dekat dengan Caspian seperti dirinya dengan Ken, tetapi Caspian juga salah satu teman berburunya. Tidak hanya itu, ketika mereka lari dari kutukan di masa lalu, sebuah ‘ikatan’ yang sulit untuk dilupakan terbentuk.            Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Ken, yang lebih dekat dengan Caspian dari pada dirinya harus ‘membunuh’ temannya dengan tangannya sendiri. Pasti rasanya lebih berat dari pada apa yang akan Key lakukan.            “Key … sebelumnya ada seseorang di sini,” kata Caspian dengan suara yang semakin serak. “Aku tidak ingat apa yang terjadi. Tetapi rasanya sakit sekali …”            Key hanya bisa diam dan mendengarkan Caspian sambil berjalan dengan perlahan mendekatinya.            “Lalu orang itu memberiku liontin yang kucari-cari …”            “Di mana liontin itu sekarang?”            Caspian hanya memiringkan kepalanya ke samping, kemudian meletakkan tangannya di d**a, tepat di sebelah belati yang masih menancap di sana. “Karena takut kehilangan liontin itu lagi, akhirnya aku menggunakannya …”            Key menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tidak tahu harus memberi tahu Caspian yang sesungguhnya, atau ia lebih baik langsung melakukannya. ‘Membunuh’ Caspian lagi …            Setelah menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali, akhirnya Key berkata, “Caspian. Sebelumnya kau bilang kau merasa sakit, ‘kan? Apa dadamu yang terasa sangat sakit? Seperti tertusuk oleh sesuatu?”            Caspian mengedipkan matanya sekali, kemudian menganggukkan kepalanya. “Ya …”            Untuk sesaat, Key tidak yakin apakah perkataan yang akan ia ucapkan merupakan pilihan yang benar. Tetapi, ia lebih khawatir lagi kalau kejadian yang sama akan terulang lagi.            “Caspian … bagaimana jika kau … istirahat dengan … kau tahu, dengan tenang?”            “Ya … aku lelah. Sangat lelah.”            Key sudah berdiri sejauh dua meter dari Caspian. Berdiri di dekatnya lebih mengerikan dari pada sebelumnya.            “Caspian … apa kau sadar ada sebuah belati yang menancap di dadamu?”            Kedua mata Caspian yang terlihat kosong sedikit bergetar. Tangannya yang masih menempel di d**a sedikit bergeser, kemudian menyentuh belati yang masih berada di sana.            Seperti gerakan yang diperlambat, Caspian menundukkan wajahnya untuk melihat belati yang ada di sana.            Untuk beberapa saat, tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Caspian hanya menatap belati yang ada di dadanya, sedangkan sebbelah tangan Key sudah menggenggam erat pedangnya.            Caspian tertawa satu kali, kemudian mengangkat wajahnya untuk melihat ke arah Key. Matanya tidak lagi terlihat kosong, kali ini ia benar-benar terlihat seperti Caspian yang sering menyapa Key dengan senyuman jahil di wajahnya.            “Key, kau sudah menyadarinya, ya?”            Key hanya menganggukkan kepalanya satu kali untuk menjawab pertanyaan itu.            “Seharusnya aku mendengar perkataanmu sebelumnya …”            “Caspian …” Lagi-lagi perkataannya kembali ia telan. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa.            Caspian tertawa lagi satu kali. “Kehilangan darah sebanyak ini. Kenapa aku belum mati?”            “… Kutukan. Semua ini karena kutukan yang dibawa oleh bandit itu. Tidak, bukan bandit. Mayat hidup itu.”            Seperti memproses apa yang dikatakan oleh Key, Caspian hanya berdiri diam di tempatnya. Kemudian tiba-tiba ia terduduk di atas tanah dan berkata, “Ah, aku sudah menjadi salah satu dari mereka, ya?”            “Caspian, jika aku membiarkanmu tetap … ‘hidup’, nantinya orang-orang yang selamat dari kekacauan ini akan dikejar oleh mayat hidup yang lain,” kata Key yang akhirnya mengatakan kebenarannya. “Caspian … jika aku, seseorang yang membawa kutukan itu tetap ada di sekitar penduduk desa yang lain, mayat hidup yang terlihat lebih menyeramkan dari pada saat ini akan mengejar mereka semua dan membunuh mereka satu persatu.”            “ … Bagaimana kau bisa tahu hal ini?”            Key tersenyum miris, kemudian berkata, “Karena aku berasal dari masa depan. Masa depan di mana hanya aku sendiri yang akhirnya terbebas dari kutukan itu.”            “Sendiri? Tidak ada seorang pun yang … selamat?”            “Seharusnya keadaannya lebih buruk dari pada saat ini. Hanya ada puluhan orang yang selamat. Tetapi … satu persatu mereka terbunuh oleh mayat hidup … sesuatu yang terlihat seperti mayat seseorang yang sudah membusuk, bahkan ada yang hanya tengkoraknya saja.”            “… Apa itu semua karena aku?”            Key menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan itu. Caspian kembali tertawa miris, dan air mata mulai membanjiri pipinya.            “Bagaimana dengan keluargaku?”            “Mereka masih hidup. Mereka baik-baik saja.”            Desahan panjang keluar dari mulut Caspian, kemudian ia menatap Key penuh dengan simpati. “Key … kau sudah melalui hal ini sebanyak dua kali, ya?”            “Setidaknya kali ini aku bisa menyelamatkan semuanya …” Key menggigit bagian bawah bibirnya, kemudian menambahkan, “Tidak. Aku tidak bisa menyelamatkan semuanya. Aku tidak bisa menyelamatkanmu lagi.”            “Mungkin memang sudah takdirku berakhir di sini, Key,” balas Caspian. “Ah … setidaknya aku ingin punya istri! Aku ingin menggendong anakku sendiri! Aku … aku ingin …” suara Caspian langsung menghilang, digantikan dengan isak tangis yang tertahan. “Key, tolong aku …”            Key langsung mengeluarkan pedangnya, kemudian melapisinya dengan sihir. “Maaf.” Hanya perkataan itu yang bisa Key ucapkan. Maaf, maaf, maaf, maaf.            Sebelum pedang yang Key pegang dengan erat berhasil memutuskan kepala Caspian dari tubuhnya, ia sempat melihat senyuman Caspian yang begitu menyakitkan hatinya. Sedetik kemudian, tubuh Caspian langsung ambruk ke tanah, dan berubah menjadi abu.            d**a Key seakan tertusuk oleh sesuatu. Untuk ke sekian kalinya, ia kembali kehilangan seseorang yang pernah ada di dalam hidupnya. Ratusan bahkan ribuan kali kata maaf terus Key ucapkan. Ia akhirnya ambruk ke tanah sambil menahan tangisnya agar tidak terdengar oleh siapa pun.            .            .            Entah sudah berapa lama ia menatap abu yang sebelumnya merupakan Caspian yang masih berbicara kepadanya. Saat sinar matahari mulai menusuk matanya, di saat itulah ia tersadar kalau hari sudah beranjak pagi.            Suara gemerisik dari semak-semak yang tidak jauh di dekatnya menarik perhatiannya. Ketika ia melihat seseorang yang keluar dari balik semak-semak itu, jantung Key terasa copot dan langsung meluncur ke ususnya.            “Yo,” kata Zeth singkat sambil tersenyum canggung.            “ … Apa kau tidak bisa memikirkan salam yang lebih baik lagi?” tanya Key dengan suaranya yang serak.            Zeth berdeham pelan, kemudian ia menggaruk bagian belakang kepalanya. “Kau … baik-baik saja?”            Melihat Zeth yang terlihat grogi dan kebingungan membuat Key tidak bisa menahan tawanya. Dengan desahan napas yang panjang, ia menepuk kedua pipinya dengan keras, mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri. “Rasanya senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, Zeth. Tentu saja melihatmu di sini rasanya juga sangat aneh.”            Zeth tersenyum tipis sambil membantu Key untuk berdiri. “Siap untuk kembali?”            “Bisakah aku bicara dengan keluargaku … Ah, lupakan. Lebih baik aku tidak bertemu lagi dengan mereka. Aku khawatir kalau akal sehatku tiba-tiba menghilang dan memilih untuk tetap tinggal di dunia ini.”            Key harus memukul tangan Zeth karena ia melihatnya dengan pandangan sedih. Sambil mengelus tangannya yang baru dipukul oleh Key, Zeth berkata, “Kalau begitu, ayo kita kembali.”            Key menganggukkan kepalanya berkali-kali. “Mhm, rasanya aku benar-benar ingin memakan masakan Syville lagi!” []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD