24 - Misi

2756 Words
           Dengan suapan terakhir, makanan yang ada di atas piring milik Baron akhirnya habis. Untung saja ia sudah dilatih dengan menggunakan berbagai macam racun, sehingga ketika ia makan masakan Viola yang … unik ini perutnya masih bisa tahan.            Dagu Viola berkerut dengan dalam. “Aku tidak tahu harus senang atau apa … baru kali ini ada yang menghabiskan masakanku. Tapi, ketika melihat wajahmu, Baron … sepertinya aku tidak bisa senang.”            “Rasanya seperti akan mati,” gumam Baron pelan.            “Apakah masakanku seburuk itu?” tanya Viola sambil mengerutkan hidungnya.            “Setidaknya, tidak ada kata terlambat untuk belajar,” jawab Baron singkat. “Mungkin lain kali kau harus coba masakanmu terlebih dahulu sebelum meminta orang lain untuk memakannya.”            Entah kenapa, Viola mulai tertawa terbahak-bahak di depannya. “Ya ampun. Baru kali ini ada yang bicara langsung seperti itu di depan wajahku.”            “Aku harap itu sebuah pujian.”            “Tentu sebuah pujian!” sahut Viola kembali tertawa. Butuh waktu kurang lebih dua menit sampai ia berhenti tertawa. Dengan napas yang masih sulit diatur, ia mengusap air matanya. “Kau ingat pembicaraan kita beberapa hari lalu? Mengenai … ayah yang memintaku untuk menikahi seseorang yang bahkan belum aku temui?”            Baron yang sedang sibuk memakan berbagai macam buah-buahan yang ada di atas meja makan untuk mengembalikan indra pengecapnya hanya bergumam pelan untuk menjawab pertanyaan dari Viola.            “Terima kasih, karena perkataanmu kemarin aku berani untuk bicara pada ayah mengenai hal itu.” Viola tersenyum tipis. “Ayah sangat baik padaku. Tentu, pada Erina bahkan pekerja yang lainnya. Tetapi, baru kali ini ayah baik pada penjaganya. Biasanya, ayah tidak pernah membiarkan penjaganya masuk ke dalam ruang lingkup kehidupannya.”            “Aku harap itu sebuah pujian.”            “Tentu sebuah pujian!” sahut Viola kembali tertawa. “Ayah tidak pernah bisa untuk memercayai penjaganya karena pernah satu kali ada seseorang yang menyamar sebagai penjaganya dan hampir … membunuh ayah. Untung saja rencananya gagal, dan ayah berhasil selamat.”            ‘Sepertinya orang ini kurang ahli dalam melakukan tugasnya. Pantas saja Trey sedikit menyulitkan karena pernah ada yang mencoba untuk membunuhnya,’ batin Baron.            “Tapi karena pekerjaannya, ayah perlu seseorang untuk melindunginya. Mungkin, ayah mulai percaya padamu dan juga temanmu itu,” tambah Viola. “Aku jadi sedikit penasaran padamu, Baron. Bagaimana jika kau menceritakan sedikit tentang dirimu itu?”            Baron mengedipkan matanya satu kali dan memilih untuk berdiri dari duduknya. “Tidak ada untungnya kau tahu tentang diriku, begitu pula sebaliknya. Aku yakin, sebentar lagi kau juga akan melupakannya.”            Viola mengerutkan keningnya ketika mendengar pernyataan Baron yang seperti itu. “Kenapa kau bicara seperti itu? Meski pun kau hanya menjadi penjaga ayah, aku tidak akan merendahkanmu.”            “Sebuah kehormatan mendengar perkataan itu darimu,” kata Baron dan mulai berjalan untuk keluar dari ruang makan. “Tapi seperti yang kukatakan sebelumnya, tidak ada untungnya untukmu. Bukankah lebih baik kau mencari sesuatu yang bisa membuatmu lebih tertarik?”            Baron bisa mendengar suara kursi yang didorong, Viola ikut berdiri dari duduknya dan berkata, “Bagaimana jika aku bilang, kalau aku tertarik padamu?”            Baron memutar tubuhnya untuk menatap Viola. Ada sesuatu yang membuat d**a Baron sedikit berdetak ketika melihat kedua mata Viola. Tapi, ia hanya mendesah pelan dan memutar tubuhnya kembali. “Jangan bicara hal seperti itu dengan mudah. Apa lagi pada seseorang yang belum kau kenal betul dan tidak bisa kau percayai dengan mudah. Siapa tahu, orang yang ada di sekitarmu itu memiliki niat untuk melukaimu atau keluargamu.”            “Tetapi, aku serius! Lagi pula, kau bukan orang yang seperti itu ‘kan, Baron?”            Baron membuka pintu ruang makan dan menjawab, “Aku anggap kau tidak pernah berkata seperti itu, Nona Viola.”            “Baron …”            Sebelum mendengar perkataan Viola selanjutnya, Baron sudah menutup pintu ruang makan tepat di depan wajahnya.            “Oooh, apa Viola baru saja menyatakan perasaannya padamu, Baron?”            Baron yang sudah tahu kalau Fein sudah berada di depan pintu ruang makan beberapa menit sebelumnya hanya mendesah pelan. “Jika kau memiliki waktu untuk menguping, kenapa kau tidak membantuku keluar dari masalah itu?”            Fein terkekeh pelan sambil melingkarkan lengannya pada leher Baron, kemudian mulai menariknya untuk pergi menjauhi ruang makan itu. “Ayolah, kau selalu serius setiap kali menjalankan tugas dari ketua. Kenapa tidak coba untuk main-main sedikit? Jika aku mendengar kata-kata seperti itu dari Viola, mungkin malam ini aku akan—”            Baron menggenggam erat pergelangan tangan Fein yang masih melingkar di lehernya, kemudian menariknya dengan kencang dan memelintirkan tangannya ke balik punggung.            “Ey! Woi! Patah, tanganku patah!” ringis Fein kesakitan sambil memukul bahu Baron beberapa kali.            Baron mendengus pelan dan melepaskan tangan Fein setelah merasa puas ketika melihat wajahnya yang kesakitan. “Jaga omonganmu, bagaimana jika ada seseorang yang mendengarnya.”            Fein mengelus-elus lengannya sambil mengernyitkan hidungnya. “Ayolah, kau tahu sendiri! Di sekitar sini tidak ada hawa keberadaan seorang pun!”            Baron merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dengan jarinya. “Jadi, apa yang membuatmu menguping sebelumnya?”            “Oh, aku hanya ingin memanggilmu untuk pergi ke kantor Trey setelah … penyiksaanmu itu selesai,” jawab Fein. “Jadi, apakah rasanya lebih parah dibandingkan dengan racun yang diracik oleh ketua sebelumnya?”            “Tidak terlalu parah, dan bisa ditelan.”            Fein tertawa satu kali. “Jika seperti ini, lebih baik aku tidak ikut makan bersama keluarga ini …”            Baron hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan dalam diam sambil mengabaikan semua ocehan Fein menuju ruang kerja Trey.            Fein yang sadar kalau ia diabaikan oleh Baron membuka pintu ruang kerja Trey dengan ujung bibir yang tertekuk ke bawah.            Ketika Baron dan Fein baru saja masuk di ruang kerja Trey, ia baru saja selesai membaca sebuah surat yang baru saja ia dapat dari seekor merpati pos. Ketika membaca isi surat itu, wajahnya terlihat sangat serius dan dengan cepat ia menuliskan surat balasan.            “Fein, Baron. Kita akan pergi ke suatu tempat nanti malam,” kata Trey setelah ia mengikatkan surat balasan pada merpati pos itu.            Dari ujung matanya, Baron bisa melihat kalau senyuman di wajah Fein mulai mengembang secara perlahan.            .            .            Dengan kereta kuda yang dikendarai oleh Fein, Trey dan Baron kembali memasuki kawasan pinggir kota. Malam itu masih bulan baru, sehingga tidak ada sumber penerangan kecuali dari lentera yang dipasang di salah satu sisi kereta kuda. Mereka sedikit masuk ke dalam sebuah hutan.            Beberapa saat kemudian, sebuah bangunan yang terlihat cukup tua bahkan sampai ditumbuhi lumut di bagian luarnya terlihat. Trey mengetuk bagian atas kereta kuda, meminta Fein untuk berhenti. Sepertinya ini tujuan mereka.            Sambil membawa sebuah amplop berwarna cokelat, Trey meminta Fein dan Baron untuk ikut masuk ke dalam bangunan itu.            Baron yang melihat senyuman Fein semakin berkembang langsung memukul bagian belakang kepalanya. “Jaga ekspresi di wajahmu itu.”            Fein yang protes sambil mengaduh ke sakitan langsung memasang wajah yang serius. Setelah berdeham pelan, ia berkata, “Maaf, aku terlalu senang karena mungkin kita bisa kembali ke serikat.”            Baron menggelengkan kepalanya pelan dan berjalan sedikit lebih cepat untuk menyusul Trey. Ia membukakan pintu masuk ke dalam gedung itu, membiarkan Trey untuk masuk terlebih dahulu.            Tidak seperti yang dibayangkan, bagian dalam bangunan itu terlihat sangat rapi dan baru. Berbeda jauh dengan tampilan luarnya. Ada beberapa pintu menuju ruangan yang berbeda. Tanpa ragu, Trey memilih pintu yang paling jauh dari pintu masuk.            Dari balik punggungnya, Baron bisa melihat sebuah meja besar dengan beberapa kursi yang mengelilinginya. Di dalamnya sudah ada sembilan orang.            “Siapa dua orang itu, Trey?” tanya seorang lelaki dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.            “Dia penjagaku yang baru. Meski pun terlihat muda, mereka sangat terampil dalam melindungiku,” jawab Trey singkat. “Baron, Fein. Ikut aku.”            Lelaki yang sebelumnya bertanya pada Trey menaikkan kedua alisnya. “Kau yakin meminta mereka untuk masuk ke dalam?”            “Ya,” jawab Trey singkat.            Orang itu mendengus pelan sambil mengibaskan tangannya beberapa kali. “Baiklah. Kalau begitu, ayo kita mulai rapatnya.”            .            .            Fein yang paling pertama keluar dari gedung itu, ia membukakan pintu kereta kuda agar Trey bisa masuk ke dalamnya, Baron juga ikut masuk ke dalamnya karena Fein memilih untuk mengendarai kereta kuda itu lagi. Ketika pintu kereta kuda itu hampir tertutup, Baron bisa melihat dengan jelas senyum kemenangan Fein yang tipis dan mengerikan.            Ketika berada di dalam ruangan itu, Fein dan Baron mendapatkan informasi yang sangat berharga untuk dilaporkan pada serikat mereka. Dari pembicaraan itu juga Baron dan Fein menyimpulkan bahwa kegiatan mereka selanjutnya akan dimulai dua minggu kemudian. Ditambah lagi Trey mendapatkan daftar nama siapa saja yang akan ikut menjalankan rencana mereka selanjutnya.            Trey yang terlihat senang kalau pekerjaan selanjutnya akan dilaksanakan dalam waktu yang tidak lama lagi terlihat begitu semangat. Bahkan, ia menceritakan semua pekerjaan yang telah ia lakukan dengan sukarela pada Baron.            Baron hanya menjawabnya sesekali dengan anggukan, dan balik bertanya ketika ia sadar kalau Trey menginginkan sebuah pertanyaan dari Baron.            Ketika ia mulai menceritakan Viola dan adik-adiknya yang lain, kereta kuda yang mereka naiki berhenti seketika. Baron menyibak gorden yang menutupi jendela kereta kuda, terlihat jelas kalau mereka berada di tengah hutan dari lebatnya pohon di sekitar mereka, tempat ini juga sangat jauh dari jalan utama. Sepertinya Fein sudah tidak sabar dan ingin mengakhiri misi ini.            “Sepertinya ada sedikit masalah. Aku akan memeriksa sekitar terlebih dahulu,” kata Baron sambil membuka pintu kereta kuda.            “Apa orang lain yang mencoba untuk membunuhku lagi?” tanya Trey sedikit panik.            Baron memasang senyum tipis mencoba untuk menenangkan Trey. “Tidak perlu khawatir, sama seperti biasanya kami akan menyelesaikan ini dalam waktu singkat.”            Baron keluar dari kereta kuda itu dan melihat Fein yang sudah mengusap belati miliknya dengan sayang. “Di dekat sini ada sungai kita bisa membuatnya terlihat seperti sebuah kecelakaan.”            “Lakukan sesukamu,” balas Baron singkat.            Fein kembali memasang senyuman itu. Dengan nada riang yang tidak sesuai dengan apa yang akan ia lakukan, ia berkata, “Serahkan padaku!”            Baron menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian melepas ikatan kuda yang menarik kereta kuda. “Kalau begitu aku yang akan membereskan sisanya.”            “Ah! Aku yakin kau akan sedikit ragu pada Nona muda itu. Bagaimana jika aku yang melakukannya?” tanya Fein. “Bukankah aku baik?”            Mengerti apa yang dimaksudkan oleh Fein, Baron memilih untuk diam dan naik ke atas kuda itu dengan mudah.            Fein terkekeh pelan sambil membuka pintu kereta kuda. “Ada apa? Apa ada sekelompok orang lagi yang mengirim pembunuh untuk membunuhku?” tanya Trey dari dalam kereta kuda itu.            “Tidak, bos! Kali ini hanya ada satu orang saja yang melakukannya.”            “Maksudmu—” perkataan Trey seakan menggantung di udara, karena selanjutnya yang Baron dengar hanyalah teriak kesakitan dari Trey.            “Terima kasih karena sudah memercayai kami, bos,” kata Fein pelan.            Sambil menggeleng pelan, Baron mulai memacu kuda yang ia tunggangi untuk kembali ke rumah Trey.            .            .            Karena hari sudah sangat larut, tidak banyak orang yang tinggal di rumah Trey yang masih terjaga. Untung saja sebelumnya ia dan Fein sudah menyembunyikan minyak yang cukup banyak untuk membakar rumah ini dengan mudah, butuh beberapa menit untuk menghabiskan semua minyak itu.            Setelah semua minyak itu habis, dengan hati-hati Baron memasuki rumah itu tanpa suara. Ia berpikir untuk menghabisi semua orang yang ada di rumah ini terlebih dahulu sebelum mulai membakar semuanya. Dengan begitu, semua orang bisa berpikir ‘kecelakaan’ akibat kebakaran yang menghabisi semua orang yang tinggal di tempat ini.            Tidak hanya itu, ia juga bisa menghilangkan saksi kalau ia dan Fein pernah bekerja di tempat ini. Dengan rencana Fein yang kemungkinan akan membuang tubuh Trey ke sungai terdekat, orang-orang bisa berpikir kalau Trey dan dua orang penjaganya mengalami kecelakaan di tengah hutan karena penerangan yang kurang.            Langkah Baron langsung terhenti ketika ia melihat sebuah cahaya dari arah ruang duduk, masih dengan langkah yang sangat pelan, ia menuju ruangan itu. Entah dengan alasan apa, Viola berada di ruangan itu. Kedua matanya tertutup, ia juga memegang sebuah buku yang terbuka di tangannya. Sepertinya ia terbangun dan memilih untuk membaca buku di ruangan ini.            Mungkin karena merasa ada seseorang yang memerhatikannya, kedua mata Viola terbuka secara perlahan dan langsung mengarah pada Baron. Setelah mengusap sebelah matanya dengan pelan, ia berkata, “Ah, Baron? Apa kau baru saja kembali? Aku melihat kereta kuda yang biasa ayah gunakan untuk pekerjaannya tidak ada. Kenapa kau dan temanmu itu keluar malam-malam sekali bersama ayah?”            “Ada pekerjaan yang sedikit mendadak,” jawab Baron dengan tenang. “Karena ada sebuah … berkas yang tertinggal, aku kembali terlebih dahulu untuk mengambilnya.”            “Ah …” gumam Viola sambil menganggukkan kepalanya.            “Bagaimana denganmu? Bukankah tidur di atas kasur lebih nyaman dari pada di tempat ini?”            “A-aku hanya terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Jadi aku memilih untuk baca beberapa buku di sini terlebih dahulu,” jawab Viola dengan wajah yang sedikit memerah. “Ah, kau bilang kau kembali untuk mengambil berkas yang tertinggal, ‘kan? Sebaiknya kau cepat. Aku juga akan kembali ke kamarku.”            “Aku akan mengantarmu,” kata Baron pelan.            “Puff, tidak perlu, aku bisa sendiri. Lagi pula, apa yang bisa membahayakanku di rumahku sendiri?” tanya Viola sambil mengibaskan tangannya.            Belum sempat Baron berkata sesuatu, ia bisa mendengar suara pintu masuk yang terbuka dan langkah kaki yang sudah ia kenali sebelumnya.            “Oi Baron, kenapa kau lama sekali …” perkataan Fein langsung terhenti ketika ia sadar kalau Viola berdiri di sebelah Baron.            “Fein? Kau sudah kembali?” tanya Viola, mungkin ia juga sadar dengan bercak darah yang ada di baju Fein, karena ia bertanya, “Fein … ayahku. Apa sesuatu terjadi pada ayahku?”            “Tidak seperti yang kuperkirakan,” gumam Fein singkat sebelum ia menggaruk bagian belakang kepalanya. “Ugh, begini. Aku ingin kau tenang dan dengarkan aku, ya? Saat perjalanan kembali aku dan ayahmu yang menunggu Baron untuk mengambil sesuatu yang tertinggal diserang oleh … sekelompok orang yang memiliki niat untuk menyakiti ayahmu dan juga keluarganya.”            Buku yang dipegang oleh Viola langsung terjatuh ke atas lantai, dengan panik ia berkata, “Lalu … apa … apa ayahku—”            “Tenang saja, saat ini ia sedang … bersembunyi di suatu tempat. Karena khawatir orang-orang itu juga memiliki niat yang jahat pada kau dan keluargamu yang lain, aku diminta oleh ayahmu untuk kembali dan memindahkanmu ke tempat yang lebih aman.”            Baron sedikit terkesan dengan Fein yang jarang sekali bisa berbicara dengan lancar tanpa menggigit lidahnya. Sepertinya ia sudah memeriksa berkas yang dibawa oleh Trey dan berkas itu merupakan informasi yang selama ini dicari oleh mereka berdua.            “Maaf, Fein. Jika tahu seperti ini, seharusnya aku cepat kembali pada kalian berdua,” tambah Baron.            “Tunggu. Aku juga harus membangunkan ibu dan adikku. Mereka juga harus ikut bersembunyi,” kata Viola.            “Viola, untuk saat ini bagaimana jika kau ikut dengan Fein terlebih dahulu? Aku akan memberitahukan hal ini pada ibu dan saudaramu yang lain,” kata Baron cepat sebelum Viola mulai berlari menuju kamar anggota keluarganya yang lain.            “Itu benar! Biarkan Baron yang akan membereskan—maksudku memberi tahu mereka semua. Jadi, jangan khawatir dan  ikut aku, ya?” tanya Fein.            Viola menatap Baron dengan pandangan khawatir. “Berjanjilah padaku untuk kembali, Baron.”            “Mmm,” gumam Baron pelan untuk menjawab perkataan Viola. Setidaknya, ia tidak berkata baik atau iya. Jadi, ia tidak termasuk berbohong padanya, ‘kan?            Setelah mendengar jawaban dari Baron, Viola menganggukkan kepalanya pada Fein dan ikut bersamanya. Tubuh mereka berdua menghilang ditelan kegelapan malam.            Padahal, Baron sudah memberi tahu Viola untuk tidak mudah memercayai seseorang sebelumnya. Tapi sepertinya, perkataannya tidak diindahkan sedikit pun.            Ah, menyelesaikan misi ini pasti akan meninggalkan rasa yang tidak enak pada mulut Baron.            Setelah mendesah panjang, akhirnya bisa melanjutkan tujuannya untuk membereskan sisa pekerjaannya. Baron membuka setiap kamar dengan pelan. Kemudian, mematahkan kepala siapa saja yang dilihatnya di dalam kamar itu. Dengan sentuhan terakhir, ia membakar rumah Trey seluruhnya.            Baron menuntun dua ekor kuda yang akan digunakan dirinya dan Fein  untuk kembali ke serikat.            Dari gelapnya malam, Baron melihat Fein yang kembali dengan perutnya yang ia tahan karena tertawa terbahak-bahak. “Ah, Baron! Nona muda  itu lucu sekali, sampai aku sedikit ragu untuk menghabisinya atau tidak! Dia bertanya padaku, apakah aku mata-mata yang dikirim untuk membunuh ayahnya, ya sudah ku jawab saja iya!” ia kembali tertawa sambil menahan perutnya. “Yang lebih lucunya lagi, ia tidak percaya kalau kau kawananku juga.”            Baron hanya bisa menggelengkan kepalanya menunggu Fein yang tidak kunjung berhenti tertawa. “Kau bisa melanjutkan tawamu itu di atas kuda. Sebaiknya kita cepat-cepat kembali ke serikat, sebelum ada seseorang yang melihat kita berdua.” []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD