30 - Peledak

1573 Words
           Syville memerintahkan pasukan yang membawa tameng untuk berada di barisan terdepan, menghalangi beberapa anak panah yang ditembakan oleh puluhan pasukan pemanah musuh yang sudah mengambil alih menara pengawas benteng timur laut. Setidaknya dengan melakukan itu, hanya ada sedikit pasukan yang terluka akibat anak panah dari pasukan musuh.            Karena waktu, jumlah pasukan dan sumber daya yang mereka miliki sangat terbatas, untuk membobol gerbang masuk benteng timur laut akan sulit untuk dilakukan. Mereka tidak bisa menggunakan  pelantak tubruk[1] untuk menghancurkan gerbang tersebut, sehingga mereka harus membuat pasukan musuh membuka gerbang tersebut dari dalam secara paksa, dengan cara apa pun.            Memikirkan hal ini, Syville memerintahkan pasukan pemanah miliknya untuk membakar ujung anak panah mereka dengan api. Kemudian meminta mereka untuk membidikkannya pada pasukan pemanah musuh yang berada di menara pengawas. Tidak hanya itu, beberapa di antara mereka diminta untuk membidiknya lebih jauh agar panah api itu melesat jauh melewati dinding yang mengelilingi benteng timur laut dan menyerang langsung ke dalamnya.            Pengalamannya dalam mengikuti peperangan secara langsung tidak ada sama sekali, sehingga ia tidak dapat membuat atau memikirkan strategi yang lebih baik dari pada ini.            Dan, yang sering membuat strategi dalam peperangan bersama ayahnya tidak mengatakan apa pun. Syville tidak tahu, apakah ide yang dibuatnya untuk menembak panah api ke arah menara pengawas benteng timur laut adalah hal yang tepat, atau mungkin ayahnya meminta Dan untuk mengawasi dan menilai apakah gaya kepemimpinan Syville sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ayahnya. Ia tidak pernah suka peperangan, atau melakukan hal seperti ini.            Namun, perkataan ayahnya dahulu sekali terus terngiang di kepalanya. Dalam sebuah peperangan, seseorang hanya bisa memiliki dua pilihan. Memakan, atau dimakan. Berburu, atau diburu.            “Pasukan pemanah, bersiap!” sahut Syville sambil mengangkat sebelah tangannya pada pasukan pemanah yang berada di balik punggungnya untuk memberikan aba-aba.            “Tembak!” Satu kata itu cukup untuk membuat hujan api dan membakar menara pengawas yang menjadi target mereka. Beberapa di antaranya bahkan berhasil mengenai pasukan musuh dengan tepat.            Panah api yang ditembakan bukan panah api biasa, sebelumnya Syville sudah memberikan sedikit perubahan kepada anak panah tersebut.            Anak panah yang ditembakan untuk rencananya kali ini memang sengaja dibuat agar mudah dan cepat terbakar. Pada bagian tubuh anak panah itu terdapat kain yang sudah diolesi oleh minyak yang mudah terbakar, kemudian di ujungnya terdapat sebuah kantong kecil yang berisi bubuk mesiu.            Setelah tahu kehebatan bahan peledak yang sering digunakan oleh ayahnya, Syville hanya menggunakannya sedikit. Namun, apa yang terjadi tidak sesuai dengan pemikirannya.            Hanya butuh beberapa detik sampai terjadi ledakan yang cukup besar dari anak panah yang baru saja ditembakan, meski pun Syville hanya menggunakannya sedikit … ternyata bahan peledak yang dibuat oleh keluarganya tetap saja mengerikan. Untung saja anak panah itu tidak tidak berakhir sebagai senjata makan tuan, jika hal itu benar-benar terjadi bisa gawat …            Gerbang benteng timur laut yang terbuat dari kayu terlihat rusak akibat ledakkan dari serangan itu. Padahal, Syville tidak pernah bermaksud untuk melakukannya. Sekali lagi, ia benar-benar meremehkan kekuatan dari peledak itu. Selama ada senjata ini, kemungkinan mereka tidak memerlukan pelantak tubruk untuk membobol masuk sebuah benteng pertahanan.            Tembakan peledak itu berlangsung beberapa saat sampai akhirnya gerbang benteng timur laut dibuka dari dalam. Ratusan pasukan musuh dengan tameng besar yang menutupi bagian terdepan mulai berlari mendekati pasukannya.            “Pasukan pemanah, kembali bersiap!” sahut Syville sekali lagi sambil mengangkat tangannya untuk memberi aba-aba. Untuk menghentikan getaran pada tangannya, ia harus membuka dan mengepalkan tangannya berkali-kali. “Tembak!”            Suara dari panah api yang menembus udara terdengar pada detik selanjutnya, disusul oleh suara ledakan yang memekakkan telinga. Jauh di depannya, pasukan musuh yang tidak sempat menghindari serangan itu hanya bisa kehilangan satu atau dua anggota tubuhnya.            Hidung Syville dapat mencium bau darah dan bubuk mesiu ketika angin menerpa wajahnya. “Semua pasukan, bersiap untuk pertarungan!”            “Kau akan ikut?”            Meski dengan suara yang sangat pelan, Syville masih bisa mendengar kekhawatiran dari pertanyaan yang diucapkan oleh kakaknya itu. Ia mengabaikan pertanyaan yang jawabannya sudah sangat jelas dan menggenggam tombaknya lebih erat. “Semua pasukan, serang!”            .            .            Mungkin tanpa sepengetahuannya, atau mungkin kerja sama antara pasukannya dan juga Vayre entah kenapa Syville berakhir di bagian terbelakang pasukannya ketika mereka mulai menyerang masuk ke dalam benteng pertahanan tersebut.            Terima kasih kepada panah api peledak, pasukan musuh yang sebelumnya berusaha untuk menyerbu mereka dengan jumlah yang sangat besar terkikis habis sebelum kedua pasukan saling beradu pedang.            Merasa keberuntungan berpihak pada pasukannya, Syville langsung memberikan perintah untuk menyerbu langsung ke dalam benteng pertahanan tersebut.            Ketika Syville menginjakkan kakinya di dalam benteng tersebut, bau darah pada udara semakin kuat. Panah peledak yang berhasil masuk ke dalam benteng sepertinya melukai banyak pasukan musuh.            Syville berada di bagian tengah belakang pasukannya, membuatnya tidak sempat untuk mempraktikkan latihan yang selalu ia lakukan bersama kakaknya secara langsung kepada musuhnya yang tidak akan menahan diri untuk melukai dirinya.            Di akhir, Syville hanya bisa memberikan perintah dari jauh dan membantu pasukannya yang terluka. Meski begitu, mereka berhasil merebut kembali benteng pertahanan timur laut. Tidak seperti sebelumnya, kali ini ia harus menerima kenyataan bahwa ada korban jiwa di dalam pertempuran kali ini.            Melihat tubuh seseorang yang sebelumnya membela kerajaan dengan mengatas namakan Lyttleton tidak lagi bernyawa membuat Syville merasa bersalah. Ia harus mengingat namanya dan mengabarinya secepat mungkin kepada keluarganya. Dengan desahan pelan, Syville menutupi tubuh orang-orang itu dengan kain putih, kemudian meminta regu medis untuk membawa jasadnya ke tempat yang lebih layak.            “Kerja bagus, Syville,” kata Vayre yang baru saja tiba, sambil turun dari kudanya, ia berkata, “Merebut kembali benteng ini  dengan jumlah pasukan yang tidak terlalu besar sudah sangat luar biasa.”            “Mm,” gumam Syville pelan.            Dan, yang juga baru datang ikut berdiri di antara mereka berdua. “Apa sebaiknya kita meminta bala bantuan untuk menjaga benteng ini?”            “Apa ada pemberitahuan tentang p*********n dari kerajaan lain di sekitar sini, Dan?”            “Tidak ada,” jawab Dan singkat.            “Kalau begitu tidak perlu. Cukup lima sampai sepuluh orang yang berjaga di tempat ini. Kemungkinan besar pasukan musuh tidak akan menyerang ke tempat ini lagi dalam waktu yang singkat.”            Dan membenarkan posisi kacamatanya, kemudian berkata, “Akan segera kuinfokan pada yang lain.”            “Nona Syville.” Seorang kesatria tiba-tiba berlari mendekat ke arah mereka bertiga. Setelah membungkuk hormat ia berkata, “Sesuai perintah anda, kami menangkap beberapa orang dari pasukan musuh untuk diintrogasi.”            “Kerja bagus, kau boleh kembali,” jawab Syville singkat sambil menganggukkan kepalanya. “Dan, Vayre. Apa kalian bisa melakukannya?”            Vayre tersenyum tipis sambil menepuk bahu Syville, kemudian berkata, “Tentu.”            .            .            Syville tidak pernah tahu, dan tidak akan pernah ingin mencari tahu cara Dan mau pun Vayre dalam mengintrogasi untuk membocorkan informasi pada mereka. Yang jelas, mereka melakukannya dalam waktu yang sangat singkat.            Meski Syville sudah mendapatkan informasi mengenai rencana kerajaan yang menjadi lawan mereka, ia tidak bisa memercayai hal itu sepenuhnya. Ia mengirim beberapa pasukan pengintai untuk mencari tahu apakah informasi yang ia dapat dari musuhnya benar atau tidak.            Setelah meminta beberapa pasukan untuk tinggal mengawasi di sekitar benteng timur laut dan meninggalkan burung pengantar pesan kepada mereka, Syville dan sisa pasukannya yang lain kembali ke markas sementara mereka.            Ketika sekitar sepuluh sampai dua puluh menit lagi Syville dan pasukannya yang lain tiba di markas sementara mereka, dari jauh Syville dapat melihat seseorang yang menunggangi kuda dengan membawa bendera yang memiliki lambang keluarga Lyttleton.            “Ah, Nona!”            “Tenang, dia salah satu anggota dari pasukan pengintai,” kata Vayre tiba-tiba.            Sepertinya Syville harus melatih wajahnya untuk tidak memperlihatkan apa yang dipikirkannya, karena kakaknya sadar kalau ia sedikit khawatir orang itu adalah salah satu dari pasukan musuh yang menyamar.            “Nona Syville, Tuan Vayre!” sahut orang itu sekali lagi.            “Tenanglah. Jika kau tidak hati-hati, aku bisa menggigit lidahmu sendiri—”            “Ack.” Belum sempat Syville menyelesaikan perkataannya, anggota dari pasukan pengintai itu sudah memegangi mulutnya sendiri dengan wajah yang terlihat kesakitan.            Syville dan Vayre sama-sama mendesah sambil menggelengkan kepala mereka.            “Apa ada p*********n di tempat lain?” tanya Vayre.            “Tidak. Setelah  dua p*********n terakhir,” anggota dari pasukan pengintai itu berhenti terlebih dahulu sambil mengusap mulutnya beberapa kali yang terlihat sedikit mengeluarkan darah. “Tidak ada lagi p*********n. Tapi … kepala keluarga, Tuan Watson terluka setelah mencoba untuk merebut kembali—”            Syville tidak mendengar kelanjutan laporan dari anggota pasukan pengintai itu, karena ia langsung memacu kudanya secepat mungkin untuk sampai ke markas.            Pilihan yang ayahnya buat beberapa hari terakhir, sikapnya yang terlihat tergesa-gesa untuk membuat Syville menjadi kepala keluarga Lyttleton selanjutnya … bahkan menerima lamaran tanpa berbicara dengannya terlebih dahulu.            Apa … apa ayahnya tahu kalau umurnya tidak akan lama lagi? Apa ayahnya sudah memiliki firasat kalau ia akan …             Sambil mengatupkan giginya rapat-rapat, Syville memacu kecepatan kudanya lebih tinggi lagi. []              Note:            [1] Pelantak Tubruk: (Dalam bahasa Inggris: Battering Ram) adalah mesin kepung yang muncul sejak zaman kuno dan dirancang untuk menerobos tembok benteng berbatu atau mendobrak gerbang kayu.            Dalam bentuknya yang paling sederhana, pelantak tubruk merupakan sebatang kayu yang besar dan berat. Dibawa oleh beberapa orang dan diayunkan dengan sekuat tenaga terhadap suatu penghalang. Pada masa selanjutnya, pelantak tubruk ditutupi oleh kanopi tahan panah dan tahan api yang diletakkan pada roda. Di dalam kanopi, batang kayu tersebut digantungkan dengan menggunakan rantai atau tali.            Pelantak tubruk terbukti sebagai senjata perang yang efektif karena bahan bangunan pada masa tersebubt, seperti misalnya batu dan bata, lemah dalam hal tekanan, dan demikian mudah retak jika dihantam dengan kekuatan yang cukup besar.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD