Hendrik terdiam, ia menatap Arum sejurus lebih dalam. Ia menyesal telah membuat wanita yang telah dipenuhi luka ini menangis dan terluka lagi. Bayangan rumah tangga yang hancur telah nampak di pelupuk matanya. Bayangan saat Arum meninggalkan rumahnya dan membuka pintu pagar lalu pergi. Usai itu yang ada hanya kebencian diantara mereka, mereka akan berhenti bertegur sapa. Bagaimana bisa ?
Hendrik tidak mampu membayangkan hal itu. Hendrik seperti juga lelaki yang lain, ia tidak akan sanggup kehilangan keluarganya meskipun cinta lain begitu menggoda.
Hendrik dan Arum duduk berhadapan, jarak mereka dekat tetapi hati mereka jauh. Sangat jauh.
"Maafkan aku." Pinta Hendrik.
Arum menatap sinis, ada kebencian di matanya, ia menguliti Hendrik dengan pertanyaannya.
"Minta maaf lagi ?"
"Um, aku dan Ayumi tidak berbuat apapun. Dia wanita di masa lalu yang pernah sedikit diceritakan Farouq padamu."
"Wanita yang membuat mu patah hati karena meninggalkan mu saat dia hamil?" Arum tidak lagi memanggil Hendrik dengan panggilan mas lagi. Arum tahu ini salah tapi hatinya terlanjur berdarah.
"Iya betul."
"Bagus dong, artinya ada anak yang bisa menguatkan.cinta kalian." Ucap Arum tanpa jeda.
"Aku tidak akan memilih mereka, hati ku ada di sini, Um. Aku khilaf." Hendrik bicara lirih.
"Uh, khilaf lagi ?"
"Berapa kali kalian berzina ?"
"Berapa kali saling mengirim video m***m ?"
"Berapa kali mengirim foto seksi ?" Arum bicara sambil menahan nada suaranya. Lukanya terasa tertimbun garam. Ia terlanjur percaya pada Hendrik. Ia terlanjur menerima Hendrik lahir dan batin.
"Andai kau pernah jadi lelaki kau akan tahu bagaimana rasanya. Bgaimana kami menahan diri terhadap godaan dan yang lebih mengagetkan ternyata kami tetap saja tergoda."
"Kamu pikir wanita tidak pernah digoda ? Ada sebagian dari kami yang hanyut dan ada juga sebagian dari kami yang tetap tenang. Dan aku berharap kamu mdnjadi laki-laki yang bertahan untuk tetap tenang seperti juga aku. Tapi ternyata aku salah !!!"
"Um, ini hanya perkara kecil. Aku mohon." Pinta Hendrik begitu naif.
"Apa ? Perkara kecil ?"
"Ya, aku memilih mu dan aku akan berhenti menghubungi Ayumi, tentang nafkah untuk Bunga aku minta kamu mengaturnya." Hendrik bicara dengan sungguh-sungguh.
"Apaaaaa ?" Arum mulai naik pitam.
"Kamu pikir setelah pengkhianatan mu hari ini aku bisa percaya bahwa kamu berubah ?" Arum menambahkan kalimatnya.
"Tidak tuan Hendrik, aku mohon kalian menikahlah dan hiduplah satu rumah sebagai keluarga yang harmonis." Arum mencibir melecehkan.
"Aku mencintai mu, Um. Aku tidak akan memilih mereka. Titik!"
"Terserah, tapi mohon fahamilah bila kita kembali bersama, kau akan tinggal dengan jiwa yang patah. Saat kau pergi aku akan berpikir tidakkah kamu sedang menemui perempuan lain ?. Saat kamu memberi hadiah aku juga akan berprasangka, kesalahan apa lagi yang sudah dia perbuat, saat nanti kamu lupa pada janji kecil mu maka aku akan berpikir bahwa kamu sedang memikirkan orang lain. Akan terus seperti itu, karena aku sudah patah." Arum bicara menerawang seolah pada dirinya sendiri.
"Um, kita bisa mencobanya sekali lagi. Tolong pikirkan anak-anak. Mereka akan kehilangan rasa hormat pada kita."
"Justru karena aku berpikir tentang anak-anak lah aku memutuskan kita pisah. Antara kamu dan Ayumi ada Bunga, sedangkan kita ? Kita tidak punya ikatan apapun selain cinta yang bisa menyatukan kita. Dan hari ini aku sudah tidak mencintaimu." Desis Arum pada Hendrik.
Mereka diam tanpa kata, perang mulut telah terjadi, menimbulkan bongkahan rasa tidak percaya diantara mereka. Arum tidak bisa lagi mentolerir perbuatan Hendrik. Sedangkan Hendrik menganggap apa yang sudah dilakukannya hanyalah sebuah kesalahan kecil.
Mestinya Hendrik sadar, bila dengan memberi bantuan pada wanita lain saja Arum cemburu bagaimana dengan perbuatannya hari ini.
Mantan memang membawa cerita tersendiri dalam hidup manusia yang ketika berjumpa menghadirkan gelombang rasa yang meletup-letup dalam jiwa, menggoda iman dan melupakan kenyataan. Padahal mantan tetaplah mantan, bagian usang dari perjalanan yang tidak perlu lagi diulang kecuali hanya sebagai pengingat perjalanan dan pelajaran. Seringkali seseorang ingin kembali saat bertemu mantan, boleh saja hal itu dilakukan dengan catatan tidak ada kehidupan baru yang sedang dijalani sekarang.
Bila kehidupan baru telah terbentuk maka kembalinya mantan sebaiknya tidak dimasukkan dalam riuhnya perjalanan karena hal itu hanya akan jadi duri yang menyakiti.
Seperti juga Hendrik, rasa bersalahnya pada Ayumi di masa lalu telah membuat ia melakukan hal yang tidak benar, mungkin dia berpikir Arum tidak akan mengetahui tapi faktanya Arum diijinkan oleh Tuhan mengetahui kenyataan yang selama ini Hendrik simpan. Dan kini rumah tangga indah mereka jadi taruhan.