4F

1109 Words
10.45 Nikki memandangi wajah putrinya di bawah cahaya temaram lampu tidur di kamar anak. Kedua matanya terpejam, bibirnya tertutup rapat, dan nafasnya berembus dengan perlahan dan teratur. Saat indra-indranya menangkap suara yang muncul di tengah tidurnya, Sam akan mengerutkan dahi dengan gelisah, memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri kemudian mengalami kejang singkat sebelum nafasnya kembali teratur. Kebiasaan itu sudah ada sejak Sam masih balita. Tidak diragukan lagi kalau Dean yang mewariskannya. Tidak hanya sekali ketika Dean terlelap lebih awal, Nikki sering melihat laki-laki itu mengerutkan dahi dalam tidurnya, kemudian tangannya sesekali menunjukkan kejang singkat, seperti ada sesuatu yang membuatnya terkesiap dan Dean baru benar-benar rileks setelah Nikki mengusap tangannya. Begitu laki-laki itu terbangun, Nikki langsung bertanya apa yang menyebabkan reaksi kejang singkat dalam tidurnya itu. Jawaban Dean sudah dapat di tebak: mimpi buruk. Sam mungkin sedang mengalami mimpi buruk yang sama seperti Dean. Meskipun gadis itu jarang mengungkitnya, tapi Nikki sudah dapat membaca situasinya dengan baik. Sam selalu murung pasca mimpi buruk. Terkadang gadis itu hanya akan duduk diam dan tidak mengatakan apa-apa. Malam ini Sam tertidur lebih awal dari biasanya. Mungkin karena kelelahan setelah berkendara bolak-balik dari rumahnya menuju rumah Lorrie. Terkadang Nikki merasa bersalah pada gadis itu. Sudah satu bulan terakhir sejak Nikki membawa Sam mondar-mandir ke rumah Lorrie untuk menginap disana. Tapi karena Dean pergi, mereka tidak dapat bergantian mengawasi Sam. Terpaksa Nikki harus mengantar Sam ke rumah Lorrie dan memercayakan putri semata wayangnya itu pada adiknya. Lorrie tidak keberatan, malahan wanita itu menawarkan diri untuk menjaga Sam seharian penuh sehingga Nikki bisa mendapat sedikit waktu senggang dengan dirinya sendiri. Nikki berharap ia dapat menerima tawaran itu dengan mudah, sayangnya ia tidak bisa melepas tanggungjawabnya begitu saja. Al hasil, ia juga yang kesulitan. Sore itu selepas bekerja Nikki langsung berkendara menuju rumah Lorrie. Setidaknya sudah tiga jam Nikki berada disana, bergerak mondar-mandir di halaman rumah sembari mengawasi Sam bermain dengan sepupunya yang berusia satu tahun lebih muda di pekarangan rumah, tanpa memiliki rencana tentang apa yang hendak ia lakukan sepulangnya dari rumah Lorrie nanti. Minum banyak alkohol, batinnya menjawab. Ketika Dean memutus sambungan teleponnya dengan kesal siang ini, Nikki sudah tidak bisa fokus. Al-hasil ia memutuskan untuk pulang lebih awal, berkendara dengan cepat ke rumah Lorrie untuk menjemput Sam, tapi malah bergerak mondar-mandir dengan gelisah sampai jam tidur Sam terlewatkan begitu saja. Nikki menyerah. Ia tidak ingin mengajak Sam berkendara larut malam ketika gadis itu seharusnya sudah tertidur lelap di atas kasur empuknya. Akhirnya ia menerima tawaran Lorrie untuk menginap dan setelah memastikan Sam sudah tertidur lelap, Nikki beranjak pergi dan menutup pintu kamar itu perlahan. Kemudian ia bergegas turun untuk membantu Lorrie membereskan sisa makan malam mereka di dapur. Lima belas menit kemudian Nikki duduk di belakang meja dapur sembari menopang kepalanya dengan kedua tangan. Stress menekannya dan Nikki merasa terkuras beberapa hari belakangan. Bukan hanya karena ia harus memikirkan Sam dan pekerjaannya di saat yang bersamaan, tapi juga karena perceraiannya dengan Dean yang menuntut perhatian. Belum lagi urusan penjualan rumah mereka. Pada satu titik tertentu, kepalanya terasa ingin meledak. “Hei, kau baik-baik saja?” Lorrie menarik kursi di dekat Nikki kemudian mencondongkan tubuh di atas meja saat memandanginya. Tangan kecil Lorrie terjulur untuk memijat bahu Nikki dan ketika Nikki mengangkat wajah, ia menatap sepasang mata yang mirip seperti matanya itu terbuka untuk menatapnya dengan hangat. Orang-orang sering mengatakan mereka seperti kembar identik, tapi sebenarnya tidak. Usia Lorrie terpaut tujuh tahun lebih muda dari Nikki dan jelas bahwa mereka menjalani kehidupan yang sepenuhnya berbeda. Lorrie menikah di usia muda, melahirkan anak saat usianya masih pertengahan dua puluhan, dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Nikki sebaliknya, kariernya adalah yang utama dan jujur saja, terkadang dia suka berpikir kalau dirinya adalah seorang ibu yang buruk meskipun Dean seringkali menyakinkan yang sebaliknya. Sebagai seorang terapis Nikki merasa malu pada adiknya. Bukannya memerankan diri sebagai kakak yang baik, dia justru menghancurkan hidupnya sendiri: pernikahannya dan putrinya yang masih balita. Semua karena satu hal: sikap egoismenya yang tidak pernah luntur sejak masih remaja. “Oh Tuhan!” Nikki menghela nafas dalam-dalam dan mengembuskannya. “Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Semuanya benar-benar kacau.” “Apa yang terjadi? Kau bisa memberitahuku!” Lorrie melipat kedua tangannya di atas meja, dengan penuh simpati, wanita itu meletakkan seluruh perhatiannya pada Nikki. “Apa ini tentang Dean?” Nikki memejamkan mata dengan rapat kemudian mengangguk keras sembari menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan. “Hei, ada apa Nik? Kalian baik-baik saja?” “Tidak, kurasa tidak. Dia marah padaku, dan aku mengkhawatirkannya.” “Coba jelaskan pelan-pelan, aku benar-benar tidak mengerti situasinya.” Nikki melipat tangannya di atas meja, menatap Lorrie dan tertegun selama beberapa detik. Kemudian ia luluh untuk menceritakan percakapannya dengan Dean sejak awal. Lorrie mendengarkannya sampai Nikki selesai, kemudian wanita itu menjulurkan satu tangannya yang hangat untuk menggusap tangan Nikki, persis seperti yang dilakukan ibu mereka tiap kali Nikki merasa gelisah. “Mungkin dia hanya bingung dan kelelahan..” ucap Lorrie. “Seharusnya aku tidak berbicara sekasar itu. Seharusnya aku tidak menyinggungnya seperti itu, Lorrie..” “Hei, kau melakukan sesuatu yang benar, oke? Kau mengingatkannya karena kau tahu itu yang dia butuhkan. Aku tahu Dean, dan aku tidak mau bohong padamu, tapi terkadang dia tidak tahu apa yang benar-benar dibutuhkannya. Aku rasa semua pria begitu. Terkadang mereka terlalu angkuh untuk mengakuinya. Kurasa dia hanya berusaha memasang tameng di hadapanmu. Kurasa dia tidak benar-benar bermaksud bersikap begitu padamu.” “Mungkin kau benar..” “Itu memang benar Nik, kalau dia benar-benar berniat meninggalkanmu, kenapa juga dia terus-menerus berusaha menghubungimu.” “Tapi itu berbeda! Dia sedang berada dalam bahaya..” “Bagaimana kau bisa begitu yakin dia ada dalam bahaya?” Nikki tertegun. Benar juga, bagaimana ia begitu yakin? Sejauh ini Dean baik-baik saja. “Aku hanya.. itu hanya perasaanku saja.” “Dan ingat, perasaanmu itu tidak selalu benar, Nik..” “Aku tahu.” “Jadi, berhentilah bersikap terlalu cemas. Jika kau menghawatirkannya, kau masih bisa menghubunginya besok. Sekarang kau butuh istirahat. Itu yang terpenting.” “Kau benar.” “Kau boleh menginap disini. Kau boleh tinggal selama yang kau ingin.” “Aku ingin, tapi kau punya suami dan anak laki-laki..” Lorrie mengibaskan satu tangannya di udara dan dengan cepat menyela ucapan Nikki dengan berkata, “jangan pernah mengatakannya lagi! Ada banyak kamar kosong di rumah ini yang bisa kau tempati. Pilih kamarmu dan aku akan membawakan selimut untukmu.” “Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya..” “Tidak perlu. Tidur saja sana!” Nikki tersenyum lembut kemudian mengangguk pelan dan beranjak meninggalkan dapur. Mungkin Lorrie benar. Mungkin ia hanya butuh tidur untuk mengusir kegelisahannya. Mungkin,–
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD