Lovatalea di serang
Mencari di berbagai tempat yang pernah di kunjungi oleh orang yang di cintai namun hasil tak pernah di dapatkan hanya membuat ia menjadi tambah geram frustrasi .
Edsel bingung harus mencari kemana lagi mencari keberadaan Shaqilea yang sangat di cintainya, dari minimarket, Rumah bahkan berkali-kali mengelilingi jalan tapi tetap saja ia tidak bisa menemukan kembali Shaqilea.
Saat menuju ke rumah ia hanya bertemu dengan Lovatalea yang tiba-tiba mengamuk dan mengusirnya.
Ia menghubungi ponsel Shaqilea namun tidak di angkat sama sekali olehnya. Berbagai pesan juga sudah dikirim namun tak ada tanda-tanda pesan itu terbalaskan. Dengan terpaksa ia harus mengirimkan pesan pancingan agar Shaqilea mau datang.
Mengedit sesuatu,
Pesan yang bertuliskan:
Sha gue harap lo datang ke taman jika lo mau tau sesuatu tentang Rio,
Sudah hampir tiga jam ia berada di taman tersebut, tetapi sosok yang di tunggunya tak kunjung untuk datang. Edsel tak mau berhenti begitu saja ia akan tetap berdiam diri di sana sampai Shaqilea benar-benar datang menemuinya.
Cemas, gusar, khawatir, semuanya berbaur menjadi satu. Bahkan jika pun kemudian Shaqilea datang menemuinya ia tidak akan berbicara apa, ia hanya ingin melihat diri Shaqilea baik-baik saja.
Edsel duduk di bangku panjang yang ada di taman tepat di bawah pohon rindang. Ponsel Edsel berbunyi ada pesan masuk yang harus ia baca.
Keberuntungan memihak keberuntungan pesan itu dari Shaqilea, yang memenuhi keinginannya. Edsel pun langsung membalas pesan tersebut.
Selang beberapa menit akhirnya sosok yang di tunggunya pun datang, terlihat Shaqilea terkejut dengan seseorang yang memunggunya ada.
"Lo," ucap Shaqilea.
“Iya ini gue Sha, gue yang nyuruh lo datang kesini. Lo kemana aja sih, gue cariin kemana-mana tapi nggak ketemu, ”tukas Edsel.
“Nggak usah basa-basi langsung ke intinya aja. Lo mau ngasih tau apa tentang Rio ke gue? ”
“Ada hubungan apa, dia sama dengan Sha? Apa benar dia mantan dia? Jika memang benar, gue nggak masalah malah lo udah nggak Virgin lagi gue nggak peduli, sebab gue udah terlanjur sayang sama lo dan gue akan selalu terima apa adanya, ”ucap Edsel panjang lebar yang terlihat isi isi.
“Dapatkan nggak ngerti Arah Diskusi lo!”
"Sha pliss .... lo hentikan balas dendam ke dia ya, karena dia itu punya banyak uang yang bisa di gunakan untuk membayar orang dan menyuruh orang untuk membunuh lo, dia itu sangat berbahaya, Gue nggak mau lo Coba napa, plisss dengerin omongan gue, ”pinta Edsel.
“Udah lo ngomongnya? Kalau udah gue cabut. ”
"Sha tolong jangan abaikan terima gue,"
“Enak ya kalau lo ngomong, lo nggak tau! Gue udah nyari keberadaan dia dimana-mana, setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya gue nemuin dia, dan sekarang dia udah di depan mata gue, lo nyuruh gue untuk berhenti balas dendam ke dia. Maaf gue nggak bisa! Karena terlalu dalam kesakitan gue dan Kakak gue alami!” ucap Shaqilea menahan segala kesesakan di dalam dadanya.
“Kakak lo?” tanya Edsel dengan segala kebingungannya.
“Percuma gue jelasin, karena lo nggak akan pernah mengerti! Di samping itu juga lo bukan siapa-siapa gue!” Seusai mengucapkan kalimat itu Shaqilea pergi meninggalkan Edsel dengan pertanyaannya yang belum terpecahkan.
Edsel hanya bisa berdiam diri di tempatnya menyaksikan kepergian Shaqilea. Ia tidak bisa mencermati sama sekali ucapan dari Shaqilea.
⛲⛲⛲⛲⛲
Hari minggu ialah hari yang sangat diidamkan untuk semua kalangan, hari yang di tunggu untuk berkumpul dengan keluarganya, di hari itu juga banyak orang yang akan menggunakan waktunya untuk kegiatan bersantai, berjemur, berjalan-jalan bersama ataupun olahraga.
Shaqilea berencana untuk mengajak Lovatalea berjalan-jalan mengelilingi taman di daerah kompleknya. Sudah sangat lama sekali ia tak pernah mengajak Lovatalea keluar dari rumahnya.
Shaqilea sedang menunggu Lovatalea yang masih mengganti bajunya, sambil menunggu ia pun merenggangkan ototnya agar tidak kaku di pagi hari.
“Kak udah belum?”
Dengan ke optimisan Shaqilea akhirnya sedikit demi sedikit kehidupan Lovatalea kembali normal, meskipun Lovatalea masih sering marah ketika melihat seorang laki-laki yang mendekatinya.
Lovatalea keluar dari kamarnya menemui Shaqilea yang sudah selesai merenggangkan ototnya.
“Gimana udah siap Ka?” tanya Shaqilea, yang di setujui oleh Lovatalea.
Sebelum mereka pergi Shaqilea tak lupa mengunci terlebih dahulu pintu rumahnya. Berjalan bersama sang Kakak dengan bergandengan seperti itu mengingatkan ia kembali pada masa lalunya.
Dimana ia masih bisa merasakan kehangatan yang selalu terjalin dalam keluarganya, kebahagiaan yang tak pernah luput dalam hidupnya. Tapi sayang semuanya telah berubah, semuanya telah mati terkubur dalam tragedi pahit yang di alaminya.
Tak sadar sekarang Shaqilea dan Lovatalea sudah berada di taman, disana sudah banyak orang yang berlalu-lalang, bercanda gurau dengan para temannya atau keluarganya.
Mata hazel milik Lovatalea menyapu bersih pemandangan taman itu, ia merasa ketenangan melihat di sekitar kelilingnya banyak kehangatan yang tercipta, ini yang selalu Shaqilea harapkan dalam hidupnya yaitu Kakaknya bisa menikmati hidupnya kembali.
“Gimana, Kakak suka?”
Lovatalea mengiyakan pertanyaan Shaqilea. Ia berjalan kembali untuk mengelilingi taman itu, Shaqilea memberikan waktu luang untuk Lovatalea berjalan sendiri tapi masih dalam pantauan penglihatannya.
Shaqilea ikut tersenyum melihat Lovatalea bahagia seperti itu tanpa sadar ada seseorang yang menepuk bahunya dari arah belakang.
Shaqilea melihat orang itu dan ternyata orang itu ialah Arkan.
“Hay Qil, sendirian disini?” ucap Arkan.
“Nggak. Gue kesini bareng Kakak gue, kalau lo sendiri?”
“Gue sendiri sih, lagi jogging nih.”
“Lo tinggal di daerah sini?” tanya Shaqilea.
“Gue tinggal di kompleks sebelah sih, hehee....”
“Kakak lo mana? Ko nggak kelihatan," ujar Arkan.
“Tuh disana orangnya,” tunjuk Shaqilea ke arah dimana Lovatalea itu berada.
Arkan hendak menghampiri Lovatalea yang berada tak jauh dari keberadaannya namun tangan Arkan di tahan oleh Shaqilea.
“Biarkan dia sendiri,” ujar Shaqilea.
Arkan mengurungkan niatnya untuk menyapa Lovatalea.
“Gimana kabar Kakak lo? Kelihatannya udah sembuh total ya, gue kangen semenjak lo dan Kakak lo pindah ke luar negeri gue nggak bisa main bareng lagi.”
“Ya begitulah, perlahan demi perlahan ia bisa kembali beraktifitas normal.”
“Jadi...” Arkan menggantungkan ucapannya.
“Jadi apa?” Shaqilea di buat bingung oleh ucapan Arkan. Ia berjalan ke bangku panjang yang ada taman tersebut.
“Iya jadi gimana? Mau masuk beladiri lagi nggak, hayoolah Qil masuk lagi aja,” mohon Arkan.
“Maaf Ar, gue nggak bisa, entah kenapa setiap kata beladiri terucap, gue jadi teringat dimana gue telat menolong Kakak gue sendiri di saat dia benar-benar butuh pertolongan gue,” Shaqilea menahan air matanya yang siap lolos dari pelupuk indah matanya.
“Lo tau hidup beriringan dengan penyesalan itu nggak enak, gue hanya pengen fokus pada kesembuhan Kakak gue, meskipun waktu gue nggak seluruhnya buat dia,” lanjut Shaqilea.
“Sabar Qil, ternyata lo masih mengingat kejadian itu maaf jika ucapan gue membuatmu lo ingat masa lalu itu lagi,” ungkap Arkan.
“Gue harap lo mengerti!”
“Tapi Qil, gue yakin setelah Zidan tau keberadaan lo, dia akan selalu mengusik kehidupan lo dan bisa juga mencelakakan Kakak lo,” ujar Arkan.
Shaqilea terlihat berpikir, mungkin ada benarnya juga ucapan dari Arkan bahkan dirinya sendiri pun tidak menjaga Kakaknya setiap waktu karena di sibukan dengan sekolah dan pekerjaan.
Suasana taman kian lama semakin sepi karena siang sudah mulai menghampiri, banyak orang yang sudah pulang kembali ke rumahnya begitu dengan Shaqilea ia akan mengajak Kakaknya kembali ke rumahnya.
Shaqilea menjamah semua taman itu dengan penglihatannya tapi ia tak dapat menemukan sang Kakak, Lovatalea.
Terdengar suara teriakan histeris dari seorang perempuan, suara yang sangat familiar di indra pendengaran Shaqilea, ya tidak salah lagi suara itu persis milik Lovatalea. Setelah meyakinkan diri bahwa itu teriakan dari sang Kakak ia pun bergegas berlari ke arah tempat suara itu berteriak.
Arkanpun mengikuti Shaqilea berlari, meskipun ia sendiri belum tau hal yang terjadi sebenarnya itu apa. “Qil lo mau kemana?” tanya Arkan.
“Kakak gue, Kakak gue dalam bahaya Ar.”
Shaqilea mengelilingi taman tersebut untuk mencari keberadaan Kakaknya tapi ia belum bisa menemukan. Ceroboh, karena Shaqilea terlalu fokus berbicara dengan Arkan hingga ia melupakan keberadaan sang Kakak.
“Qil Kakak lo dimana?”
“Gue nggak tau Ar gue juga lagi nyari, astaga tolong jangan sampai hal itu terjadi lagi,” mohon Shaqilea.
“Pergi ......” teriak seorang perempuan.
“Qil lo dengar?”
Shaqilea sejenak berhenti untuk mendengarkan sesuatu seperti yang dikatakan oleh Arkan.
“Pergi .... gue mohon pergi ... ahhhh .... jangan ganggu gue b******n ....” teriak seorang perempuan.
“Kak Lova .... ”
Shaqilea berlari ke arah sebelah Utara dan benar di sana terlihat Lovatalea yang merasa ketakutan dengan seorang laki-laki yang ingin menyentuhnya.
Shaqilea yang melihat itu langsung berlari dan menerjang laki-laki tersebut.
“Biadap! Mati aja lo b******n!” Shaqilea kembali melayangkan pukulannya.
Laki-laki itu memberontak dan menyerang Shaqilea, ia memukul bagian perut Shaqilea. Arkan maju untuk membantu Shaqilea menyerang laki-laki tersebut.
Lovatalea di tempatnya masih terus berteriak serta menangis secara histeris ketakutan.
“Qil, lebih baik lo bawa Kakak lo pulang, biar gue yang nanganin ini,” ungkap Arkan di tengah perkelahiannya.
Shaqilea pun menuruti ucapan Arkan, ia membawa Kakaknya pergi dari tempat kejadian itu. Sedangkan Arkan terus menyerang lawannya hingga babak belur di tempatnya, beruntungnya sang lawan tidak sampai pingsan di hajar abis-abisan oleh Arkan.
Setelah menghajar laki-laki itu Arkan pergi mencari Shaqilea dan Lovatalea. Arkan pikir mungkin mereka belum tentu jauh dari darinya.
Benar seperti dugaan Arkan bahwa Shaqilea dan Lovatalea masih bisa di jangkau dalam penglihatannya. Di depan sana di bawah pohon rindang, mereka duduk di bangku panjang yang sempat di duduki oleh Shaqilea dan Arkan tadi.
Shaqilea memeluk Lovatalea yang sangat ketakutan dengan amat erat, Shaqilea terlihat menahan emosi yang siap meledak, namun rasa itu tertahan dan hanya bisa ia pendam dengan sendiri.
Arkan berjalan mendekati mereka, ia merasa iba melihat temannya seperti itu. Ternyata masih begitu berat beban hidup yang di tanggungnya, Shaqilea pintar sekali menyembunyikan masalahnya kepada orang lain, berbeda dengan Lovatalea yang akan antusias berbicara dengan lepas berbagi masalahnya dengan isakan tangis yang mengiringnya.
Arkan pikir setelah mereka pindah keluar negeri kehidupan mereka akan jauh menjadi lebih baik.
Sebenarnya pindah ke luar negeri itu hanya alasan Shaqilea kepada Arkan dan teman seperguruannya untuk mengundurkan diri dari perguruan beladiri tersebut. Ia hanya pindah kota dan tinggal bersama Bibinya. Ia tidak mau lagi merepotkan Arkan terus-menerus, Arkan terlalu banyak membantunya.
Bahkan pada saat penolongan Kakaknya, Arkan turut hadir menemaninya, Arkan yang membantu membawa Lovatalea yang banyak berlumuran darah di sekujur tubuhnya ke rumah sakit, hingga rela menemani Lovatalea selama koma.
Dan Arkan hampir frustrasi mengetahui Lovatalea mengidap Androphobia yaitu gejala ketakutan pada seorang laki-laki. Dengan begitu Arkan tidak bisa lagi dekat dengan Lovatalea.
“Qil, lebih baik gue antar kalian pulang ya,” ajak Arkan.
Lovatalea melepaskan pelukannya pada sang adik. Ia melihat ke arah Arkan berada.
“Arkan,” ucap Lovatalea.
Shaqilea terperengah dengan ucapan Lovatalea, ia mengingat temannya bahkan ia tidak berteriak seperti biasanya jika ada laki-laki yang mendekat ke arahnya.
“Kamu ingat aku Lova? Iyaa aku Arkan.”
“Arkannnnn ....” Lovatalea berlari ke arah Arkan dan memeluknya.
Arkan langsung membalas pelukan Lovatalea, menyalurkan kerinduan dan kehangatan yang sudah lama tidak terjalin.
Senyum Shaqilea itu akhirnya mengembang lebar hingga deretan giginya yang berwarna putih itu terlihat sangat jelas. Shaqilea akhirnya menemukan kebahagiaan baru untuk Lovatalea yaitu Arkan.
Ia percaya Arkan orang baik, sejak Arkan di kenalkan dengan Lovatalea. Arkan begitu tulus berteman dengan sang Kakak. Bahkan Shaqilea pernah berpikir Arkan menaruh rasa pada Kakaknya.
Lovatalea pun melepas pelukannya ia menatap mata Arkan dengan begitu teduh. “Kamu kemana aja? Kenapa tidak pernah menemuiku lagi.”
“Maaf aku terlalu sibuk untuk menemuimu di luar negeri,” balas Arkan.
“Kapan aku keluar negeri? Selama ini aku tak pernah keluar negeri, aku ada disini.”
Arkan menatap Shaqilea meminta penjelasan yang sebenarnya.
“Maaf gue udah bohongin lo, sebenarnya gue hanya pindah kota aja. Gue nggak mau terus-terusan ngeropotin lo,” ungkap Shaqilea.
“Astaga Qil, kenapa harus bohong! Gunanya teman itu apa kalau nggak ngebantu?” tukas Arkan.
“Dengan lo bohongin gue kaya gini gue nggak bisa ngawasin perkembangan Kakak lo, lo keterlaluan,” lanjut Arkan.
“Kalau gitu mulai sekarang lo harus jagain dia!”
“Tanpa lo suruh pun gue bakal selalu jagain dan lindungi dia Qil.”
“Karena gue udah terlanjur sayang sama dia,” lanjut Arkan dalam batinnya.
Arkan memeluk kembali Lovatalea dan mengelus puncak kepalanya lalu mengecupnya.