Meisya menutup pintu kamar lalu menyandarkan tubuh yang tiba tiba terasa melemas, tidak terasa air mata berdesakan seolah berlomba untuk keluar membasahi pipinya. Wanita itu menatap sang putra yang masih terlelap di atas ranjang dengan posisi yang sama seperti saat ia tinggalkan tadi karena memang dirinya pergi tidak terlalu lama. Ada begitu besar rasa sedih yang ia rasakan seolah semua kata beruntung yang tadi ia berikan untuk anaknya itu hilang, ternyata masih ada saja rasa berbeda dalam hati Bu Monika untuk putranya itu. Bukan rasa marah atau kecewa hanya ras sedih saja yang ada dalam hati wanita itu, tetapi tetap saja rasanya menyakitkan. Meisya mendengar suara langkah kaki mendekat karena dirinya yang sedang bersandar pada daun pintu, wanita itu segera berpindah ke dalam kamar man