After Marriage 4

987 Words
Ikuti aja alurnya ya, yang mau peluk Freya boleh kok dari sekarang aku ijinin ;) === Daffa menggeret kopernya di loby bandara Soekarno-Hatta dengan perlahan. Ia melirik jam tangannya. Sudah siang. Tadi ia sudah mengabari istrinya bahwa ia akan pulang dan sampai ke apartmen sebentar lagi. Daffa membuka ponselnya sambil terus berjalan tanpa melihat ke sekitar. Hingga.. Bruk! "Aww sakit Mamaaa!" Isakan gadis kecil itu sukses membuat Daffa menaruh handphone di kantung celananya. Ia terlihat khawatir kala anak itu menangis kencang. Daffa menggendongnya. Anak perempuan ini masih saja menangis sembari memanggil 'Mama' 'Mama'. Suara teriakan tertahan seorang wanita menginterupsi Daffa. "Dita kamu nggapapaa sayang?" Suara wanita didepannya ini, Daffa seperti mengenalnya. Daffa memberanikan dirinya untuk menatap wanita yang sedang mengambil alih anak perempuan berumur 3 tahunan ini ke dalam gendongannya. "Caca?" Lirih Daffa. Perempuan itu menegang. Ia menatap Daffa dan seketika jantungnya hampir saja copot kala saja dia tidak ingat ada anaknya disini. *** Freya menunggu dengan cemas. Ia terlihat mondar-mandir didepan wastafel di kamar mandi. Matanya tak lepas dari gelas kecil berisi urinenya yang tadi sudah ia taruh disana. 1 menit 2 menit 3 menit Freya menutup matanya. Lalu berusaha menarik pelan pelan benda pipih panjang itu. Matanya berbinar binar ketika ia melihat garis dua berwarna merah disana. Ia membekap mulutnya dan menangis bahagia.  Tuhan, reya akan jadi seorang ibu? •||• Daffa duduk dengan gugup didepan Caca dan putrinya, Dita. Kini mereka sedang ada di Starbucks. Bukan tanpa sebab Daffa membawa mereka kemari. Daffa membawa mereka hanya karna ia merasa bersalah karna sudah membuat putri Caca menangis seperti tadi. Daffa masih memperhatikan Caca. Wanita itu semakin dewasa dengan dress selutut tanpa lengan berwarna hitam dan flatshoes. Penampilannya seperti menghipnotis Daffa dengan sesaat. Tapi ketika bayangan istrinya muncul begitu saja di kepalanya, Daffa mengusap dadanya dan beristigfar. "Astagfirullah!" Kata Daffa pelan. Yang sialnya masih bisa terdengar oleh Caca. "Kenapa?" Daffa mengerjapkan matanya. Lalu menggeleng. "Ngga kok ngga papa. Itu anak kamu?" Caca mengangguk. Lalu mengusap kepala anaknya dengan sayang. "Iya. Umurnya 3 tahun." Daffa menganggukan kepalanya. Ia meminum kopinya lalu berusaha untuk bertanya kepada Dita. Oh ayolah, Daffa tidak ingin dianggap om-om sombong oleh anak perempuan menggemaskan itu. "Kamu kesini ngapain?" "Nnng, nggak ga ngapa-ngapain. Aku ajak Dita main aja tadi," kata Caca dengan senyuman di bibirnya. Daffa menatap manik mata Caca. Perempuan ini tidak berbeda. Sama seperti Caca yang dulu. Mungkin yang berbeda hanyalah usia, dan gaya berpakaiannya saja. "Suami kamu, mana?" Caca menatap Daffa. Lalu mengusap rambut anaknya. "Aku udah berakhir sama Galen," Daffa terkejut. Tentu saja, siapa yang tidak terkejut mendengar berita perpisahan seperti itu. Daffa mendekatkan wajahnya untuk menatap mata Caca lebih dalam. Berusaha menyelami netra coklat tua itu. Ah, rasanya masih sama. Tring! Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Daffa langsung membukanya. Ternyata dari istri cantiknya. Love Aa udah sampe manaa? Re kangennnn, cepet pulang yaah.  Aa?  Bawain aku es pisang ijo ya, nanti malem aku kasih deh, hehehe! I love u! Daffa menutup applikasi w******p dan hanya me-read chat istrinya. Ia ingin segera pulang lalu memberikan es pisang hijau yang diinginkan oleh istrinya itu. Meski terdengar aneh karna setau Daffa, istrinya itu tidak suka makan es kecuali es krim vanilla dan chocolate. "Mmm.. Ca, aku duluan ya, istri aku nyariin." Daffa memasukan ponselnya ke dalam saku celana. Mencubit pipi Dita sekali lagi. "Om pulang ya, Dita. Have a nice day!" "Daffa tunggu!" Daffa berbalik, lalu memberi seulas senyuman untuk Caca. "Iya apa?" "Mmm.. boleh aku minta contact kamu? Kayanya kita udah lama banget lost contact." Daffa mengeluarkan ponselnya lagi. "Aku aja deh. Gaenak amat cewek greet duluan." Akhirnya Caca memberi Daffa nomor ponselnya. Setelah itu, Daffa berlalu dari hadapan Caca. Caca yang mendengar jika Daffa sudah menikah hanya bisa merasakan suara dari hatinya yang patah karna tahu jika Daffa sudah menikah. Tuhan.. *** Daffa membuka pintu apartmennya. Lalu mendekati Reya yang sedang tiduran di sofa sambil memijat kakinya pelan-pelan. Dengan khawatir Daffa mendekati Reya sambil membawa es pisang hijau milik wanita itu. "Sayang kamu kenapa heei?" Freya yang melihat Daffa langsung saja melompat ke pelukan Daffa. Pun Daffa segera membalas pelukan istrinya. "Kangeeennn Aa!" Freya terisak. Ia terlampau rindu terhadap suami nya ini. Daffa mengerti. Ia langsung mengusap-usap rambut Reya dan mendudukkan Reya di sofa. Daffa menyingkirkan anak rambut yang berterbangan di wajah cantik istrinya. Daffa menarik tangan Freya dan menciumnya. "Aku udah pulang kok, jangan nangis lagi ya cantik!" Freya hanya bisa mengangguk. Lalu kembali memeluk Daffa dengan erat. *** Freya menindih paha Daffa dengan kakinya. Saat ini mereka sedang duduk bersandar di kepala ranjang di kamar apartemen mereka. Iya, sejak beberapa minggu yang lalu. Daffa membeli sebuah apartemen di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Freya menjalankan jari-jarinya di d**a telanjang Daffa. Daffa sibuk mengecupi rambut Reya yang wangi. "Biii aku punya kabar buat kamu!" Freya mengerucutkan bibirnya. Lucu. Daffa menarik bibir Freya dengan gemas. "Bibirnya ngga usah maju-maju sayang. Aku bantai lagi nih nanti." "Iih kamu!" Freya menyenderkan kepalanya di d**a Daffa. Sekarang tangan wanita itu menyusuri perut datar milik Daffa. Jangan harap Daffa akan memiliki perut sixpack, karna semenjak ia menikah dengan Freya, nafsu makan pria itu semakin meningkat drastis. "Kamu seneng ngga kalo jadi ayah?" "Jelas seneng dong. Masa Aa gak seneng mau jadi ayah?" "Aa beneran?" "Iyalah sayang. Kenapa emang hhmm?" Daffa mengusap-usap lengan istrinya yang polos. Freya bangkit dari tidurnya lalu mengambil sesuatu di laci nakas. Ia menyimpannya di balik tubuhnya. "Kamu tutup mata dulu bii!" Daffa tertawa kecil pun tapi ia tetap melakukan apa yang disuruh Reya kepadanya. Freya mendekat ke arah Daffa, mengambil tangan Daffa. Freya meletakan testpack bergaris dua itu di telapak tangan Daffa. "Buka!" Daffa membuka matanya. Ia terlihat mengerutkan keningnya. Antara gugup, senang, dan entahlah nano-nano rasanya. "Sayang ini?" Tanya Daffa tidak percaya. Ia menatap istrinya. Freya tersenyum lalu menggangguk anggukan kepalanya seperti anak kecil. "Iyaa!" Detik selanjutnya, Daffa tidak bisa untuk tidak memeluk wanita yang telah menjadi istrinya ini. Alhamdulillah ya Rabb. Dunia, aku akan menjadi ayah sejak hari ini!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD