18+
Bijaklah dalam membaca
===
"Shhh.. pelaaan-pelaaan Aa," rintih wanita yang ada dibawahnya. Pria itu tersenyum lembut lalu memelankan sedikit tempo maju-mundurnya.
Pria itu, Daffa, menatap istrinya yang sedang memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya.
Err seksi, -daffa
Suara ketukan pintu menyadarkan Freya dan Daffa dari aksi gulat pagi itu. Samar-samar Reya mendengar suara ibu mertuanya dari luar.
Freya mendorong pelan d**a Daffa. "Ada bunda sayangg." Daffa tidak menjawab ia malah melumat bibir Reya sambil terus memaju-mundurkan kejantanan nya dibawah sana.
"Ahhh..." Desah nikmat keduanya ketika sama-sama berhasil mendaki puncak kenikmatan. Daffa ambruk di atas Reya. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher wanita itu. Mengecupnya dalam-dalam. Leher istrinya selalu wangi, dan Daffa sudah seperti kecanduan dengan wangi istrinya ini.
Freya mengusap rambut lebat Daffa. Lalu menciumnya. "Bangun dulu sayang, beraat.."
Daffa yang sadar langsung bangun, mencium kening Freya. "Makasih yaa, u're the best!"
"Iyaa sama-samaa,"
"Kamu mau mandi dulu?"
Freya menggeleng. Lalu memakai pakaiannya kembali. Wanita itu membenarkan rambutnya lalu mencepolnya ke atas. "Kamu mau mandi dulu emang?"
Daffa terlihat menimbang-nimbang sebentar. Lalu bangkit dari ranjang dan memeluk Reya. "Nanti aja sama kamu,"
"Genit!"
Daffa tertawa. Sesederhana itu ternyata.
"Daffa! Reyaaa!"
Suara bundanya kembali terdengar. Membuat Reya buru-buru berjalan ke arah pintu dan memutar knop pintu.
"Kalian baru bangun ya?" Tanya Nara penuh selidik. Wanita yang masih tetap cantik diumur nya yang tidak lagi muda itu memperhatikan Reya dari atas sampai ke bawah.
Oh..
Freya cengar-cengir. Ia hanya bisa memegang ujung daster miliknya. "Iya bunda. Maaaf ya.."
Nara tersenyum maklum lalu mengusap bahu Reya. Ah menantunya ini cantik sekali.
"Yaudah gih mandi dulu kamu, bunda tunggu dibawah ya..."
Nara memberi senyuman manis sekali lagi sebelum ia turun untuk ke meja makan. Reya menutup pintu kamarnya dan menatap garang Daffa yang sedang cengar-cengir di pinggiran ranjang.
"Ngga usah cengar-cengir kamunya! Malu aku ditanya gitu sama bunda.."
Daffa mendekati Reya lalu membawa wanita itu ke pelukannya. "Maaf donggg, masa marah sih?"
"Bodo! Nanti malem ngga ada ya!"
Dan Daffa hanya bisa menghela napas pasrah. Istrinya sedang dalam mode ngambek. Maka Daffa hanya iya-iya saja agar cepat.
***
Daffa dan Reya turun dari atas dengan keadaan yang sudah fresh. Di meja makan ada Nara, dan Rayyan saja. Raka sudah berangkat ke kantor tadi pagi, sedangkan Diffa sudah berangkat ke klinik kecantikan miliknya.
"Yang penganten baru beda ye A!" Kata Rayyan sembari memakai jaket hitamnya. Daffa memperhatikannya sambil menjitak kepala sang adik.
"Sembarangan amat kalo ngomong! Dasar alien!"
Rayyan cengar-cengir. Lalu berbisik ke telinga Daffa. "Gimana ka Reya? KO ga lo sama dia?"
Daffa meminting kepala Rayyan. "Masih kecil kaga boleh omongin ranjang."
"Yeu sa ae luh kutil badak!"
Rayyan akhirnya menggendong tas biru dongkernya lalu menyalimi Nara dan Reya. Didepan Reya, Rayyan sengaja berlama-lama berjabat tangan bersama kakak iparnya itu. Daffa yang melihatnya menjadi panas.
"Udah-udah lepass!" sewot Daffa. Freya tersenyum kecil, ia juga berinisiatif untuk iseng kepada Daffa.
Freya tidak melepaskan tangannya dari tangan Rayyan. Membuat Daffa akhirnya yang melepas jabatan itu. Daffa memicingkan matanya ke Rayyan. Membuat adiknya itu lari terbirit-b***t.
"Gua ambil ducati lo baru tau rasa anjeng!" Teriak Daffa.
***
Daffa mendorong troli itu pelan-pelan mengikuti pergerakan istrinya. Daffa sejujurnya sangat booring sekarang. Oh ayolah, menemani perempuan belanja itu sangat membosankan. Freya datang ke arahnya sambil membawa dua buah kapas kecantikan dengan merk yang berbeda.
"Pilih yang mana sayang?" Tanya Reya. Daffa mengambil satu dari dua buah kapas itu dan membacanya. Sejujurnya Daffa ngga ngerti, tapi demi membahagiakan istrinya Daffa rela seperti orang bego yang pura-pura mengerti.
"Yang ini aja nih, kamu biasa pake yang ini kan?"
Freya mengangguk. Lalu memasukan kapas itu ke dalam troli. Lalu tubuh mungilnya berjalan lagi ke arah rak bagian peralatan mandi bayi. Reya mengambil minyak telon dengan ukuran besar. Jangan tanya barang itu milik siapa, karna jawabannya adalah dirinya sendiri.
Daffa sangat menyukai Reya memakai minyak telon. Apalagi di sekitar leher. Aaah, Daffa jadi rindu Reya lagi.
Jujur saja, sejak menikah pikiran Daffa menjadi kotor dan tidak terkontrol. Kerap ketika ia sedang mengudara pun ia masih sempat-sempatnya memikirkan tempat sempit itu.
"Daffa?"
"Ah iya? Udah selesai yang?"
Freya mengangguk. Lalu menatap penuh selidik ke arah suaminya. "Mikir apa sih kamu? Jorok ya?!" Tebaknya.
Telak. Wajah Daffa semerah tomat sekarang. Sial.
***
"Kamu besok berangkat jam berapaa?" Tanya Reya kepada Daffa yang sedang memakai bajunya didepan lemari. Wanita itu sedang membereskan baju-baju Daffa dan menyusunnya dengan rapih di koper.
Daffa memakai celana tidur panjangnya lalu membiarkan d**a nya tidak tertutupi apapun. "Jam 4 kayanya. Aku ada flight jam 6,"
Freya mengangguk paham. Lalu menyiapkan seragam yang akan dipakai suaminya besok pagi. Setelah selesai Freya pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
"Sini re!"
Daffa menepuk ranjang disebelahnya. Setengah badannya sudah ia tenggelamkan didalam selimut putih ini. "Iya sebentar ya!" katanya.
Freya mengganti kausnya dengan lingerie bertali spaghetti. Daffa memperhatikannya. Ah Daffa ingat, ia akan bertemu dengan istrinya ini seminggu lagi. Itu artinya?
Daffa buru-buru menarik Freya untuk masuk ke dalam selimut bersamanya. "Sayaang kenapaaa hhm?"
Suara Freya yang lembut terdengar menggoda ditelinga Daffa. Lelaki itu menatap Freya dengan tatapan yang err.
"Yuk."
Freya mengerutkan alisnya. "Hah? Yuk apaa? Bobo?"
"Bukaaan, ish kamu!"
Daffa menenggelamkan wajahnya di d**a Freya. Ia memeluk erat pinggang istrinya lalu mencium perutnya. "Biar dedek cepet adaaaa. Yuk?"
Freya mengusap-usap rambut Daffa lalu menciumnya. "Kamu kan besok harus berangkat pagi. Ini aja udah jam 10 lho. Kalo besok telat gimana?"
"Ngga bakalaaan. Aku janji cuma sekali aja.."
Melihat wajah memohon Daffa membuat Freya tidak tega. Meski sebenarnya ia sangat capek, tapi biarlah.
Akhirnya Freya menangkup pipi Daffa dan mencium bibirnya. Setelahnya, hanya merekalah yang tahu.
Ah. Daffa, Daffa. Pengantin baru memang seperti itu, ya?