After Marriage 10

788 Words
-Namanya juga cinta pertama, jelas susah dilupainnya.- === Harum yang menguar dari roti dan secangkir kopi yang ada di meja bundar kecil ini terasa sangat menyengat di Indra penciuman dua manusia berbeda jenis kelamin di caffe ini. Perempuan ber-netra coklat itu menatap ke arah laki-laki yang duduk didepannya. Caca, perempuan itu menatap Daffa yang terdiam. Entah ada angin apa, lelaki itu mengajaknya ke caffe. "Ada apa kamu ajak aku kesini?" Tanya Caca. "Enggak. Aku cuma-" "Kangen?" Caca mengulum senyum genit. Daffa diam. Ia tidak menjawab iya dan tidak juga menjawab tidak. Caca menatap lelaki itu. Daffa, lelaki itu datang ke cafe ini menggunakan kaus hitam dan celana jeans panjang. Sepatu Vans oldskool menjadi alasnya. Jika dilihat-lihat Daffa masih cocok untuk menjadi anak SMA ketimbang sudah mempunyai istri dan mempunyai anak. Daffa menatap Caca. Perempuan yang ada di hadapannya sangat cantik siang ini. Ah tidak, ralat. Caca memang selalu cantik. Dari dulu perempuan itu sudah tampak mempesona. "Kalo ngga ada tujuan kamu ngga kan ngajak aku kesini kan?" Daffa mengangguk, "tapi-" "Tapi apa Daffa?" Daffa menarik napas. Ia memejamkan matanya sebentar lalu menatap netra coklat milik Caca lagi. "Kamu bener. Aku kesini karna aku kangen." *** Freya berdiri sambil mengelus perutnya yang sedikit buncit dengan perlahan. Masih dengan memegang remot televisi ditangannya, Reya membuka pintu apartemen. Reya sedikit menautkan alisnya ketika melihat Rifki, Bani, Kakha, dan Ilham ada di depan apartemennya sambil membawa tentengan yang Reya sendiri tidak tau dalamnya apa. "Hai Re!" Sapa kakha. Reya tersenyum lalu menyuruh mereka masuk ke dalam. Freya pergi ke dapur lalu mengambil 4 gelas kaca berukuran sedang dan satu teko air dingin. "Maaf ya cuma air dingin," Mereka berempat memaklumi. "Daffa nya ada?" Freya mengernyitkan keningnya. Tadi suaminya izin pergi untuk menemui teman-teman SMA nya, tapi? "Loh sebentar-sebentar bukannya kalian mau kumpul?" Rifki, Bani, Kakha, dan Ilham saling berpandangan lalu mereka serempak menggeleng. "Ngga ada ah re. Kita aja di ngartisin mulu ama si dapul!" Freya kaget. Jelas saja, tadi suaminya meminta izin pergi untuk menemui mereka. Tapi ketika teman-teman suaminya kemari Freya malah mendapat fakta baru. Jika memang Daffa tidak bertemu dengannya, maka Daffa berbohong. Aa.. *** Daffa tertawa ketika Caca membahas soal bagaimana kejadian helm di parkiran waktu itu. Daffa tidak menyangka jika dulu ia terlalu receh. Caca juga tertawa. Perempuan itu bahagia karna akhirnya ia dengan Daffa, bisa mengobrol seperti ini bersama lelaki yang dicintainya itu. "Jadi dulu kamu itu receh bangett. Nakal lagi, suka berantem!" Kata caca Daffa tertawa lagi. Lalu menyeruput kopi hangat miliknya. "Tapi dulu-dulu kamu mau sama aku kan?" "Hahaha iya sih. Kenapa ya?" "Mau tau?" "Apa emang?" Daffa mendekatkan wajahnya di telinga Caca, "karna aku ganteng!" Daffa mengacak rambut Caca hingga membuat sang empunya rambut jadi kesal sendiri. "Daffa bangke!" *** Freya menarik napas lalu mengusap air matanya. Ia mengerucutkan bibirnya. Sebal dan takut dirasakannya. Entah bawaan bayinya atau karna mendengar pengakuan teman-teman SMA nya tadi. Freya duduk di pinggiran ranjang sembari memegang pinggangnya yang terkadang sakit karna kehamilannya. Freya menarik laci nakas lalu mengambil sebotol minyak kayu putih. Perempuan itu menaruh minyak kayu putih nya di telapak tangan lalu mengusapkannya ke pinggangnya yang sakit. "Shh.. ya Allah!" Freya mengambil ponselnya, lalu melihat story w******p suaminya. Freya memperhatikan foto itu dengan seksama. Difoto itu hanya ada meja bundar dengan satu gelas kopi dan segelas matcha. Foto yang memakai effect bmw itu memenuhi kepala Reya. "Sejak kapan kamu suka matcha A?" Tanyanya lirih. Freya membuka profile Daffa, lalu memilih ikon chat kepada suaminya. Reya Aa pulang :( Aku kangen :( 1 menit. 2 menit. Hingga di menit ke 5 tapi tetap saja Daffa tidak me-read chattnya. Lelaki itu tidak pernah se-lama ini dalam membalas pesannya. Reya menarik napas, lalu setitik air matanya jatuh lagi. "Re manja banget si lo!" Kata Reya ke dirinya sendiri. *** Daffa mengantar Caca sampai ke rumahnya. Lelaki itu menunggu Caca turun. Caca melepas seat belt lalu menoleh ke arah Daffa. "Aku duluan ya. Thanks buat tumpangannya mantan!" Daffa tertawa lalu mengacak rambut Caca. "Sama-sama ntan!" *** Daffa memasuki apartemennya. Tidak ada Reya di sofa. Daffa buru-buru ke kamar. Jantungnya hampir saja copot kala ia melihat Freya menangis di pinggiran ranjang. "Sayang kamu kenapa nangis?" Tanya Daffa panik. Freya menggeleng lalu mengusap pinggangnya. "Nggak kok, aku cuma sakit aja pinggang nya." Freya menarik ingus nya. Daffa memegang pinggang Reya lalu mengusap nya perlahan. Berusaha memberi ketenangan kepada istrinya. Bukan semakin membaik, tangis Reya justru makin kencang. Daffa segera menarik Freya ke dadanya. Daffa menciumi rambut Freya. "Sayang heei ada apaa?" Freya menggeleng. Perempuan itu membalas pelukan Daffa tidak kalah erat. Meski sejujurnya Reya takut dan kecewa karna Daffa berbohong kepadanya. "Reya sayang aa.." lirih Reya. Daffa menatap punggung istrinya yang berada dalam dadanya yang bidang. "Aa sayang Re juga kok." *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD