PART. 10 MENCARI TAHU

1043 Words
Sampai di ruang makan, Steve membopong Ria untuk dipindahkan ke atas kursi makan. Bik Asih sudah menyiapkan makan malam di atas meja. "Silakan makan, Tuan dan Nyonya." "Terima kasih, Bik." Sahutan Steve membuat Bik Asih terpana. Selama bekerja di keluarga Farid, baru kali ini mendengar ucapan terima kasih dari Steve. "Bik!" Steve menatap Bik Asih. "Oh maaf, Tuan." Bik Asih terkejut. Bik Asih tersadar dari rasa terpana. Sebuah kejutan tak terduga. Steve mengucapkan terima kasih kepadanya. "Ingin ikut makan di sini?" Tanya Steve, karena Bik Asih masih berdiri di tempat yang sama. "Tidak, Tuan. Terima kasih. Saya permisi." Bik Asih melangkah masuk ke dalam dapur. "Bagaimana sikapku sebelumnya kepada para pembantu?" Steve menatap Ria yang tengah menyiapkan isi piring. "Sering berteriak, memaki sesuka hati." Ria menjawab dengan apa adanya. Seperti itulah sikap Steve selama ini. Jawaban Ria mengejutkan Steve. Steve menghembuskan nafas dalam. Steve semakin yakin, Steve yang asli angkuh dan keras kepala. "Aku berharap masih mempunyai waktu untuk memperbaiki diri. Aku tidak ingin mati dalam keadaan berdosa. Aku ingin memenuhi harapan orang tua. Juga memenuhi harapan kamu sebagai istri." Ucapan itu sepenuh hati dari dalam diri Steve. "Harapanku cuma satu. Semoga kamu tidak berubah lagi setelah berhenti amnesia." Itu yang sangat diharapkan oleh Ria. Ada keraguan bagi ria dalam menyerahkan diri pada Steve. Bagaimana kalau Steve berubah seperti semula. Sering menghina dan memakinya. Ria berusaha tidak sakit hati mendengarnya. Tapi itu sulit dilakukan. Rasa sakit itu tetap hadir di dalam hati. "Semoga. Hm, ceritakan tentang keluargamu." Steve ingin mendengar cerita tentang keluarga Ria. "Aku tidak biasa makan sambil bicara." Ria menolak untuk bercerita di saat sedang makan. "Apakah malam ini kamu masih bekerja?" Tanya Steve. "Ya." "Bekerja sampai jam berapa?" Steve bertanya lagi setelah mengunyah makanannya. Ria tidak langsung menjawab, karena harus mengunyah makanannya dulu. "Jam sepuluh malam," jawab Ria. Ria memang membiasakan diri, mengatur jam kerjanya. Jangan sampai lolos perhitungan target dalam satu bulan. Karena itu sangat mempengaruhi penghasilannya. Penghasilan yang cukup besar sebagai penulis online yang bergaji dolar Amerika. Ria tidak menyangka, kesenangannya akan menulis bisa menghasilkan uang yang lumayan besar. Dalam perasaan apapun, tidak mengganggu konsentrasinya dalam menulis. Ria sangat bersyukur akan hal itu. "Apakah seperti itu terus setiap malam?" Steve ingin lebih tahu tentang pekerjaan Ria. "Iya." "Berarti setelah jam sepuluh kamu bebas dari bekerja. Aku ingin mendengar ceritamu tentang keluargamu. Setelah jam sepuluh nanti aku datang ke kamarmu," janji Steve pada Ria. "Oh." Ria tidak tahu harus bicara apa. Ria tahu mereka tidak mungkin bercinta untuk beberapa hari ini. Tapi setelah itu, Ria tidak tahu apa yang akan terjadi. Selain merasa takut, sikap Steve kembali seperti semula lagi, Ria juga takut pada tantenya. Sebelum kecelakaan, Ria yakin tantenya dan Steve memiliki hubungan. Dari tatapan mata mereka, Ria merasakan itu. Itu salah satu yang membuatnya cemas. Cemas kalau tantenya mengamuk jika tahu Steve tidur dengannya. Meski tidak mungkin mengamuk di hadapan keluarga. Tapi pasti mengamuk lewat ponsel. Ria tahu bagaimana kalau tantenya mengamuk. Meski setelah tinggal di rumah ini tantenya tidak pernah mengamuk berhadapan secara langsung, tapi masih bisa marah lewat ponsel. Tantenya segan untuk marah di hadapan ART. Takut dilaporkan pada Stella. Karena Stella sudah berjanji akan menjadi pelindung Ria. Ria tidak berani mengadukan sikap buruk tantenya pada mertuanya. Selama ini Ria menerima saja apa yang dilakukan dan diucapkan tantenya. "Apa yang kamu lamun kan?" Tanya Steve seraya menatap wajah Ria yang tampak tidak tenang. Ada gurat gelisah di raut wajahnya. "Oh. Tidak ada." Ria menggelengkan kepala. Ria tidak ingin bercerita tentang tantenya kepada Steve. "Apa menulis n****+ membuat kamu sering melamun?" Steve masih menatap wajah Ria. Wajah cantik dan lembut. Sangat berbeda dengan wajah Ine yang dalam pandangan Steve terlihat jarang. Ine kentara sekali orang yang judes dan ketus. Steve merasa bingung kenapa ibunya mengatakan, kalau Ine cantik sekali. Menurut Steve, ibu dan mamanya lebih cantik. "Tidak." Kepala Ria menggeleng. "Aku jadi penasaran ingin membaca n****+ tulisan kamu." "Tidak ada yang istimewa, biasa saja." Ria merasa segan, Steve membaca n****+ tulisannya. Bagi Ria, n****+ tulisannya biasa saja. Tentang drama rumah tangga dan cinta. "Istimewa atau tidak. Bagus atau tidak. Kamu harus bangga dengan karyamu. Karena itu buah pikiran kamu." "Iya." "Ya sudah. Kita makan dulu." Steve berhenti bicara karena Ria mengatakan tidak terbiasa makan sambil bicara. Sebenarnya Steve ingin mencari tahu tentang Ine lewat cerita Ria. Setelah selesai makan, mereka masuk ke kamar masing-masing. Di rumah Stella. Farid dan Stella baru saja selesai mandi setelah ronde kedua. Stella masuk ke dapur untuk membuatkan makan suaminya. Sebisa mungkin Stella memasak sendiri untuk makan malam suaminya. Stella yakin, apa yang ia masak, dan dinikmati suaminya akan menjaga cinta mereka. Meski cinta Farid bukan hanya untuknya. Sementara Stella di dapur. Farid bicara di telepon dengan seseorang. ART di rumahnya sudah tahu apa yang harus di lakukan jika ada Tuan Besar mereka. Stella menata sendiri makanan olahannya di atas meja. Farid selesai menelepon langsung duduk di kursi makan. Stella menghidangkan di piring untuk Farid. Farid menyuap makanan di piring. "Belum ada yang bisa menyaingi masakan olahan kamu." Farid memuji masakan istrinya. "Terima kasih, Abang." Stella duduk di samping Farid. "Bagaimana usaha kamu? Apakah ada kesulitan?" Tanya Farid. Saat makan adalah waktu mereka berbincang tentang apa saja. Karena waktu mereka memang tidak banyak untuk bersama. "Semua berjalan lancar. Minggu depan aku minta ijin pergi ke Singapur. Untuk melihat restoran dan toko kue di sana." "Pergi berapa hari?" "Tiga hari." "Tanggal berapa?" "Tanggal 10,11,12. Tanggal 13 pulang." "Pergi dengan siapa?" "Rencanaku ingin mengajak Ria." "Kenapa tidak mengajak aku?" "Memangnya Abang punya waktu?" "Aku ingin datang ke hotel di sana." "Kalau begitu aku tidak jadi mengajak Ria." "Biar Ria nanti pergi dengan Steve. Sejak menikah mereka belum pergi bulan madu." "Jangankan bulan madu, resepsi saja belum." "Steve tidak ingin resepsi. Aku tahu dia terpaksa menikah dengan Ria karena perintahku. Aku berharap dengan berjalannya waktu, Steve bisa luluh terhadap Ria." "Aku senang melihat perubahannya yang sekarang." "Jangan terlalu senang. Dia hanya amnesia sementara. Kita harus siap jika dia sadar kembali. Mungkin saja dia balik lagi seperti sebelum amnesia." "Kalau itu terjadi. Aku kasihan kepada Ria. Apa kita biarkan Steve menyakiti Ria?" "Kita lihat saja. Kalau Ria meminta untuk berpisah dengan Steve karena tidak tahan dengan sikap Steve, akan aku kabulkan permintaannya." Janji Farid membuat hati Stella bimbang. Stella sudah jatuh sayang kepada menantunya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD