PART. 2 STELLA SANDERS

815 Words
Steve termangu mendengar cerita Stella. Steve tidak tahu tipe orang seperti apa pemilik tubuh ini. Steve memang lupa akan dirinya, tapi merasa yakin kalau dirinya orang yang sopan dan rendah hati. "Setelah aku sembuh. Apa yang kedua Ibu inginkan dariku?" Tanya Steve kepada kedua ibu. Stella dan Indri saling tatap. Tidak menyangka Steve akan bertanya seperti itu. Selama ini Steve mengatakan kalau ia tidak ingin diperintah. "Apakah ini karena kamu sedang amnesia, sehingga bisa bertanya seperti ini?" Stella menatap putranya. Merasa tidak percaya dengan pendengarannya. Suara Steve juga terdengar lembut, tidak kasar seperti biasanya. "Aku tidak tahu. Tapi tadi Ibu mengatakan, aku tidak pernah mau menuruti apa yang Ibu inginkan." Jawaban itu memang yang sebenarnya. Steve hanya ingin tahu, apa yang ibunya inginkan dari dirinya. "Apakah kamu akan menuruti keinginan Ibu?" Tanya Stella. Tatapannya masih setengah tidak percaya dengan ucapan Steve. "Aku lupa seperti apa diriku. Aku lupa bagaimana sikap dan sifatku. Aku hanya ingin membahagiakan Ibu," tutur Steve dengan suara pelan. Stella dan Indri kembali saling tatap. Mereka tidak menyangka amnesia bisa merubah sikap Steve seperti ini. "Berbuat baiklah kepada istrimu. Perlakukan dia sebagaimana istri yang sesungguhnya. Jangan abaikan dia, sayangi dan cintai dia. Berhenti berbuat dosa." Itu permintaan Stella. Stella tidak ingin melihat menantunya terus menderita. Meski saat ini belum ada cinta di antara mereka, paling tidak Steve harus bisa memperhatikan istrinya. Karena istrinya adalah tanggung jawab Steve. "Berhenti berbuat dosa itu maksudnya apa? Dosa apa yang aku perbuat?" Dosa seperti apa yang sudah diperbuat oleh tubuh ini, membuat Steve bingung dan penasaran. Stella dan Indri saling tatap. "Setiap hari kamu berbuat dosa. Bermain wanita di mana saja. Melakukan zina adalah kebiasaan kamu. Kami selalu memperingatkan kamu agar jangan melakukan itu. Tapi kamu menolak, dosamu adalah milikmu. Kamu persis seperti ayahmu. Tapi ayahmu, menikahi wanita yang diinginkannya. Walau hanya nikah siri. Setelah bosan akan ayahmu ceraikan. Hanya kami bertiga yang dinikahi secara sah." Stella menceritakan apa yang dilakukan oleh Steve dan ayahnya. "Apa!?" Mata Steve terbuka lebar. Ia tidak menyangka dirinya seperti itu. Walau ia tidak ingat dirinya yang asli seperti apa, tapi ia yakin dirinya tidak sebejat itu. "Ibu ingin perlahan kamu berubah lebih baik lagi. Hidup hanya sekali, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Ibu tidak ingin kamu terus berbuat dosa. Berhentilah sebelum terlambat." Mohon Stella pada putranya. "Oh. Kepalaku sakit. Aku ingin istirahat." "Baiklah. Hal ini kita bicarakan nanti. Sekarang fokus pada penyembuhan kamu dulu. Lingga, asisten pribadi kamu yang akan menemanimu," ucap Stella. "Lingga? Asisten pribadi?" Steve tidak tahu siapa Lingga. "Iya. Lingga sudah 10 tahun bekerja dengan kamu. Kamu masuk ke perusahaan ayahmu. Dia yang menemani kamu selama ini." Stella menjelaskan tentang Lingga. "Dia ada di luar. Kami bertiga harus pulang sekarang. Baik-baik ya Steve. Semoga lekas sembuh." "Saya pulang." Dengan ragu Ria mengambil telapak tangan Steve. Setelah yakin Steve tidak marah kepadanya, barulah Ria mencium punggung tangan Steve. "Ibu. Aku ingin mencium punggung tangan Ibu berdua." Panggilan Steve mengejutkan kedua ibunya. Sudah sekian lama Steve tidak mencium punggung tangan mereka. Kedua ibu mendekat ke ranjang Steve. Steve meraih telapak tangan Stella. Dicium punggung tangan ibunya. "Maafkan aku, Bu. Pasti selama ini aku sudah banyak melukai hati Ibu." Steve berkata dengan setulus hati. Stella terharu mendengar permintaan maaf dari putranya. Stella memeluk tubuh Steve. "Ibu selalu memaafkan kamu, Steve. Ibu berharap kamu bisa berubah lebih baik." Stella melepas pelukannya. Lalu memegang wajah Steve dengan kedua telapak tangannya. "Terima kasih, Ibu." Stella melepaskan wajah Steve. Kemudian Steve meraih telapak tangan ibu tirinya. "Ibu." "Kamu biasanya memanggil aku mama." "Mama. Maafkan semua kesalahanku." "Pintu hatiku selalu terbuka untukmu." Indri terharu dan meneteskan air mata bahagia. Meski belum pasti apakah Steve akan berubah, atau tidak. Tapi permintaan maaf Steve memberikan harapan untuk perubahan sikap Steve. "Kami pulang dulu." "Iya." Tiga orang wanita itu ke luar dari dalam ruangan. Seorang pria tinggi dengan wajah tampan masuk ke dalam ruangan. "Syukurlah, Tuan sudah sadar." "Aku amnesia. Tidak ingat apa-apa. Bisakah kita berkenalan lagi?" Steve mengulurkan tangannya pada Lingga. Steve berpikir usia Lingga pasti jauh lebih tua darinya. "Saya Lingga Rahman. Usia saya 43 tahun. Saya duda tanpa anak. Lima belas tahun lalu awal saya bekerja sebagai staf di perusahaan Tuan Farid. Kemudian sepuluh tahun lalu saat Tuan Steve masuk ke perusahaan, Tuan Farid meminta saya menjadi asisten Tuan, sampai saat ini." "Sudah berapa lama kamu menjadi duda?" "Sudah sepuluh tahun. Dua bulan sebelum saya menjadi asisten Tuan, saya bercerai, setelah tujuh tahun menikah." "Kenapa tidak menikah lagi?" "Saya tidak ingin membuat orang kecewa." "Apa maksudnya?" "Saya mandul.* "Oh. Maafkan saya." Lingga terkejut mendengar permintaan maaf dari Steve. Sesuatu yang selama sepuluh tahun ini tidak pernah Lingga dengar keluar dari mulut Steve. "Aku ingin istirahat." "Silakan, Tuan." Lingga membantu menutupi tubuh Steve dengan selimut. "Terima kasih." "Sama-sama, Tuan." Lingga merasa terharu, mendengar ucapan terima kasih dari Steve. Ucapan yang belum pernah ia dengar keluar dari mulut Steve selama sepuluh tahun ini. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD