PART. 6 MEMPERBAIKI HUBUNGAN

1015 Words
Steve menatap Ine. "Terima kasih. Lebih baik saya ditemani istri. Karena ibu ingin saya bisa cepat punya anak. Jadi kalian semua bisa segera punya cucu." Steve sengaja mengucapkan itu, untuk tahu reaksi Ine. Ine menatapnya dengan pandangan tajam, tapi tidak berkata apa-apa. "Ayah setuju kamu cepat punya anak. Kurangi sedikit menggoda wanita di luar sana. Jangan seperti Ayah. Ibumu ingin memiliki cucu dari istri sah, bukan dari wanita di luar sana." Farid menatap wajah putranya yang sangat mirip dirinya. Farid merasa ada perubahan pada putranya. Cara bicara, tatapan mata, gestur tubuhnya sangat berbeda dengan Steve yang dulu. Steve terasa bukan Steve lagi. "Ayah berharap setelah libur beberapa hari kamu kembali masuk kantor. Mungkin kamu perlu bimbingan, karena kamu lupa segalanya. Lingga nanti yang akan membimbing kamu. Kamu harus fokus belajar mulai dari awal lagi. Jangan hanya bersenang-senang saja. Pikirkan juga tentang jalannya perusahaan kita." Farid sadar Steve adalah pewarisnya. Steve harus kembali dilatih ulang, agar mulai bisa menguasai kerajaan bisnis mereka. "Baik, Ayah. Aku berjanji akan belajar mulai dari awal lagi. Semoga aku tidak mengecewakan Ayah dan Ibu." Janji yang diucapkan Steve dari dasar hatinya. Bukan hanya basa basi. Bagi Steve ini adalah pengalaman baru. Mengurus kerajaan bisnis tentu berbeda dengan mengurus usahanya di kampung. "Kamu seperti bukan Steve. Cara bicaramu terlalu sopan. Tatapan mata kamu terlalu lembut. Aku tidak melihat Steve dalam dirimu." Ine terlihat tidak suka dengan Steve yang sekarang. "Ine, Steve sedang. amnesia. Tidak usah dibahas lagi perubahan yang ada pada dirinya. Aku justru merasa senang, Dia terlihat lebih baik dari sebelumnya." Stella menatap Ine, yang terlalu memperlihatkan tidak suka dengan perubahan yang ada pada Steve. "Kita tidak tahu. Apakah nanti saat dia kembali dari amnesia. Akan kembali seperti Steve yang lama. Aku berdoa semoga saja Steve begini selamanya." Indri ikut mendukung Stella. "Aamiin." Hanya Steve dan Ria yang mengucap kata amin. "Sudahlah. Kita semua sudah selesai makan. Sebaiknya kita pulang. Aku ingin ke rumah kamu, Stella." Farid menatap Stella. "Baiklah." Semua berdiri dari duduk. "Kami pulang, Steve." "Iya." Steve dan Ria mengantarkan. Mereka sampai depan pintu. Stella dan Indri berjalan berdua di belakang Farid yang digandeng mesra Ine. "Kita harus bicara." Steve menutup pintu. "Iya." Ria hanya menjawab pelan. Steve mendorong kursi rodanya. Ria pikir tadinya Steve baik kepadanya hanya karena di depan orang tua saja. Ternyata setelah orang tua pulang, Steve masih mau mendorong kursi rodanya. Steve membawa Ria masuk ke dalam kamarnya. Steve menutup dan mengunci pintu. Steve duduk di sofa, Ria tetap di atas kursi roda. "Jawab semua pertanyaan ku dengan jujur." Tatapan Steve tertuju ke mata Ria. Ria benar-benar tatapan yang berbeda. Steve biasa menatapnya dengan tajam, tapi kali ini tatapannya lembut. "Iya." Ine menganggukkan kepala. "Pertama dari Ine dulu. Benar dia tantemu?" Tanya Steve, karena kurang yakin. Ine dan Ria sangat jauh berbeda, seperti tidak ada hubungan darah di antara mereka. "Iya. Dia saudara tiri ibuku." Jawaban Ria menjawab keraguan Steve akan hubungan darah antara Ine dan Ria. Ternyata Ine saudara tiri ibunya Ria. "Saudara tiri?" Steve mengernyitkan keningnya. "Iya. Kakekku menikah dengan ibunya Tante Ine, sama-sama membawa anak. Tante Ine dan ibuku." Keterangan lebih jelas diberikan oleh Ria tentang hubungan ibunya dengan Ine. "Dari umur berapa?" Steve semakin penasaran dengan keluarga Ria. Tepatnya penasaran dengan Ine. "Yang aku tahu dari SD. Selisih umur mereka lima tahun lebih tua ibuku." Cerita Ria tentang ibunya. "Tante Ine sebelum menikah dengan Pak Farid, eh ayahku, apakah tinggal di rumahmu?" Tanya Steve ingin tahu. "Rumah kedua orang tuaku. Kedua orang tuaku sudah meninggal sebelum Tante Ine menikah dengan ayah." "Apakah sikapnya baik kepadamu?" Ria tidak langsung menjawab. Ria tampak ragu dalam menjawab. "Ya." Ria menganggukkan kepala. Steve meragukan jawaban itu. Karena Ine tampak tidak suka, saat Steve memberikan perhatian kepada Ria. "Kamu ragu menjawab ya. Katakan yang sejujurnya." Desak Steve. Steve ingin tahu yang sebenarnya. "Sebagai Tante dia cukup baik." Jawab Ria. "Apakah dia memberikan hak kamu sebagai keponakannya?" Tanya Steve lagi. "Iya." Ria kembali menganggukkan kepala. "Apakah dia tahu kamu dapat gaji dari menulis?" Steve terus bertanya. "Iya." Ria menjawab pelan. "Setelah ayah kamu meninggal, apakah dia yang membiayai kamu kuliah?" Pertanyaan berikutnya dari Steve. Ria tidak langsung menjawab. Ria terdiam, karena Ria kuliah dengan biaya sendiri. Penghasilannya sebagai penulis ekslusif cukup tinggi. Sang Tante tidak peduli dengan dirinya. Itu membuat Ria bisa mengatur keuangannya. Tantenya terlalu sibuk tebar pesona pada pria. "Ria, kamu belum menjawab pertanyaan ku." Steve menatap ke dalam mata Ria. Mata besar dengan bulu mata lentik alami. Alis yang menaungi mata Ria hitam tebal. "Oh. Aku membiayai kuliahku sendiri," jawab Ria. Ria tidak ingin berdusta. Steve yang dihadapannya sangat berbeda dengan Steve sebelum kecelakaan. "Kalau kamu punya penghasilan sendiri, kenapa kamu mau dijodohkan dengan aku. Aku yakin, kamu sudah tahu seperti apa aku." Itu pertanyaan yang sangat ingin diketahui Steve. "Walau punya penghasilan. Aku tidak berani hidup sendirian." Ria menjawab jujur. Selama hidupnya tidak pernah hidup sendirian. "Apa kamu menyesal menikah dengan aku?" Tatapan lekat Steve ke bola mata Ria. "Aku pikir, penyesalan yang tidak ada gunanya." Ria menggelengkan kepala. "Bagaimana cara aku memperlakukan kamu sebelumnya?" Steve ingin tahu dari mulut Ria langsung. "Apakah kamu ingin berlaku seperti itu lagi?" Ria bertanya dengan suara lirih. "Apakah aku menyakitimu?" Tatapan Steve begitu lembut ke wajah Ria. Ria menundukkan merasa salah tingkah ditatap begitu lembut. "Menyakiti dengan kata-katamu." Ria menjawab jujur, bagaimana cara Steve melukai hatinya. "Apa yang aku katakan kepadamu." Steve ingin tahu setajam apa lidahnya pada Ria. "Kamu bukan tipeku. Aku suka perempuan yang badannya bagus. Bukan yang kecil seperti kamu. Aku tidak tertarik dengan kamu. Jadi kamu jangan mendekat dengan aku. Aku hanya terpaksa menikahi kamu. Kamu paham. Itu yang kamu katakan." Ria menatap wajah Steve. "Maafkan aku, karena sudah menyakiti hatimu. Aku berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi. Bersedia kita mulai semuanya dengan hubungan yang baru?" Steve mengulurkan telapak tangannya pada Ria. Ria menatap ke dalam mata Steve yang biru seperti ibunya. Ria melihat kelembutan di sana. Tidak ada kebencian lagi di sana. Selama ini Steve bersikap sinis kepadanya. Seakan dirinya adalah pengganggu dalam hidup Steve. Tapi kali ini Steve benar-benar berubah, meski tidak tahu apakah berubah sementara, atau selamanya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD