Bridesmaid - 03

1427 Words
Clara cepat-cepat masuk ke kursi belakang ketika kunci pintu mobil Natlyn sudah terbuka. Ia sadar diri, sudah seharusnya pasangan muda itu duduk bersampingan di depan. "Nggak apa-apa kamu duduk belakang sendiri, Cla? Apa mau aku temenin aja?" tanya Natlyn setelah ia masuk ke bangku depan. Clara melirik ke arah Leon yang ternyata juga tengah menolehkan kepalanya padanya. Ia tersingkap karena kaget kemudian menggeleng. "Nggak usah, nggak apa-apa. Santai aja, Nat. Kan enak kalau sendirian gini. Kalau capek bisa langsung rebahan aja, hehe," jawab Clara. Ia melihat Leon tengah tertawa kecil sembari mengalihkan pandangannya ke depan. Memang menurutnya apa yang lucu? 'Dia mentertawaiku? Atau dia kesenangan karena aku yang peka, membiarkan Natlyn tetap duduk di sampingnya?' monolog Clara dalam hati. Clara harus bisa menahan segala perasaannya saat ini. Rasa deg-degan, malu, sekaligus kesal. Rencana liburan yang sudah ia tata sedemikian rupa agar terasa lebih menyenangkan, kini lenyap hanya karena kehadiran sosok dari masa lalunya itu. 'Sepertinya Bali tidak lagi seindah seperti yang ada di bayanganku,' batinnya. Clara menatap ke luar jendela. Menatap ke arah jalanan yang cukup lengang dibanding dengan jalanan ibu kota. Sebenarnya Clara suka nuansa di Bali. Hanya saja sekarang tidak lagi, jika ia tahu di Bali ada Leon. Terlebih, status laki-laki itu yang kini merupakan kekasih sepupunya. Perasaan di d**a Clara kini, bukan berarti ia masih berharap dan memendam rasa pada laki-laki itu, kan? "Cla, kamu mau makan apa?" tawar Natlyn setelah cukup lama membiarkan suasana menjadi hening. "Apa saja, aku terserah," jawab Clara loyo. Natlyn menoleh ke belakang. Tidak biasanya sepupunya yang hiperaktif itu mengeluarkan nada seperti tadi. Apa lagi ketika ditawari soal makanan. "Kamu nggak sakit kan, Cla? Apa memang kamu merasa nggak enak badan?" tanya Natlyn khawatir. Clara mengangkat kepalanya, kemudian menggeleng. Memberi tahu pada sepupunya kalau ia tidak apa-apa. "Aku cuma lagi buntu aja pengin makan apa. Kan kamu juga udah lebih lama di sini, jadi pasti kamu lebih tahu sebaiknya kita sekarang makan apa," jawab Clara sembari tersenyum. "Jadi kita mau makan dulu?" tanya Leon. "Ini sudah masuk jam makan siang. Nggak apa-apa kan, Leon? Clara tidak terbiasa telat makan soalnya. Aku takut dia sakit," terang Natlyn. "Eh... nggak apa-apa kok kalau cuma telat sedikit. Kalian selesaikan dulu saja rencana kalian hari ini. Aku bisa menunggu. Jangan pikirkan aku," ujar Clara merasa tidak enak. "Rencana apa sih, Cla? Rencana kita hari ini kan cuma untuk jalan-jalan. Sudah tidak apa-apa kita makan dulu aja," putus Natlyn. Pada akhirnya, Natlyn mengajak Clara dan Leon ke sebuah rumah makan yang menjual sate lilit langganannya. "Kamu harus coba, Cla! Kamu pasti suka. Aku kan tahu banget selera kamu soal makanan," ujar Natlyn penuh semangat, sembari menyodorkan satu tusuk sate lilit pada Clara. Clara sedikit memundurkan wajahnya untuk menghindari sate yang disodorkan sepupunya. "Iya aku coba, aku bisa makan sendiri tapi," tolak Clara. Ia mendengar tawa kecil seorang laki-laki di dekatnya. Dan secara refleks, ia menoleh ke arah sumber datangnya suara yang membuat tatapannya dan Leon kembali bertemu. "Kamu juga harus makan, Le!" ucap Natlyn. Leon menoleh ke arah Natlyn. Begitu pula dengan Clara. Dan lagi, Clara merasa seolah ditampar oleh kenyataan pahit di hadapannya. Tentang status Leon yang sebentar lagi akan menjadi suami Natlyn. Jika memikirkannya, jantung Clara jadi terasa perih. Ia pun berusaha mengalihkannya dengan memakan sate lilit di hadapannya. Bibirnya membentuk senyum tipis. Ternyata rasa salah satu makanan khas Bali itu enak, sama seperti yang Natlyn katakan. "Gimana, Cla? Enak kan? Kalau kamu suka, nanti kita minta bungkus lagi aja!" tawar Natlyn. Clara menggeleng cepat sembari melirik ke arah Leon, malu. Bisa-bisanya Natlyn berkata seperti itu di depan seorang laki-laki. Seakan-akan Clara punya selera makan yang tinggi, meski kenyataannya memang demikian. "Nggak usah deh, Nat. Yang dimakan di sini aja udah cukup kok. Kalau kebanyakan nanti enek juga jadinya," alibi Clara. Natlyn mengangguk paham. Kemudian ia kembali melanjutkan kegiatan makannya. "Habis ini kita mau ke mana?" tanya Leon di sela-sela kegiatannya. "Hmm... kalau ke Pantai, jam segini lagi ramai-ramainya bule berjemur ya? Mana mataharinya memang lagi bagus banget buat mereka," ucap Natlyn yang diangguki oleh Leon. "Kamu pengin ke mana, Cla?" tanya Natlyn pada sepupunya. "Aku belum ada yang ingin dikunjungi, sih. Aku lebih suka asal jalan aja orangnya. Melihat-lihat jalanan seperti tadi aja udah senang banget rasanya," jawab Clara sembari tersenyum cerah, mengingat keindahan jalanan Bali yang tadi ia lalui. "Bagaimana kalau kita cari jalan yang pemandangan sekelilingnya bagus, Le? Yang nggak usah jauh-jauh dari sini, biar kamu kalau mau balik ke kantor gampang," usul Natlyn. "Boleh. Bagaimana kalau sekitaran Ubud? Aku yakin jalan ke sana cukup sepi jam-jam segini. Pemandangannya juga bagus walau kita hanya jalan mengelilinginya," sambung Leon yang segera diangguki Natlyn dengan penuh semangat. "Nah, bisa tuh. Kan ada Monkey Forest juga. Kamu tahu Monkey Forest kan, Cla? Tempat itu cukup terkenal dan sering didatangi turis loh," ujar Natlyn. Clara menyerit, "kamu tidak berencana mengajakku turun dan bermain-main dengan monyet, kan?" selidik Clara penuh curiga. Natlyn menghela napas panjang, "ck, bisa-bisanya aku lupa kalau kamu punya trauma buruk tentang hewan satu itu. Maafin Cookies ya, Cla," ujar Natlyn. Leon menyerit tidak mengerti dengan maksud pembicaraan dua gadis di dekatnya itu. "Pengalaman buruk soal monyet maksud kamu, Nat? Apa? Dan apa itu Cookies?" tanya Leon. Pipi Clara seketika memerah seperti tomat. Ia membulatkan matanya dan melarang keras Natlyn untuk menceritakan kembali momen memalukan itu. "Eh.. nggak usah bahas itu, please!" pinta Clara. Melihat tingkah laku aneh Clara, Leon jadi semakin penasaran. Ia menoleh ke arah Natlyn, meminta penjelasan dari gadis di sampingnya itu. Namun, Natlyn hanya tertawa renyah membalas tatapan Leon. "Kamu pernah luka gara-gara monyet?" selidik Leon sembari melirik Clara dari spion. Ia sangat gemas melihat pipi semerah tomat gadis itu. "Nggak usah banyak tanya! Aku nggak mau bahas itu!" tegas Clara. Ia benar-benar khawatir salah satu aibnya itu terbongkar. Terlebih, di depan Leon. Duh, hancur sudah imejnya kalau sampai Leon tahu tragedi mengenaskan itu. Leon masih terus melirik ke arah Clara dan Natlyn secara bergantian seakan meminta penjelasan. Lagian, kenapa sih dia sangat ingin tahu masalah Clara? Apa lagi hal itu merupakan rahasia bagi Clara. Apa dia tidak ingat, kalau Clara adalah sepupu dari Natlyn, calon istrinya sendiri? "Nat," panggil Leon. Tampaknya laki-laki itu belum berniat untuk menyerah, mendesak dua gadis itu untuk bicara. "Hahahah... jadi, Le, dulu tuh Clara-" "Nat, jangan! Maluuuuu," rengek Clara. "Nggak apa-apa, Cla. Leon bukan orang jahat yang akan nyebarin masalah ini atau ngejekin kamu kok. Lagian lucu, tahu?" balas Natlyn santai. Clara mendengus kemudian mengalihkan tatapannya ke luar jendela. Lagi pula, untuk apa ia masih memikirkan imejnya di depan Leon? Nggak penting banget. Ketimbang kesal dengan Natlyn, Clara malah lebih kesal pada dirinya sendiri. Ia kesal karena perasaan anehnya itu. "Clara dulu pernah godain monyet kakek kami, alhasil pas talinya lepas dia dikejar sama monyetnya. Lucu banget, tahu? Dia lari sambil nangis-nangis minta maaf ke Cookies, muji-muji Cookies, bahkan sampai bilang dia cinta sama Cookies saking takutnya," terang Natlyn sembari berusaha keras untuk tidak tertawa. "Oh iya, habis itu dia sembunyi di kandang sapi, dan di sana, dia terpeleset. Jadi ya seluruh badan dia kena kotoran sapi. Mana sama ibunya dia nggak boleh masuk rumah, kan, jadi dia mandinya disemprot di dekat kandang sapi sampai benar-benar bersih dulu, baru boleh masuk. Hahahah.. pokoknya kalau ingat kenakalan Clara di masa kecil tuh, nggak bisa kalau nggak ketawa, Le," lanjut Natlyn. Bukan hanya pipi. Tapi kini bahkan telinga Clara pun sudah ikut memerah karena menahan malu. Benar juga. Kenapa dulu waktu dia kecil, dia sangat aktif sampai-sampai bisa menciptakan kenangan memalukan seperti itu, sih? "Kamu serius? Kok bisa sampai jatuhnya pas di kotoran sapi, sih? Terus dia jailin monyetnya tuh gimana, sampai monyetnya bisa semarah itu?" tanya Leon lagi. Laki-laki itu juga sesekali tampak tertawa. Membuat Clara mendengus kesal. "Sudah-sudah, ceritanya terlalu panjang. Mending sekarang kita nikmati pemandangannya dengan tenang," ujar Clara kesal. Sekali lagi, Leon tertawa sembari melihat sosok mantan kekasihnya dari kaca spion. 'Gemesin banget sih kamu, Cla. Kamu itu aneh, tapi justru itu yang membuat kamu istimewa di mataku,' batin Leon. Jangan bilang, Leon juga masih memiliki rasa yang 'aneh' pada Clara! *** Bersambung.... Yey... sinopsisnya sudah di-approve. Berarti tinggal nunggu Black Rose tamat, lalu kita akan bertemu pasangan Clara-Leon setiap hari yaaa... Pasangan? Memang Clara dan Leon akan menjadi pasangan? Nahloh, nasib Natlyn gimana dong nanti? Penasaran? Masukin dulu aja ke pustaka, biar nggak ketinggalan kalau udah daily update. Juli daily update Black Rose dulu, ya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD