• TUJUH BELAS *

1005 Words
Seattle Department Police. "Maria (40 tahun), Asisten rumah tangga Louis." Noel membanting tubuhnya dengan kasar ke sofa pagi itu. Ia menghela napas dengan berat dan memejamkan matanya. Butuh beberapa detik sampai dwi manik cokelatnya yang lebih gelap dari batang pohon ek di musim gugur itu akhirnya kembali terbuka dan ia kemudian melihat rekannya yang duduk menunggu di seberangnya dengan tatapan gamang. Seolah matanya memang melihat Smith, tapi pikirannya tidak benar-benar bersama Smith. Ia seperti melihat sesuatu yang jauh dari sorot matanya yang sendu dan dalam sekarang. "Kurasa kau bersikap kejam padanya kemarin," tutur Smith lembut. Ia tidak ingin memperpanas suasana dengan membuat masalah lain dengan rekannya itu. Smith kemudian mengangkat kedua bahunya dan menggeleng pelan. "Bukankah sebaiknya kau minta maaf saja untuk mengurangi rasa bersalahmu kepada Alexandra?" "Aku tidak merasa bersalah padanya," sahut Noel tak terima. Noel merasa tidak bersalah, atau setidaknya seperti itulah yang ingin ia yakini sekarang. Pria bertubuh atletis itu lalu bergerak memperbaiki posisi duduknya dan bertanya, "Omong-omong, bagaimana perkembangannya?" Smith berdeham dan menyerahkan sebuah map cokelat kepada rekannya yang memandanginya dengan ekspresi ingin tahu. "Tim analisis suara mengatakan bahwa suaranya mungkin sengaja diredam oleh sesuatu untuk mengelabui polisi. Sekalipun menemukan suara yang sama, tingkat kecocokannya mungkin hanya mencapai 80%." Noel membuka map tersebut dan menarik selembar kertas dari dalamnya. "Pelapor juga menggunakan kartu sekali pakai sehingga polisi sulit untuk melacaknya lokasi terkininya." Noel mendongak dan menggumam pendek sebelum akhirnya bersuara. "Aku menjadi yakin kalau ini pasti ulah pelaku sekarang. Dia sengaja menghubungi polisi setelah memastikan korbannya benar-benar sudah tewas dan pergi begitu saja," ucapnya sebelum kembali membaca hasil analisis suara yang diberikan oleh Smith tadi. Matanya yang cokelat meneliti setiap kata dan data yang tertulis di atas kertas putih itu dengan saksama. Noel tidak ingin melewatkan satu hal kecilpun karena waktu yang diberikan oleh Matthew terus berjalan setiap harinya. Waktu yang dimiliki oleh Noel dan Smith tidaklah banyak, tapi penyelidikan ini belum juga mengalami perkembangan yang signifikan dan jelas.  "Grafik suaranya memang tampak berbeda dan tidak stabil." "Bagaimana jika kita coba untuk memeriksa sampel suara ketiga orang itu?" "Aku tidak begitu yakin karena dari rekaman yang kudengar, pelapor mungkin berusia lebih tua dari Wayne, tapi lebih muda dari Paul." Noel meletakkan kembali map cokelat itu ke atas meja. "Kurasa Maria tidak termasuk di dalamnya karena sekalipun suaranya disamarkan atau diredam dengan sesuatu, intonasi suaranya akan tetap berbeda dengan suara wanita. Pelaku jelas merupakan seorang pria dewasa." Smith mengangguk setuju dan melipat kedua tangannya di d**a. Sambil menatap Noel, ekspresi penasaran kepada sang rekan. "Mungkinkah satu di antara kedua orang ini adalah salah satunya?" Noel mengerutkan dahinya dan menggeleng perlahan. "Grafik suara yang tidak stabil ini ... mungkinkah hasil dari sebuah audio rekaman lain?" Ia lalu menatap Smith lurus-lurus. "Bagaimana dengan artikel di internet? Kau sudah menemukan sesuatu?" "Beritanya sudah disebarluaskan oleh beberapa akun dan web yang tidak resmi," ujar Smith menyesal. "Tim cyber belum dapat menentukan siapa yang pertama kali memuat artikel tersebut dan sepertinya mereka membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama. Kasus ini benar-benar rumit, Noel. Bahkan aku hampir tidak melihat titik terang dalam penyelidikan yang sedang kita lakukan sekarang. Noel mengangguk setuju dan melihat rekannya penasaran. "Menurutmu kita harus bagaimana sekarang?" "Kita?" Smith yang duduk di sebrang Noel mengangkat kedua alisnya tak percaya. "Tentu saja kita sebaiknya pergi untuk memeriksa nama yang diberikan Alexandra kemarin. Dia datang ke sini dan membawa beberapa nama. Artinya, orang-orang ini mungkin memiliki sesuatu atau memiliki hubungan tertentu dengan Louis dan kebetulan, Alexandra mengetahuinya." Smith mengetuk permukaan kertas kecil di samping map cokelat yang diletakkan di atas meja dengan telunjuknya sebanyak dua kali. "Menurutmu, memangnya apa tujuan Alexandra memberikan ini kepada kita? Jelas dia ingin kita memeriksanya sendiri, bukan?" Noel mengangkat satu alisnya penasaran. "Kau memanggil namanya sekarang? Apa kalian menjadi akrab satu sama lain, semacam menjadi teman atau apalah itu namanya?" "Kenapa? Kau cemburu?" kata Smith diiringi kikikan geli. Ia lantas menyilang kedua tangannya di d**a dan mengangkat kedua bahunya sekali. "Dia yang memintaku untuk memanggil namanya kemarin. Dia mengatakannya di sini, di depanmu juga. Apa kau tidak ingat, hm?" Pria dengan garis rahangnya yang tajam itu sontak membuang wajah dari Smith. Membuat lekukan rahang dan garis wajahnya yang tegas semakin kentara dari sudut itu. Sementara Smith hanya tersenyum geli melihat reaksi dari Noel setelah ia menyebut nama Alexandra di depannya. Penilaian Smith tentang Noel yang menyukai Alexandra mungkin benar, pikirnya. Namun untuk memastikan itu, Smith rela menunggu sedikit lebih lama. Karena jika Noel benar-benar menyukai wanita itu, bukankah akhir ceritanya akan sangat menarik? Noel yang termakan oleh ucapannya sendiri dan berakhir dengan sebuah kisah romansa dengan wanita yang sangat-sangat ia benci. "Aku tidak punya waktu untuk mengurusi itu," ujarnya dingin. Berusaha menutupi perasaan kesalnya karena Smith bersikap 'sok' akrab kepada musuh bebuyutannya itu. Ia lalu bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya yang ada di sebrang sofa. "Kau sudah menghubungi mereka, bukan?" Smith pun beranjak dan menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Aku mengumpulkan mereka di kedai kopi terdekat dari sini agar investigasi tidak berjalan terlalu tegang," ungkap pria bertubuh tinggi itu. "Dan mereka menyetujuinya. Mereka akan berkumpul sebentar lagi." "Bagaimana jika ternyata mereka bertiga saling mengenal satu sama lain?" tanya Noel. "Memangnya kenapa?" tanya Smith heran. "Bukankah jika memang memiliki hubungan antara satu dengan yang lain, jadi semakin mudah untuk menemukan keterkaitan di antara mereka bertiga dengan Louis. Beruntung Alexandra bukan hanya memberikan nama, tapi lengkap dengan alamat rumah, nomor ponsel dan latar belakang mereka." "Tampaknya Alexandra juga mengenal dengan baik orang-orang ini. Menurutmu, bagaimana bisa dia mengetahuinya?" Noel memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan menggigit bibir bawahnya curiga. "Kurasa Alexandra bukan wanita yang mudah bergaul dengan orang lain. Tidakkah kau berpikir begitu?" Smith memutar kepalanya dan mendesah frustrasi. "Noel, aku tahu kau sangat tidak menyukainya. Tapi sebenarnya, apa alasanmu?" "Apa?" "Kenapa kau sangat membencinya dan begitu keras menghindarinya padahal Alexandra jelas berusaha cukup keras untuk bergabung dalam penyelidikan ini dan membantu kita, Noel?" Smith menunjuk wajah sang rekan dari jauh dengan telunjuknya seolah mereka sudah menjadi teman akrab sejak lama dan melanjutkan, "Lebih baik kau pastikan perasaan apa yang sebenarnya ada di dalam sana." Noel yang baru selesai membalut seragamnya dengan jaket kulit hitam dan tampak salah tingkah. "Kau bilang orang-orang ini akan segera berkumpul, bukan?  Kalau begitu, tunggu apalagi? Kita sebaiknya bergegas." []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD