First Step Hospital, Seattle.
Alexandra Lee Moran, seorang model berusia 25 tahun yang juga kekasih Louis Harrison datang ke rumah sakit bersama sang manajer, Charlie.
Ia menggunakan gaun hitam selutut dengan model A-line berlengan panjang dan fascinator hat kecil berhias jaring-jaring yang menutupi sisi kanan dahinya yang lebar. Sedangkan Charlie tampil formal dengan kemeja panjang keemasan yang mencolok seperti biasa.
"Alexandra, kenapa kau datang kemari?" Matthew terperangah dengan kehadiran Alexandra yang tiba-tiba. Ia cemas jika wanita itu akan kembali terluka jika melihat Louis Harrison. "Apakah kau ... mendengar pembicaraan kami?"
Alexandra lantas melihat Charlie. "Charlie, bisakah kau pergi membeli minuman untukku?"
Yang justru terdengar seperti Charlie-bisakah-kau-pergi-sebentar-karena-ada-sesuatu-yang-ingin-kami-bicarakan-dan-kau-tidak-perlu-mendengarnya di telinga pria feminim itu. Mengerti dengan situasi dan posisinya yang memang tidak ada hubungannya dengan Louis, Charlie akhirnya hanya bisa mengangguk patuh dan melenggang pergi meninggalkan ruang autopsi.
"Paman, apakah semua yang dikatakannya benar?"
Matthew melihat Noel lalu ke Alexandra dengan canggung. Ia hanya merasa tidak enak jika harus berkata hal menyakitkan di depan wanita yang begitu dicintai oleh putranya sendiri. Kepergian Louis di hari pernikahan mereka pastilah sudah menjadi beban berat bagi Alexandra. Lalu bagaimana wanita itu akan menanggung luka lain jika dia tahu bahwa Louis telah dibunuh seseorang?
"Aku sudah berdiri di persimpangan itu sejak tadi dan aku mendengar semuanya," sambung Alexandra emosional. Matanya memanas dan tangis tertahan di pelupuk matanya. "Apakah Louis tewas bukan karena kecelakaan melainkan dibunuh?"
Pria berbadan gemuk itu kemudian memeluk Alexandra iba. Sembari mengusap lembut punggung calon menantunya itu, Matthew berkata, "Kau seharusnya tidak mendengar apapun hari ini."
Tangis Alexandra pecah seketika. Air matanya tumpah membasahi jas mahal milik sang calon mertua untuk beberapa saat. Mungkin sekitar dua menit, sampai jeritan sedih dari Alexandra benar-benar mereda dan wanita itu melepaskan pelukan. Ia menyeka kedua pipinya yang basah dan mencoba mengatur napasnya yang tidak beraturan. Meski sesegukan, Alexandra masih mampu melanjutkan kata-katanya dan bersuara. "Siapa yang melakukan ini pada kekasihku?" Alexandra menatap kesal pada Noel dan Smith. "Tidakkah salah satu di antara kalian mengetahuinya? Kudengar seseorang melapor dan kalian berdua yang memeriksanya malam itu. Pelakunya masih ada di sana dan kalian sempat melihatnya, bukan?"
Noel dan Smith hanya diam sembari memandangi Alexandra dengan tatapan penuh rasa bersalah. Bagaimanapun juga, jika saja kedua pria itu lekas bergegas dan datang lebih awal, mungkin nyawa Louis masih bisa terselamatkan atau setidaknya mereka dapat mengetahui siapa pelaku yang melakukan hal keji ini pada sang pewaris utama keluarga Harrison.
Karena melihat kedua polisi itu tidak berkata apa-apa, Alexandra justru naik pitam dan menghampiri Noel. Ia mencengkram kedua kerah kemeja milik sang detektif dan menatapnya lurus-lurus. "Katakan sesuatu! Kenapa kalian hanya diam saja?!"
Smith mencoba meluruskan kesalahpahaman ini dan menahan tangan Alexandra sebelum ia benar-benar membuat kemeja terbaik milik Noel robek karena tangannya. "Nona, tolong hentikan," ucapnya berusaha menghentikan Alexandra. Gadis itu menggila dan terus menarik kerah kemeja Noel hingga ia terombang-ambing tak tentu arah. "Kau tidak boleh membuat keributan di rumah sakit atau polisi akan menahanmu."
Alexandra menoleh cepat kepada Smith. Ia melotot seperti orang kerasukan iblis dan melepaskan kedua tangannya dari pakaian Noel. "Polisi akan menahanku? Apakah itu pekerjaanmu selama ini?" Smith menggigit bibirnya, merasa bersalah karena telah memperkeruh keadaan dengan ucapannya barusan. Ia lantas menundukkan kepalanya sebentar sebelum memberanikan diri menatap wanita di hadapannya. "Kalian akan menangkap seorang wanita yang baru saja ditinggalkan kekasihnya alih-alih menangkap sang pelaku, begitu?"
"Bukan begitu, maaf," tukas Smith menyesal.
"Apa kalian tahu bagaimana perasaanku saat ini?" Alexandra mendengus pendek dan melepaskan fascinator hat dari kepalanya dan melemparnya ke sembarang arah. "Aku dan Louis seharusnya menjadi suami istri, besok adalah hari pernikahan kami. Aku sudah mempersiapkan semuanya dan kami seharusnya berbahagia
Namun sekarang yang terjadi apa? Aku justru melihat kekasihnya tewas dalam kecelakaan yang sebenarnya adalah sebuah pembunuhan berencana. Menurutmu bagaimana aku tidak kesal dan sedih?!"
Matthew menghela napas panjang ketika Alexandra kembali menangis. "Alexandra, mari kita biarkan Louis pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang."
Wanita itu menoleh. Menatap sang calon ayah mertua dengan heran. "Bagaimana ... kau bisa melakukannya, Paman?"
Kemudian Noel menyela, "Kami akan menyelidiki kasus ini dan menangkap pelakunya untukmu, Tuan." dengan penuh percaya diri. Sehingga Alexandra menarik pandangannya kepada sang detektif. "Izinkan kami melakukannya, berikan kami satu kesempatan berharga itu dan kami akan melakukan yang terbaik."
"Paman?"
Lagi, Matthew hanya menghela napas panjang dan menatap Alexandra sedih. "Kolega bisnisku akan merasa terancam jika mereka tahu bahwa putraku tewas dibunuh oleh seseorang," ujarnya menjelaskan. "Orang-orang itu mungkin akan menghentikan investasi mereka dan menghentikan seluruh kerja sama yang telah kami sepakati karena ketakutan."
Alexandra mendekati Matthew dan memegang tangannya lembut. Ia lalu memandang pria yang dicap sebagai orang terkaya di kota Seattle itu dengan penuh harap. "Berikan mereka satu kesempatan, Paman," katanya memohon. "Izinkan mereka berdua menebus kelalaian mereka dengan sesuatu. Setidaknya, itulah yang bisa kita lakukan untuk Louis di hari kematiannya."
Matthew melihat Noel lalu ke Smith sebelum melepaskan tangannya dari Alexandra dan memasukkannya ke dalam saku celana. "Seberapa besar keyakinan kalian untuk dapat menangkap pelakunya?"
Smith pun menjawab. "Noel adalah polisi berpredikat bagus dengan kemampuan baik yang diakui oleh kota New York. Aku yakin kami akan bisa segera memecahkan kasus ini jika kau memberi kami kesempatan."
"Paman, akan kupastikan pelakunya tertangkap dan mendapatkan ganjaran yang setimpal," tukas Alexandra penuh tekad. "Aku akan mempertaruhkan hidupku demi menangkapnya."
"Menangkapnya?" tanya Noel bingung. "Apa rencanamu?"
Alexandra memutar kedua bola matanya malas dan menyilang kedua tangannya di d**a. "Menurutmu apa? Aku jelas akan bergabung dalam penyelidikan ini untuk menangkap pelakunya."
Noel mengerutkan kening dan menatap wanita di hadapannya tak percaya. Pun dengan Smith yang menganga di sebelahnya. "Kau--kau apa?" kata Noel terkejut. "Bagaimana kau akan menangkapnya dengan gaun pendek dan aksesori yang merepotkan itu, huh?"
"Kau meremehkanku?"
Sebelum suasana semakin memanas, Matthew pun menyela pembicaraan mereka. "Baik, akan kuizinkan."
Yang sontak langsung membuat ketiga orang itu menoleh tak percaya. Alexandra tersenyum senang sedangkan Noel dan Smith kebingungan.
"Sungguh?" tanya Alexandra memastikan.
"Ya, dengan beberapa syarat."
Smith menekuk dahinya dalam. "Syarat apa, Tuan?"
"Satu, aku tetap akan mengatakan bahwa putraku mengalami kecelakaan pada pers demi melindungi perusahaanku dan dua, waktu kalian untuk menyelidiki kasus ini hanya dua bulan. Apa kalian sanggup dengan syarat yang kuajukan ini?" []