Laksa 8

1433 Words
"jadi gimana?" Fira langsung menodong pertanyaan itu saat Lika baru saja keluar dari ruang bidan tempat dia cek kandungan. Lika tersenyum melihat bagaimana excited sahabatnya itu tentang bayi yang ada di dalam rahimnya. Hanya Fira satu-satunya orang yang bisa menerima dirinya dengan kondisi yang sekarang ini, dan mungkin Laksa juga salah satu orang yang terlihat peduli pada dirinya. Entahlah. Beberapa Minggu ini pun Laksa terlihat banyak sekali memberinya barang dan makanan, makanan dan juga beberapa kali ajakan makan bersama yang ditolak secara halus oleh Lika, dia tidak ingin pria itu berharap lebih atau memiliki pemikiran sendiri terhadap dirinya, dia tidak butuh di kasihani, jelas terlihat saat bagaimana Lika mengembalikan semua pemberian Laksa, walau Laksa menolak dengan tegas, tapi tetap saja Lika tidak ingin menerima pemberian Laksa. "Dia baik, dan yang pasti sehat dong." "Wahh keren, tapi ya jelas sehat dong, kan tantenya ikut bantu jaga," "Iya Tante, Tante emang yang terbaik." Ucap Lika dengan suara yang dia buat-buat seperti bayi hingga membuat keduanya tertawa bersama, sembari berjalan beriringan untuk pulang. "Terus urusan kerjaan yang kata Lo itu gimana?" Lika mengerut alis sebentar, dia memang menceritakan prihal pekerjaan yang dia dapat tempo hari, pekerjaan yang cukup sederhana dan ringan menurutnya, hanya menjaga toko bunga dan ikut membantu pemilik toko untuk merangkai bunga. Airin, namanya gadis cantik yang memiliki senyum termanis yang pernah dia lihat, sosok lembut dan penyabar. Wanita itu mengatakan dia membutuhkan seorang pengganti karyawannya yang izin libur untuk beberapa bulan kedepan. "Hari ini rencananya gue mau kesana sih, tapi nunggu mbak Airin nelpon gue dulu." "Si pemilik toko?" Lika mengangguk, nama yang bagus bagi Lika, Airin, seperti namanya yang indah, wajah wanita itupun begitu cantik dan rupawan. "Iya, dia bilang bakal telpon gue dan kasih tempat untuk ketemuan gitu katanya." Fira terdiam sesaat. "Dia tahu lebih hamil?" Lika mengangguk lagi sebelum berkata, "iya dia tahu, makanya gue seneng banget pas dia bilang nggak mempermasalahkan kehamilan gue," ucap Lika dengan senyum merekah, entah apa yang sudah dia lalui hingga membuatnya terlihat begitu gembira saat membicarakan calon bosnya itu. "Syukur deh, secara gue nggak mau aja kalau nanti sampek terjadi apa-apa sama sahabat gue dan calon keponakan gue." Selama ini memang Fira selalu memikirkan kondisi Lika saat berkerja di luaran sana, dia takut jika sahabatnya itu mendapat bos yang keras dan disiplin, belum lagi pekerjaan yang mungkin saja berat dan bisa mempengaruhi kandungannya. Mendengar itu tentu saja Fira ikut senang. "Tapi pekerjaan Lo nantinya nggak berat kan?" Lika terkekeh pelan, dia tidak menyangka jika Fira akan seposesif itu kepada dirinya. "Tenang aja, gue kerja di toko bunga, dan otomatis nggak akan dipersulit, pekerjaan gue juga tergolong ringan, jadi Lo santai aja deh. Percaya sama gue!" "Oke, gue pegang kata-kata lo, tapi sampek terjadi apa-apa nantinya gue seret lu balik dan berhenti kerja aja sekalian!" "Terus yang mau ngasih makan gue siapa? Tahu sendiri, ibu hamil macam gue makannya banyak, nggak cuma satu porsi bos!" "Elah, jangan ngeremehin gue lah, gini-gini gue juga masih bisa kasih makan lo sama ponakan gue nantinya!" "Yee mau Sampek kapan gue numpang? Mu lah!" "Makan malu nggak kenyang, Udeh nggak usah ngebantah, tampol juga nanti lu! Macam anak nggak tau diri ae!" "Iye-iye, serah di elu ae deh bos!" Mereka terkekeh bersama, dua sahabat yang terlihat begitu akrab seolah mereka adalah saudara, itulah yang membuat Lika selalu nyaman dengan Fira. Mereka adalah orang asing yang saling terikat dengan sebuah ikatan persaudaraan. Pertemuan yang tidak di sengaja nyatanya mampu membuat mereka seolah memiliki darah yang sama. Dulu dia tidak pernah menyangka jika seorang yang terkenal urak-urakan dan Badung di sekolah dan sering membuat masalah dengan anak cowok bisa menjadi sesuatu yang begitu berharga hingga sekarang. Dia ingat, bagaimana dulu Fira membantunya saat dirinya dikerjai teman satu kelasnya hingga membuat Lika malu dan ingin menangis saat itu, terlebih saat rok yang dia gunakan harus robek karena sebuah lem yang sengaja diletakan di atas kursinya membuat dia tanpa sengaja merombak kain abu-abu yang dia kenakan saat berdiri. Lika hampir menangis jika saja Fira yang sering bolos tidak datang menolongnya, memberikan jaket untuk menutupi sisi bolong di bagian bokongnya, dan memaki semua siswi yang saat itu menertawakan dirinya. Sejak saat itulah Lika menjadi dekat dengan Fira, gadis tomboi yang selalu suka seenaknya sendiri. "Eh btw, Lo nggak mau traktir gue nih, sebagai pajak dapet kerjaan?" Perkataan itu membuat Lika menoleh cepat, dia mengerut kedua alisnya sembari berkata. "Hah?" "Ck! secara nggak cuma orang jadian doang dong yang dapet traktiran, Lo yang baru dapat kerjaan juga kudu wajib traktir gue nih sekarang." "Mana ada kamus gituan!" Sanggah Lika tidak terima, sahabatnya itu memang selalu membuat acara sendiri semau hsti tanpa permisi kepada dirinya dulu. "Ada dong, gue yang buat ini!" "Astaga Fira. Lo ini!" Fira terbahak, lalu tangannya dengan santainya merangkul pundak Lika dan membawa sahabatnya itu berlalu. "Candaan doang elah, serius amat!" Lika mendengus kecil, tak urung dia pun ikut tertawa kecil mendengar perkataan Fira. "Ya udah gue traktir deh, tapi gue yang pilih tempatnya!" "Yakin?" Lika mengangguk semangat, lalu meraih tangan Fira yang merangkul dirinya dan menyeret sahabatnya itu hingga mereka berhenti tepat di sebuah mamang penjual es dawet yang tak jauh dari gang kontrakan mereka. "Traktir es dawet aja ya? Nggak papa kan?" Fira menatap sejenak sahabatnya itu sebelum terkekeh kecil sembari mengangguk. "Serah bumil aja gue mah, yang penting haus gue ilang ini!" "Sip deh!" Dengan senyum terbit di kedua sudut bibirnya Lika beranjak meninggalkan sahabatnya itu. "Mang, es dawet dua ya!" "Oke neng, tunggu ya." "Sip mang." Setelahnya dia memilih duduk tepat di sebelah sahabatnya yang saat ini sibuk dengan ponselnya. Lika memilih mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya dan ikut memainkan benda pipih itu, dia mencoba untuk mencari i di tentang apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil, dan apa yang sebaiknya di hindari untuk kebaikan janin yang ada di dalam perutnya itu. Banyak pengetahuan yang harus Lika gali lagi mengenai kehamilannya, terlebih dia memiliki seseorang yang memang bisa membimbing dirinya di saat seperti ini, Lika tentu harus mencari semua informasi sendiri, bahkan dia ikut dalam sebuah grup yang di dalamnya terdapat beberapa pengetahuan tentang kehamilan. Dia memang segencar itu, terlepas dari setatus anaknya yang tidak memiliki seorang ayah, dan tentang Deon yang memilih mengabaikan dirinya dan tidak mau mengakui anaknya. Lika tidak peduli dengan pria tak bertanggung jawab seperti Deon, setidaknya apa yang dia tinggalkan, dan apa yang sudah dia lakukan memberi sebuah pelajaran yang layak untuk dia ingat seumur hidupnya. Sebuah janji tanpa bukti hanya bualan semata bagi Cila, dan dia tidak ingin kelak anaknya akan merasakan apa yang dia rasakan, dia akan memberi pengertian sejak dini dan akan selalu ada untuk anaknya nanti, jangan sampai apa yang dilakukan kedua orang tuanya terjadi juga pada anaknya nanti, Lika tidak ingin menjadikan kedua orang tuanya sebagai contoh. Harta tidak akan selamanya membuat mereka bahagia, sekarang boleh saja dia mementingkan nama kehormatan mereka dari pada anaknya sendiri, tapi nanti, lihat saja pada siapa mereka akan mencari jika mereka sudah tidak sanggup melakukan apa-apa. Lika tidak dendam, dia hanya tidak ingin mencontoh perlakuan orangtuanya dan membuat anaknya merasa terabaikan nantinya, dan jikalau kedua orangtuanya mencari dirinya kelak, maka dengan tangan terbuka Lika akan menyambut mereka. Mau bagaimanapun dia harus berbakti untuk kedua orangtuanya. Dan sekarang, bagaimanapun juga dia harus bertahan dan berjuang sendiri untuk kebahagiaan anaknya, dia akan menunjukan pada mereka yang sudah membuangnya jika dia bisa bangkit seorang diri tanpa bantuan mereka. Percayalah, Lika tidak akan menyesali keputusannya ini, dia akan mempertahankan buah hatinya walau semua orang akan menentang dan menghujat dirinya. Terpebih jika dia memang sudah dibuang, lalu untuk apa dia berharap, toh semua itu malah membuat hatinya semakin sakit dan berefek buruk pada kandungannya. Jadi Lika memilih untuk melupakannya, merelakan mereka dan fokus untuk dirinya, terlebih dia memiliki Fira yang selalu ada untuk dirinya. Lika melirik sang sahabat yang masih sibuk dengan ponselnya, entah apa jadinya dirinya jika tanpa seorang Fira sekarang ini. Mungkin dia akan merasa menjadi orang yang benar-benar putus asa dan merasa terbuang. Lika tersenyum kecil, hanya satu orang yang masih peduli dengan dirinya, dan sampai mati pun Lika akan selalu menginat hal ini, dia akan selalu menjadi orang pertama yang maju paling depan jika Fira memiliki sebuah masalah, dia tidak akan pernah melupakan bagaimana baiknya sosok yang selalu memiliki dunianya ini sendiri. Lika terdiam setelahnya, hanyut dalam lamunan membuat dia menggeleng pelan, lalu memilih melanjutkan pencariannya, banyak hal yang harus Lika pelajari mulai sekarang. Dia tidak ingin menjadi ibu bodoh di kemudian hari hanya karena tidak mau belajar. Mereka hanyut dalam diam, hingga pesanan mereka datang, Lika menerima dengan senyum lebar, setelahnya mereka beranjak untuk dan beristirahat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD