Laksa 13

1746 Words
Lika terdiam tanpa tahu harus berkata apa, tepat di hadapannya sebuah toko kue yang begitu terkenal di kalangan banyak orang terpampang jelas di hadapannya, dia menoleh antusias kearah Laksa yang sejak tadi tersenyum menatap dirinya, pria itu begitu menikmati tatapan berbinar dari Lika yang seolah menemukan surga di matanya. Laksa tersenyum puas, tidak  salah memang saat dia sedikit memaksa Lika sejak pagi tadi, bahkan harus menggunakan sedikit trik agar wanita itu mau mengikutinya, dan sekarang, Laksa seolah puas dengan apa yang dia lihat. Lika dengan senyum merekah menjadi sebuah hadiah yang tak pernah dia sangka sebelumnya. Karena selama ini Lika selalu menyembunyikan senyumnya dalam guratan wajah datar tiap kali dia mendatanginya. Lika memang selalu menyambut dirinya tapi Lika tak pernah memberikan senyum lepas seperti hari ini. "Kakak serius? C&c? Toko kue ternama yang mungkin aku nggak pernah bermimpi untuk masuk kesana. Kakak bawa aku kesini?" Lika masih tidak percaya dengan apa yang dia rasakan hari ini. Toko kue yang hanya bisa dia dengar dari segelintir orang yang tidak sengaja dia curi dengar, kini Lika bisa merasakannya? Sungguh benar-benar seperti mimpi yang menjadi kenyataan untuk Lika. "Kakak nggak becanda kan sama aku?" Tanya laki memastikan, jika benar Laksa membawanya kemari, entahlah apa yang akan dia ucapkan untuk Laksa. Pria itu mengangguk tanpa ragu, lalu memilih turun dan membukakan pintu untuk Lika, Laksa mengulurkan tangannya, menyambut wanita itu untuk segera turun. "Kebetulan aku kenal suami pemilik toko ini. Dan hari ini aku di undang untuk acara ulang tahun toko kuenya. Lika menatapnya tak percaya. Laksa mengenal langsung pemilik toko, bahkan itu sangat mustahil untuk Lika percayai. "Kakak serius?" Sekali lagi Laksa mengangguk. Sebelum mengajak wanita yang masih saja menatap tak percaya kearahnya masuk kedalam sana. Suasana ramai menjadi pandangan pertama yang menyambut Lika, beberapa orang dengan pakaian formal dan santai berbaur menjadi satu, perlahan Lika menunduk. Melihat bagaimana penampilannya kali ini, dan seketika itu jika Lika merasa minder, dia tidak pernah menyangka jika akan menghadiri acara seperti ini. Lalu lihatlah penampilannya yang terlihat begitu sederhana, pantaskah untuk dia berbaur bersama yang lain. Tepukan di pundaknya membuat Lika terkejut seketika. Laksa menatapnya dengan senyum tenang seperti biasanya, perlahan dia mengajak Lika masuk dan membawa wanita yang sejak tadi menunduk kearah tengah acara. "Woah, coba lihat siapa yang datang!" Seru suara wanita paruh baya saat melihat kehadiran Laksa. "Laksa, keponakan Tante yang selalu enggan untuk datang, tiap kali Tante undang, dan dekarang?" Laksa itu tersenyum kecil saat melihat sang Tante menatap dirinya dari kepala hingga kaki, diikuti senyum mengejek di sana. "Apa gerangan yang membawa keponakan kesayangan Tante ini hadir di acara resmi tante?" Wanita itu terkekeh pelan, lalu tatapannya menemukan sosok yang sejak tadi menunduk di sebelah laksa. Mata jeli dengan tatapan penuh seringai lucu, wanita paruh baya itu sepertinya bisa menebak hanya dengan satu kali tatap. "Oh ... Lihatlah siapa wanita cantik ini!" Wanita itu mendekat, lalu berdiri tepat di hadapan Lika. Sedangkan Laksa hanya bisa menahan senyum dengan tingkah jahil sang Tante. "Siapa namamu cantik." Lika mengangkat wajahnya menatap sosok yang sedari tadi menganggap dirinya cantik, dan saat mengetahui siapa sosok yang ada di hadapannya, Lika termagu seketika. Wanita paruh baya yang terlihat begitu memukai, Lika bisa melihat betapa anggunnya wanita di hadapannya kini. "Li...ka, Tante. Nama saya Lika." "Hem... Lika? Nama yang cocok untuk menjadi pendamping laksa. Lika dan Laksa, kalian benar-benar serasi tidak hanya dari wajah, tapi nama pun kalian begitu serasi." Lika merona seketika, dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya, Wanita paruh baya itu menoleh, menatap Laksa dengan seringai lucu di wajahnya. "Jadi apa ini tanda kalo kamu bakal melepas masa lajang mu, Laksa?" "Tante, jangan menggodaku!" Wanita itu tertawa sebelum sosok wanita paruh baya yang tak kalah anggun mendatangi mereka. Sosok itu langsung memeluk Laksa dengan erat. "Akhirnya sayang, kamu datang juga!" Like mengangkat kepalanya seketika, menatap sosok yang memiliki rupa begitu mirip dengan Laksa, Lika tidak bisa menebak siapa wanita itu, hanya saja saat melihat bagaimana interaksi kedua ada sedikit cubitan yang dia rasakan di dalam dadanya. "Kakak, jangan membuat Lika cemburu karena kelakuanmu!" Tegur si Tante hingga membuat Agnes melonggarkan pelukannya dan melarikan tatapannya kearah Lika. Dia menyerngit bingung, di tatapnya lekat Lika dengan tatapan bingung, lalu menata Laksa dengan tatapan penuh tanya. "Dia Lika, ma." Ucap Laksa, melarikan tatapannya pada Lika. Agnes terbelak tak percaya, sekonyong-konyong wanita itu langsung menghampiri Lika dan melihat wanita yang beberapa waktu lalu Laksa ceritakan dari jarak yang begitu dekat. "Lika?" Tanya Agnes membuat Lika mengangkat wajahnya, melihat bagaimana rupa wanita yang begitu mirip dengan laksa di hadapannya itu membuat Agnes termagu seketika. Cantik, persis seperti apa yang putranya itu ceritakan. Tidak ada yang di lebih-lebihkan dan Lika terlihat begitu baik di hadapannya. Agnes langsung membawa lika dalam dekapannya, ada Isak kecil yang keluar dari mulutnya, terlebih saat dia ingat bagaimana Laksa menceritakan banyak hal pada Agnes dan membuat wanita itu merasa bersalah karenanya. Agnes tidak marah terlebih saat Laksa menceritakan semua pada Agnes. Walau di bumbui kebohongan di dalamnya, tapi Agnes tidak tahu. Yang dia tahu Laksa lah yang bersalah. Dipeluk di tempat keramaian tentu saja membuat Lika terkejut saat itu, apalagi saat merasakan pundaknya basah membuat Lika termagu. Ada yang salah di sini, dan Lika tidak semakin bingung karenanya. Apakan dia sudah membuat sebuah kesalahan hingga membuat wanita seperti Agnes sedih? Agnes menjauhkan tubuhnya. Kedua tangannya ia gunakan untuk memegang pundak Lika dengan tatapan yang tak lepas dari wanita itu. "Ikut mama sebentar yuk." Ada nada sendu dari ucapan Agnes, dan itu berhasil membuat Lika menurut membuntuti Agnes hingga mereka berhenti di taman belakang toko. Agnes mengajak Lika duduk di sebuah meja bulat, hanya berdua tanpa Laksa yang mengikuti mereka. Lika di buat bingung karenanya. Dia memilih diam dan menurut semua ucapan Agnes. "Kamu apa kabar, sayang?" Jujur, Lika bingung harus bagaimana menanggapi tinggal lembut dari Agnes yang notabennya adalah ibu dari Laksa, dia tidak tahu kenapa wanita itu memperlakukan dirinya dengan begitu lembut. "Baik Tante." Agnes tersenyum kecil, tangannya meraih tangan Lika dan menggenggam erat, ada serat luka di setiap tatapan yang di berikan Agnes, Lika menyadari itu, tapi Lika tidak tahu apa yang membuat wanita di hadapannya seperti itu. "Syukur kalo gitu." Ada jeda sesaat, Lika dengan sabar menunggu Agnes untuk melanjutkan ucapannya. Hingga beberapa saat keduanya masih memilih bungkam, hanya saja genggaman tangan Agnes tidak mengendur sedikit pun dari tangan Lika, membuat dirinya memilih menunduk menatap buku jari tangannya karena bingung. "Maaf...." satu bisikan kecil keluar begitu saja dari mulut wanita itu. Lika mengangkat kepalanya, menatap Agnes dengan kening berkerut yang di balas dengan senyum lembut dari wanita yang Lika taksir berumur sekitar 45 tahun itu. Usia boleh saja senja, tapi pesona wanita di hadapannya itu begitu mengagumkan. Agnes memaksa tersenyum, dengan tatapan yang tak lepas dari Lika. "Mama meminta maaf atas apa yang sudah Laksa lakukan sama kamu. Mama nggak tahu lagi harus ngomong apa, jujur mama kecewa, tapi mama nggak bisa berbuat apa-apa, semua di luar kendali mama." Agnes menjeda kalimatnya. Dia tidak tahu lagi harus berkata apa, sesak di d**a saat membayangkan betapa beratnya hari yang dilalui Lika membuat dia membisu. "Apapun yang sudah Laksa lakukan sama kamu, mama mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan apapun keputusan kalian, mama harap kalian menemukan jalan untuk kebahagiaan kalian, mama nggak bisa memaksa, mama hanya bisa mendukung dan memberi restu untuk kalian." Lika semakin bingung dengan arah pembicaraan mereka, jujur Lika tidak paham apa yang di katakan Agnes. Terlebih kenapa Agnes menggunakan kata mama seolah menyuruh Lika memanggilnya dengan sebutan itu. Lika semakin bingung di buatnya. Hingga tak lama, Laksa datang bergabung bersama mereka, Agnes terlihat menghapus air matanya dengan cepat, di tatapannya sang putra yang datang dengan membawa satu nampan berisi kue dan juga eskrim yang membuat Lika menatap kedatangan Laksa dengan binar, bahkan dia teralihkan dengan pembicaraan mereka tadi. Jangan salahkan Lika yang begitu berselera tiap kali melihat makanan manis yang berhasil membuat perhatiannya teralihkan, salahkan saja Laksa yang dengan seenaknya datang membawa apa yang  bisa membuat dia lupa akan keberadaan Agnes di hadapannya. "Kalian ngomongin apa? Serius banget." Laksa memilih duduk tepat di sebelah Agnes, menatap kedua wanita itu dengan senyum tipis khas Laksa. "Nggak ngomongin apa-apa, cuma percakapan antar perempuan saja!" Jawab Agnes, "iya kan, sayang?" Lika terkejut saat Agnes seolah meminta jawaban dari dirinya, Lika hanya bisa mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan Agnes tadi, atau apalah itu, dia tidak fokus kesana, yang dia pikirkan saat ini adalah beberapa kue yang di bawa Laksa yang menggugah seleranya. Laksa mengangguk pelan, percaya begitu saja, lalu menyodorkan nampan tepat di hadapan Lika, yang tentu saja di sambut penuh antusias oleh Lika, matanya berbinar hanya karena melihat beberapa potong kue dengan segala jenis rasa, tapi rasa coklat lebih mendominasi di sana. Lika tidak perlu menunggu untuk segera melahap potongan koe yang begitu menggugah selera di hadapannya itu, abaikan saja Laksa dan sang ibu yang asik berbincang entah apa, mereka seolah berada di dunia yang berbeda, Lika dengan beberapa potong kue dan eskrim seperti yang di janjikan tadi, dan Laksa dengan pembicaraan bersama sang ibu. Lika tidak ingin menguping, yang dia inginkan hanya melahap potongan demi potongan yang terasa begitu lembut di dalam mulutnya. Lika bertepuk tangan kecil saat merasakan coklat yang meleleh di dalam mulutnya, dan entah apa yang membuat dia bertepuk tangan, mungkin karena refleks saat merasakan begitu nikmatnya potongan demi potongan yang masuk kedalam mulutnya. Tanpa Lika sadari, apa yang dia lakukan mengundang tatapan bahagia dari dua orang uang sedari tadi asik berbincang, mereka menghentikan pembicaraanya saat Agnes mendapati sang putra seolah tak peduli dengan apa yang dia katakan. Lika menarik perhatian Laksa dari seorang Agnes yang sejak dulu dia hormati. Lalu saat Agnes melihat sosok Lika saat ini, dia tersenyum maklum, benar saja, Lika dengan tinggal yang begitu menggemaskan berhasil menarik perhatian siapa saja yang ada di sana, begitu juga Agnes. Melihat bagaimana Lika menikmati tiap potong kue dan eskrim berhasil mengukir senyum indah di bibirnya. Pantas saja Laksa yang tidak pernah peduli dengan wanita manapun bisa tertarik hanya karena sosok sederhana seperti Lika. Sosok yang dengan polosnya menikmati apa yang dia sukai tanpa peduli dengan sekitarnya. Agnes merasa begitu nyaman hanya karena melihat bagaimana tingkah Lika, mungkin itu uang di rasakan Laksa hingga dia tega melakukan sesuatu yang jelas tak pernah di ajarkan oleh keluarga besar. Menembus batas terlarang hanya untuk memiliki seorang Lika. Itu yang ada di dalam pikiran Agnes tanpa tahu kebenarannya. Biarlah Laksa menanggung semua kebohongan yang telah dia ciptakan, Laksa hanya tak ingin melihat Lika larut dalam kesusahannya, sekeras hati Laksa harus menarik Lika dan membawa kedalam dunia nyaman yang seharusnya wanita itu dapatkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD