CHAPTER 6 – The Dwarf’s Treasure

1841 Words
Gerbang Silver Stone begitu kokoh. Menjulang tinggi hingga ke atas langit-langit gua yang berada di tengah-tengah tebing. Terbuat dari batu-batu indah dengan kekuatan yang misterius. Terkadang gerbang itu terlihat seperti berwarna merah, dan dalam sedetik berubah menjadi biru, kuning, putih tanpa hentinya. Jalan yang kami lewati semakin menurun ke bawah, memasuki celah tanah di mana para Dwarf membangun perkampungan mereka. Aku bisa melihat tatapan tajam parah makhluk mungil itu ketika kami melewati mereka. Itu adalah tatapan penuh curiga, kemarahan dan rasa takut. Kami tidak bersalah, tidak tahu apa-apa dan diperlakukan begitu oleh mereka. Rasanya, ini benar-benar pengalaman pertama bertemu dengan Dwarf yang begitu buruk. Belum lagi Daisy di masukan ke dalam sebuah tabung kaca, dipisahkan dari ku. “Kami tidak bersalah, jelaskan kenapa kalian memperlakukan kami seperti ini!” Aku berteriak ketika mereka mendorongku memasuki sebuah penjara. Karena aku merasa panik, melihat mereka membawa Daisy ke tempat berbeda. Dwarf yang sepertinya pemimpin mereka itu memasuki penjaraku, dia mendorongku hingga terduduk. “Jangan pura-pura bodoh! Kembalikan harta kami!” Tombaknya dia tancapkan ke atas tanah di sampingku, begitu mengancam hingga menghancurkan kepercayaan diriku. “Sudah kukatakan kalau aku tidak tahu!” Mengumpulkan keberanian, aku mengeraskan suaraku. Diam-diam, aku menggambar sebuah lingkaran sihir di belakang tubuhku, mencoba mengumpulkan energi dari pasir di atas tanah untuk menyerangnya. Terima kasih pada didikan keras Dandelion. Sekarang aku sudah bisa menggunakan semua jenis sihir dari peninggalan keluargaku. “Pencuri mana ada yang mengaku! Tunjukkan wujud aslimu!” Tepat ketika dia berteriak padaku, aku melaparkan mantra. Butiran debu beterbangan menjadi satu, membentuk sebuah badai kecil yang mampu menghempaskan tubuhnya hingga terhuyung ke belakang. Kumanfaatkan kesempatan itu untuk berdiri, mengumpulkan kekuatanku di telapak tangan dan melemparkan sebuah sihir ledakan. Boom! Suara keras datang bersama dengan cipratan api, membakar pakaian berbahan kulit sang Dwarf. “Ragul, kau baik-baik saja!” Aku menerobos keluar melintasi mereka saat para Dwarf sibuk menolong pemimpin mereka. Dengan segera aku memanggil ledakan kedua, menyerang ke arah tanah yang memisahkan kami. “Aku baik-baik saja! Goblin itu menggunakan apinya, cepat ikat tangannya!” Hasilnya, mereka malah semakin yakin bila aku seorang Goblin. Daisy yang ingin kutolong, malah terlempar cukup jauh dari kami karena tabungnya terlontar saat ledakan kedua. Sementara para Dwarf itu telah kembali mengelilingiku. Aku mungkin sudah bisa menggunakan sihirku, tapi tetap terbatas. Aku bisa melihat tangan kecil Daisy memukul-mukul tabung yang mengurungnya. Bisa melihat dengan jelas gerakan bibirnya yang tengah meneriakkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengar suaranya sama sekali. Sihir. Hanya itu yang bisa kuterka. Bahwa tabung pengurung Daisy telah dilapisi oleh sihir tertentu. Kembali ke pertarungan, kini aku begitu waspada. Kugerakkan mataku mengawasi sekeliling, mencoba menembak siapa yang akan menyerangku lebih dulu. Karena aku belum bisa membuka dimensi penyimpanan senjataku dengan cepat, aku tidak bisa mengambil tongkat dan s*****a sihirku. Hanya mengandalkan sihir ledakan dan matra saja terlalu sulit. Menggambar pun sudah tak bisa, hanya lafalan sihir sederhana yang bisa kupanggil. Kepalaku begitu bekerja keras memikirkan apa yang harus kulakukan dan lawanku tidak mau memberi kesempatan sedikit pun. “Serang!” Teriakan Dwarf bernama Ragul yang memulainya. Sebuah serangan beruntun dari tombak-tombak runcing dan pedang pendek yang menjadi s*****a mereka. “Kenapa kalian begitu keras kepala! Mau kukatakan berapa kali kalau aku ini bukan Goblin!” Kupasang sebuah dinding tembus pandang di sekelilingku, melindungi tubuhku dari s*****a mereka. Para Dwarf itu terlihat makin kesal saat tak bisa melukaiku. Mereka kini menabrakkan tubuh keras itu pada tubuhku. “Ouch! Aku bilang berhenti!” Itu sakit sekali ... dinding sihirku hanya untuk melindungi dari s*****a, bukan dari makhluk hidup. “Sekarang, tubruk bersamaan!” Aku panik ketika mendengar perintah itu, jadinya tanpa sadar kekuatanku lepas kontrol, meledak di sekelilingku sebagai sebuah pertahanan otomatis yang mementalkan mereka dalam sekejap. Hanya Ragul yang bisa bangun kembali. Dwarf satu itu masih belum menyerah, dia punya kebanggaan yang tak mau dibiarkan hancur. Dia bilang, “Kau sangat kuat untuk ukuran seorang Goblin, tapi aku tidak akan membiarkanmu menang di rumahku sendiri!” Detik berikutnya Ragul kembali menyerangku seorang diri. Tubuh pendek itu ternyata bisa melompat begitu tinggi, dan menyerang di saat yang sama. Menghantam perutku hingga begitu remuk hanya dengan sebuah serangan. “Argh!” Aku menjerit kesakitan, merasa terbakar atas efek penyembuhan kekuatan Daisy, alih-alih efek dari serangan itu sendiri. “Aku aku seorang Wizard dan yang kalian tangkap di sana adalah Familiar-ku! Dasar Kurcaci i***t!” Terbawa akan emosi, aku mengumpat marah. Sekali lagi kukumpulkan kekuatan di telapak tanganku, berniat untuk melakukan ledakan lanjutan. “Itu sudah cukup, kami sudah mengerti bila kalian bukanlah seorang Goblin.” Namun, kedatangan seorang Dwarf tua menghentikan aksiku. Bukan hanya aku, melainkan seluruh penghuni penjara itu telah mengalihkan pandangan padanya. Termasuk Ragul yang dari tadi menuduhku. “Yang Mulia, mereka yang kami temukan saat mengikuti jejak pencuri itu! Pria itu pastilah jelmaan Goblin. Mereka bisa berubah bentuk sesukanya dan selalu bermain dengan sihir api!” Yah, Ragul masih saja ingin berdebat. Ia begitu kukuh memberi pembelaan, membenarkan perbuatannya. “Ragul, jangan biarkan emosi menguasai dirimu. Dia menggunakan sihir mantra dan ledakan sepanjang waktu dan itu berbeda dengan jenis sihir api bangsa Goblin. Selain itu, seorang Elf tidak akan sudi melakukan perjalanan dengan seorang Goblin. Dia mungkin memang seorang Wizard.” Untungnya, lawan bicara yang begitu dia hormati itu bisa menilai dengan sangat baik. “Lepaskan Elf itu, mari kita dengarkan penjelasan mereka terlebih dahulu.” Aku menghela napas lega saat mendengar perintah itu. Tubuhku langsung berubah rileks seketika. Rasa tenang itu membuat pertahananku mengendur, dan kakiku menjadi lemas saat telah merasa aman. Kelihatannya aku masih belum terbiasa menggunakan kekuatanku seperti ini. “Kiran, dasar bodoh! Kubilang jangan gunakan api, itu hanya akan membuatmu makin dicurigai!” Daisy malah begitu bebas langsung mengomeliku, terbang ke atas kepalaku mengganggu seperti serangga cantik. “Aku tidak bisa mendengarmu,” jawabku lemah, sudah agak pasrah pada situasi. “Jangan pakai alasan bodoh begitu! Aku Familiar-mu! Kita punya jiwa yang sama, rasakan itu. Jangan gunakan indera normal!” Daisy masih saja tak terima. Serbuk emas dari tubuhnya berjatuhan begitu banyak di atas kepalaku, menyerap segala rasa sakit dan menghilangkan rasa lelah. Kekuatan ajaib Daisy memang luar biasa. Selalu bisa membuatku terkagum-kagum. “Diamlah Elf! Di mana rasa hormatmu pada Raja kami!” Teriakan Ragul merusak suasana kembali, sikap angkuhnya benar-benar membuatku merasa buruk. “Kalian sendiri tidak menghormati Ratu kami, mengabaikanku saat aku memberi penjelasan. Dasar makhluk primitif!” Teriakan Daisy juga sama memekikkan telinga. “Siapa yang sudi menghormati sekutu para Goblin! Dasar pencuri!” “Mana yang Goblin! Buka matamu lebar-lebar! Kiran adalah Wizard keturunan Algeis, sudah kukatakan dari awal. Tuduhanmu tak beralasan!” “Tak beralasan ... kalian kutemukan di sana, tepat setelah harta kami hilang! Masih mau mengelak! Memangnya untuk apa Elf seperti mu berada di bebatuan. Kalian tidak bisa hidup lama di sini!” “Jangan salahkan orang lain karena tak sanggup melindungi harta kerajaan sendiri.” “Coba lihat siapa yang bicara! Elf bodoh yang tak sanggup melindungi Tuan Putri-nya sendiri!” “Beraninya kau menghina bangsa kami dan Putri Edelweis!” Adu mulut di antara mereka semakin menjadi, mulai membawa-bawa masalah sensitif masing-masing. Karena tak tahan, kutangkap Daisy, menghentinya sebelum pertengkaran mereka mengubah status kami kembali menjadi tahanan. “Yang Mulia, seperti yang Familiar-ku katakan. Kami datang dari Moon Drop dengan membawa misi dari Ratu Silversword. Kami tidak tahu dan tidak terlibat dalam apa pun yang berkaitan dengan harta kalian.” Kucoba berbicara dengan Raja mereka, daripada berhadapan dengan Ragul yang sepertinya tidak sudi mendengarkanku. “Aku tahu bila kalian bukan Goblin, tapi untuk percaya sepenuhnya mustahil. Sejak dulu, Silver Stone tak pernah didekati oleh bangsa lain. Dan kalian datang saat kami kecurian, jadi wajar saja jika kami berpikir kalian pelakunya.” Ternyata, Raja Dwarf tidak sebaik perkiraanku, dia tetaplah menuduh kami. Hanya dengan cara yang sedikit halus dari Ragul. “Itu hanya kebetulan dan kami tidak memasuki Silver Stone. Kami hanya berjalan di sekitar gunung batu untuk mencari seorang Elf atas perintah Ratu.” Aku membalas ucapannya dengan berani. Rasanya terlalu marah, diperlakukan seperti ini tanpa melakukan kesalahan apa pun. “Itu hanya perkataanmu, tak ada yang bisa membuktikannya.” s**l! Kalau saja dunia ini punya yang namanya CCTV, aku tidak perlu bungkam digertak dengan kata-kata seperti itu. Kota primitif di bawah tanah seperti ini, bagaimana mungkin kami bisa menemukan bukti untuk membela diri? Kini mereka kembali mengelilingiku. Sikap Raja yang memperlakukan kami seperti ini, membuat Ragul dan anak buahnya makin bertingkah. Mereka merasa sudah benar tanpa mau mencari kebenaran yang sebenarnya. Daisy lalu meloloskan diri dari tanganku. Dia selangkah lebih maju dari ku, lebih berani melawan, atau sebut saja terlalu keras kepala untuk membiarkan orang lain merendahkan bangsanya.   “Kalau begitu kami akan membawakan pelaku sebenarnya ke depan mata kalian. Ragul bodoh itu boleh ikut dengan kami sebagai pengawas. Dan setelah itu, kalian harus minta maaf telah menuduh dan merendahkan kami!” Gadis Elf itu menantang dengan begitu sombong, seakan yakin dia sanggup menangkap pelaku yang bahkan tidak kami ketahui. Aku tepuk jidat, pasrah. Tahu tak ada gunanya menghentikannya setelah ini. Daisy selalu terlalu pemaksa dan seenaknya. “Baiklah. Kuterima kondisi ini,” balas Raja. “Apa!?” Ragul terkejut, tapi dengan cepat dia membungkam mulutnya sendiri. Tak peduli seberapa besar tiap ras saling memusuhi, mereka semua punya satu kesamaan. Rasa hormat dan loyalitas pada pemimpin mereka yang tak masuk akal. Setidaknya itulah yang ku pelajari hari ini. “Ini tugasmu, Ragul. Temukan pelakunya dan bawa kembali harta bangsa kita, baik itu memang orang asing atau mereka.” Setelah mengucapkan itu, Raja pergi meninggalkan kami bersama dengan Ragul. Aku berani bersumpah, tatapan matanya padaku saat ini lebih mengerikan daripada sebelum-sebelumnya. Seakan pria itu tengah mengutuk kami karena membuatnya harus selalu berada di dekat kami. “Kau dengar itu? Raja-mu sudah memerintah. Bantu kami mencari pelakunya dan katakan harta apa itu. Kami tak bisa menemukan sesuatu yang tidak kami ketahui bentuknya.” Sebaliknya, raut wajah Daisy begitu berseri-seri seperti tengah meledeknya. “Itu bukan Yang Mulia katakan!” Ragul berdecak kesal. Dia menancapkan tombaknya pada tanah untuk melampiaskan emosi. Aku tahu itu, memang Daisy yang mengubah kalimatnya. Namun, intinya memang dia harus ikut saat kami pergi mencari pelakunya. “Sebutkan saja apa yang harus kami cari. Oh ya, apa kalian punya benda yang di simpan dekat harta itu sebelum hilang? Kita mungkin akan dapat petunjuk dari situ.” Lebih baik cepat kuselesaikan saja. Mengajaknya bertemu dengan Lotus sekalian. Selain bisa melihat petunjuk menghilangnya Tuan Putri, kami juga bisa menemukan petunjuk menghilangnya harta bangsa Dwarf. “Apa yang kalian rencanakan?” Ragul kembali meragukan kami. “Ikut saja dan lihat sendiri. Kami bangsa Elf lebih baik untuk hal begini daripada bangsa primitif berotak kecil seperti kalian!” Dan Daisy makin memanasi. Jiwa rasis mereka memang luar biasa. Hanya karena hal kecil saja, perdebatan panjang itu dimulai. Butuh waktu cukup lama dan penjelasanku untuk membuatnya memberitahukan bentuk harta yang dicuri itu. Sebuah bola kristal terbuat dari beberapa jenis batu sihir yang selama ini menjadi sumber kekuatan utama untuk mempertahankan gerbang Silver Stone. Gerbang yang katanya, akan segera kehilangan kekuatan bila bola kristal itu tidak segera di kembalikan ke tempatnya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD