Mobil Alber baru saja tiba di halaman sekolah tempat kedua Adiknya menimba ilmu. Banyak murid yang penasaran dengan sosoknya karena menggunakan mobil keluaran terbaru. Selain perkara mobil, mereka juga penasaran dengan wujud dari orang di dalamnya.
“Bilangin ke Landra, jangan ngelawan Mama,” pesan Alber dengan pandangan mata lurus ke depan.
Alun mendengus dan mengacak rambutnya. Bingung harus menanggapi seperti apa karena permasalahan yang terjadi itu menyangkut tiga orang penting dalam hidupnya. “Terus aku harus apa, Bang? Landra, Jesslyn, sama Mama ... mereka penting buat Alun. Gak mungkin Alun harus pilih satu atau dua di antaranya.”
Alber menganggukkan kepalanya. “Ada saatnya kamu tau, kenapa Jesslyn nggak pernah dilirik atau mungkin dibenci sama Mama. Udah sana turun, keburu bel.”
Pikiran Alun seketika melayang setelah mendengar ucapan Abangnya. Alber seperti menyimpan sebuah atau bisa jadi banyak rahasia besar dalam keluarganya. Sudahlah, lebih baik ia segera turun dari mobil sebelum mendapatkan omelan dari laki-laki berstatus Abangnya tersebut.
“Dah, Abang!!”
Gila ternyata tadi mobilnya Alun
Keluarga kaya mah bebas
Baju gue harganya kalah dibanding sandalnya woi
“Pagi, My Queen,” sapa Zelo ketika Alun lewat di hadapannya. Cukup lama dia menunggu kekasihnya itu turun dari mobil.
Alun hanya menanggapi sapaan Zelo dengan senyuman tipis. Mood-nya pagi ini sangat buruk apalagi setelah adanya keributan di rumah.
Zelo yang mendapatkan tanggapan seperti itu langsung mengerutkan dahinya. “Ada apa, Lun? Coba cerita sama aku, mungkin aku bisa bantu.”
Alun menggeleng saja membuat Zigo menghela nafas pasrah. Sepertinya mood perempuan yang sedang anjlok, tidak bisa diganggu gugat.
***
Di kediaman Lynford keadaannya tak jauh berbeda dengan di rumah Alvaro. Gala, pemuda itu melakukan aktivitas sarapan bersama dengan kedua orang tuanya. Jarang sekali keluarganya melangsungkan sarapan bersama karena kesibukan yang membelenggu mereka semua.
“Bagaimana sekolah kamu, Gala?” tanya Miguel, sang Daddy setelah selesai dengan urusan ponselnya. Meskipun sibuk, dia tak lupa menanyakan pendidikan anaknya.
“Ya gitu,” jawab Gala acuh.
Miguel yang mendengar jawaban anaknya langsung mengerutkan dahi. “Apa, sih? Jawaban kamu ambigu banget.”
“Anak Mommy yang tampan, mau makan apa sayang?” Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan mendekati anak dan suaminya seraya membawa pancake dengan lelehan madu.
Mata Gala berbinar setelah mencium aroma makanan buatan sang Mommy. “Pancake dengan madu Asia ditambah keju dan lelehan buah Raspberry." Membayangkan makanan itu melewati tenggorokannya membuat perut Gala semakin keroncongan.
Alesandra atau sebut saja Sandra, terkekeh geli melihat antusias anaknya ketika melihat pancake buatannya. “Selamat makan, sayang.”
Miguel yang mendengar panggilan sang istri untuk anaknya segera memberengut kesal, terlebih dia tidak disiapkan sarapan juga. “Aku juga mau, San ...”
Mendengar rengekan sang Daddy, Gala langsung memasang wajah ngeri. “Tch, apaan sih? Lebay banget!”
Miguel melotot tidak terima karena merasa harga dirinya diinjak oleh anaknya. “Apa? Mau ngatain Daddy?”
Gala mengedikkan bahu tak perduli meskipun Miguel sudah komat-kamit karena tidak dihiraukan. Terlebih sebelumnya Gala baru saja menghinanya. Double kill!
***
“b*****t!!!” Suara teriakkan seorang gadis dari dalam mobil terdengar sangat kencang. Dia tidak terima jika diperlakukan seperti itu apalagi oleh orang-orang yang tidak dia kenal.
Dugh!
Dugh!
Kaca mobil milik gadis itu masih saja digedor sangat kencang karena si pemilik tak kunjung keluar. Bagi mereka yang menggedor, itu sangat membuang waktu.
“BUKA WOI!” sentak salah satu dari mereka dengan tangan membawa tongkat baseball.
Karena tidak mau terjadi sesuatu, gadis itu akhirnya memilih keluar dengan raut murkanya. Kedua tangannya mengepal kuat, ingin sekali menghantam wajah mereka semua.
“MAU APA LO, SAMPAH MASYARAKAT? SUKA BANGET GANGGU HIDUP ORANG!!” Gadis itu menantang marah. Kondisi yang tidak vit karena cuaca dingin, membuat gadis itu dilanda sakit.
“SERANG!!!!”
Bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, sang lawan justru berteriak menginterupsi para komplotannya untuk menyerang gadis yang hanya seorang diri itu. Gadis yang diserang oleh beberapa orang tadi langsung mengumpat saat melihat banyaknya motor kembali berdatangan. Sekitar 20 orang mengenakan seragam dari sekolah lain mulai mengepungnya. Mau tak mau gadis itu akhirnya meladeni sekalipun kepalanya sangat pusing. Entah bagaimana akhirnya nanti, yang penting dia harus membela dirinya terlebih dahulu.
Bugh!
Bugh!
Suara saling memukul antara 20 laki-laki melawan satu gadis itu membuat keadaan semakin menegangkan. Gadis itu tak menyadari jika dari arah belakang, satu orang sudah melakukan kuda-kuda persiapan.
Krak!
Suara retakan tulang diikuti teriakkan melengking dari gadis yang saat ini bersimpuh, membuat para laki-laki disana tertawa puas. Jika tidak bisa menghabisi ketuanya, maka ada anggotanya yang bisa ditumbalkan. Tak hanya berasal dari tangan kanannya, kini suara retakan itu kembali terdengar setelah satu pemuda lainnya menjegal kaki lemah gadis yang dikepung tadi.
“Segini doang, kekuatan anak STONE?” ucap seorang pemuda dengan nada bicara meremehkan.
Disaat para pemuda disana tertawa bahagia, gadis itu justru sibuk mencari penyanggah karena pandangannya semakin berputar hingga tak lama semuanya berubah gelap.
Melihat gadis yang menjadi sasarannya itu sudah pingsan atau mungkin tak bernyawa, komplotan tadi segera beranjak dari sana dengan wajah sumringahnya pertanda bahwa mereka semua menang.
***
Seorang pemuda tampan berwajah blasteran tengah mengendarai motor gedenya dengan kacamata hitam bertengger di wajahnya. Bibirnya sesekali bersiul seolah menikmati perjalanan di Ibukota kali ini. Karena tidak hafal dengan rute menuju tempat tujuannya, pemuda itu segera menepikan kendaraannya.
“Sial, kenapa bisa lupa arah.” Bibirnya sesekali mengumpat namun fokusnya tetap pada ponsel. Setelah memastikan arah yang dituju sudah sesuai, pemuda itu kembali melanjutkan perjalanannya.
Cittt!!!
Tiba-tiba saja pemuda itu mengerem motornya secara dadakan membuat suara gesekan antara ban dan aspal jalanan terdengar begitu melengking. Matanya menajam guna memastikan apa yang sedang dilihatnya saat ini. Setelah memastikan apa yang ia lihat ternyata kenyataan, pemuda itu langsung turun dari motornya.
“Hey, apa yang kau lakukan?” tanya pemuda itu bak orang bodoh karena yang diberikan pertanyaan dalam keadaan pingsan. Tanpa menunggu lama, pemuda itu mengeluarkan ponselnya guna menghubungi salah satu rekannya. Cukup lama hingga akhirnya panggilan itu diterima oleh orang di sebrang sana.
“Halo, segera ke jalan Tetra dekat gedung tua.”
“...”
“Jangan terlalu banyak bertanya, cepat dan bawa mobil!”
Tut!
Karena tak mau mendengar pertanyaan dari temannya, pemuda itu segera mematikan panggilan secara sepihak. Jika dibiarkan, pasti para temannya akan semakin bertanya macam-macam. Setelah itu, matanya menelisik seseorang yang ditemukannya tergeletak tadi.
“Apa yang terjadi denganmu, gadis manis? Mengapa wajahmu penuh luka seperti ini?” gumam pemuda itu seraya mengelus pipi gadis yang tidak sadarkan diri dalam pangkuannya.
Tin!
Pandangan pemuda itu teralihkan setelah mendengar suara klakson kendaraan dan mendapati para sahabatnya sudah tiba di lokasi.
“Gin, lo ngapain anak orang?!” Salah satu sahabatnya memekik karena terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Tak mau menghiraukan segala pertanyaan yang lebih mirip dengan menyudutkan itu, pemuda tadi langsung menggendong gadis pingsan itu menuju mobil.
“CEPETAN!” sentak pemuda itu saat melihat sahabatnya hanya bisa melongo.
***