14. Tak ada Alasan untuk Menolak

1185 Words
Brum ... Brum Deru knalpot motor dari para gadis anggota STONE yang sangat memekakkan telinga membuat seluruh murid di Dems penasaran. Sebagian dari mereka bahkan sudah mengeluarkan ponselnya karena kagum melihat kelihaian para gadis itu dalam merombak seluruh body part motor. Gila keren banget Cowok-cowok pada kemana seh? Alun gila banget woy gayanya Saking serunya mereka dengan kegiatan tersebut, mereka tidak menyadari jika di sudut koridor Bu Gemoy melihat tingkah mereka semua. Guru berbadan gempal itu sudah berkacak pinggang sejak awal terjadinya keributan dari lapangan utama. Ingin sekali Bu Gemoy memaki namun kuasanya kalah karena yang menjadi biang masalah adalah anak pemilik sekolah. Tring ... Mendadak ide brilian muncul dari otak cerdiknya. Seulas senyum licik terulas dari bibir merah darah tersebut. Dengan langkah yang sombong, guru tersebut berlalu dari sana berlenggak lenggok hingga murid-murid keheranan. “LUN, COBA PAKE SKILL SELONJOR!” teriak Riel memberikan saran. Alun mengernyit. “Skill selonjor apaan ya?” Agnes yang kebetulan mendengar gumaman Alun langsung tergelak. Gadis itu segera menghampiri Alun yang masih terdiam berpikir. “Itu block pass, Lun.” “Heh?” Alun berjengit. “Skill ngepet itu kan, ya?” Memang selama ini Alun selalu menyebut teknik tersebut sebagai ‘ngepet’. Menurutnya sebutan itu lebih mudah untuk diingat bagi dia kaum pelupa. “IYA LUN IYA, TEKNIK NGEPET, YANG JADI BABINYA SI RIEL!” sahut Jesslyn yang kebetulan mendengar obrolan para sahabatnya. Tak lama setelah Jesslyn menyahut, gelak tawa dari seluruh murid yang menyaksikan adegan para anggota STONE terdengar. Riel yang menjadi bahan hujatan hanya bisa mengabsen seluruh penghuni kebun binatang dari A-Z. Lapangan utama yang tadinya berisik karena gelak tawa para murid mendadak hening saat mendapati sosok pemilik sekolah tiba-tiba membelah kerumunan. Stoneji yang melihat pun turut bingung karena memang mereka tidak mengetahui apa tujuan dari pemilik sekolah berkunjung. “Jadi, begini kelakuan kekasih dari seorang Alandra? Sangat disayangkan karena begitu memukul harga diri.” Selorohan Zeline membuat Alun menegang, tak menyangka jika Mamanya akan kesini. “Mama ...” cicit Alun takut. Meskipun ia bandel dengan segala tingkah bad, Alun tetaplah seorang anak yang memiliki rasa segan terlebih kepada orang tuanya. Zeline menoleh saat mendengar suara putrinya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, terlihat Alun duduk di salah satu motor rakitan dengan mata mengedar. “Alun, sini,” panggil Zeline. Dengan langkah yang berat, Alun melangkah mendekati Mamanya meskipun rasa takut mulai menyergap. “Kenapa, Ma?” Alun merutuki Kakaknya yang sejak tadi tidak terlihat batang hidungnya. Entah kemana pemuda itu padahal kekasihnya ada disini. “Siapa yang ngajarin kamu bikin keributan kayak gini di sekolah?” cecar Zeline tajam. Matanya berpendar hingga berhenti pada satu titik. “Pasti kamu, yang memberi pengaruh buruk untuk anak-anak saya!” Ketika melihat Jesslyn, amarah Zeline benar-benar membludak. “Maaf Tante, ini rencana kami semua,” jelas Jesslyn sopan. Tak lama Landra datang bersama dengan beberapa anggota STONE. Mereka semua membawa beberapa kantong kresek karena memang baru saja kembali dari kantin. “Ma? Pa? Kalian ngapain kesini?” tanya Landra. “Kamu dari mana saja? Adik kamu buat ulah di sekolah dan kamu gak tau?” Kali ini giliran Alvaro mencecar. “Maaf, Pa, Landra dari kantin,” jujur Landra. “Kalian semua ke rumah Tante sekarang, kecuali kamu, Jesslyn,” tutur Zeline sebelum melenggang dari sana. Alvaro mengikuti langkah sang istri dengan tangan yang mengelus punggungnya. “Udah sayang, jangan marah-marah terus.” Landra yang sempat loading seketika itu juga mengejar Mamanya. Dia perlu penjelasan atas kesalahpahaman ini. “Ma, kenapa Jesslyn gak boleh ikut?” tanya Landra setelah berhasil menghentikan langkah Mamanya. “Mama gak mau keturunan perusak memasuki keluarga kita, karena buah jatuh tak juah dari pohonnya!” tukas Zeline hingga akhirnya menghilang di balik mobil. Di tempatnya terpaku, Landra berpikir mengenai ucapan Mamanya. Sepertinya Mamanya itu mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain. *** Sekarang ini seluruh anggota STONE dan Stoneji sudah berada di ruang keluarga kediaman Alvaro. Mereka semua duduk di karpet dalam posisi melingkar. Para muda-mudi itu menunduk karena takut dengan tatapan tajam Zeline yang seolah akan menguliti semuanya. “Maaf kalau Tante membuat kalian tidak nyaman, hanya saja ...” Zeline terdiam karena bingung harus menjelaskan atau tidak. “Hanya saja apa, Ma?” sela Landra tak sopan. “Hanya saja Tante harus melakukan itu kepada Jesslyn,” kata Zeline. “Tante ... Jesslyn kenapa? Di gadis yang baik,” jelas Agnes sedikit menentang karena opini Zeline sangat salah mengenai teman barunya. “Kamu tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, Agnes. Suatu hari nanti, kalian akan tau alasan Tante menolak hubungan Landra dan gadis itu.” Setelah menjelaskan, Zeline berlalu dari sana. Mereka yang ditinggalkan hanya terdiam seraya menerka sesuatu dari otak masing-masing. “Pa?” Karena tak mendapatkan jawaban dari Mamanya, Landra kini menghadap Papanya dengan raut penuh harap. Landra berharap Papanya bisa menjelaskan agar tak menjadi opini yang menggiring sesuatu. “Suatu saat nanti, kamu akan tau dengan sendirinya Landra,” ucap Alvaro lembut. “Om permisi ya, mau cari Tante Zeline dulu.” Tap! Tap! Terdengar suara langkah kaki dari arah depan. Ternyata Zetta yang memasuki ruangan dengan wajah suramnya. Landra sebagai Adik yang baik pun menghampiri Kakaknya. “Hai Kak Zet,” sapa Landra. “Hm.” Sayangnya sapaan itu hanya dibalas gumaman saja oleh Zetta. Dalam hati Landra mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa memahami suasana hati Kakaknya. “Mama dimana?” tanya gadis itu sebelum kembali melanjutkan langkahnya. “Di kamar.” Sebelum benar-benar melangkah, Zetta menyempatkan diri mengecup pipi kedua Adiknya yang kini menatapnya penuh binar. Sekalipun Zetta pribadi yang cuek, tak pernah sekalipun ia mengurangi rasa sayangnya untuk keluarga. Mereka yang berada disana hanya bisa menatap iri hubungan persaudaraan keluarga bosnya. *** Jesslyn memasuki rumahnya yang sederhana dengan langkah lesu. Sepanjang perjalanan ia terus berpikir mengenai kesalahannya sehingga tidak diizinkan memiliki hubungan dengan Landra. “Lyn, kamu kenapa sayang?” Shane yang kebetulan melintas dibuat terkejut mendapati wajah lesu putrinya. “Tadi Mamanya Landra ke sekolah, Mi ... seperti biasa keberadaan Jesslyn selalu ditolak oleh keluarganya,” jelas Jesslyn. Gadis itu memang senang sekali mengutarakan isi hatinya kepada Shane, karena hanya wanita itu saja yang dia miliki. “Lalu, apa yang Mamanya ucapkan sampai kamu murung gini?” tanya Shane lembut. Jesslyn terdiam sebentar mencoba merangkai kata-kata sesuai apa yang diucapkan oleh Mamanya Landra tadi. “Mama gak mau keturunan perusak memasuki keluarga kita, karena buah jatuh tak jauh dari pohonnya, gitu Ma katanya Tante Zeline ...” Shane mengernyit saat mulai menyadari keganjilan dari ucapan wanita yang berstatus sebagai Ibu dari enam orang tersebut. Apa mungkin mereka ...? Tidak! Shane segera menggeleng karena apa yang ada di pikirannya sangat tidak masuk akal. “Ya udah jangan dipikirkan, mungkin Tante Zel lagi capek aja,” alih Shane lembut. “Hm ... Jesslyn ke kamar dulu, ya.” Selepas putrinya menghilang dari pandangan, raut wajah Shane meredup. Wajah yang tadinya bahagia karena melihat wajah anaknya seketika berubah menjadi raut penyesalan. “Jika itu benar kamu, maaf ... jangan pernah sangkut pautkan anak-anak kita dengan masa lalu ...” lirih Shane dengan air mata yang menetes. Penyesalan memang selalu datang di akhir kehidupan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD