Sepanjang hari Ardika menghabiskan hari-harinya di depan jendela kamar yang langsung berhadapan dengan pekarangan belakang rumah. Anak kecil itu termanggu sambil menyangga rahangnya dengan kedua tangannya. “Andai saja ada handpone di sini, pasti aku akan mudah menghubungi Papa atau paman Anhar. Entah sedang apa mereka saat ini. Aku sangat merindukannya,” batin Ardika. Menghela napas merasa suntuk di dalam kamar sana. Sudah seharian ini, temanya Jack tidak menemuinya. Entah ke mana dia, setelah Tuan Albern memarahinya dan membawa keluar dari kamar ini dia sama sekali belum kembali. Kini meninggalkan Ardika sendirian yang membutuhkan seorang teman. “Papa, segeralah kembali, aku ingin kita semua kembali ke Neling,” ucapnya. Karena merasa lapar kini ia sambil memegangi perut dengan kedua