Evano Faeyza

1489 Words
Evano Faeyza. Pria berkulit putih berperawakan tinggi sedang menempuh pendidikan semester akhir S2 di universitas ternama di Jogjakarta. Vano merupakan anak kedua dari Kamil Faeyza dan Maida Faeyza. Ia juga memiliki seorang Abang bernama Evaro Faeyza. Vano dikenal sebagai pria yang sopan dan juga ramah. Kini ia baru saja kembali dari kampus setelah seharian di sana mengerjakan tugas-tugasnya. "Lama banget kamu pulang." Vano berhenti di anak tangga ke empat saat mendengar suara Abangnya.  Ia menoleh ke belakang lalu bergedik asal. "Tau sendiri lah Bang, aku harus selesaiin tugas akhir biar bisa ikut ujian," jawab Vano seadanya. Varo mengangguk pelan berulangkali. Ia sangat tau bagaimana sibuknya adiknya itu sebelum ujian. Tugas-tugas akhir harus segera diselesaikan dengan baik demi nilai yang baik pula. Tapi, Varo tidak terlalu khawatir. Adiknya yang pintar itu pasti dapat menyelesaikan tugasnya dengan hasil yang memuaskan. "Kak Meesa mana, Bang? Kok tumben gak ngekor?"  Varo tergelak mendengar pertanyaan Vano. "Ada di kamar, lagi nemenin Alaya tidur,"  "Oiya, demam Alaya gimana, Bang? Udah turun? Sebaiknya bawa ke dokter deh Bang sebelum kenapa-kenapa,"  Alaya anak pertama dari Varo dan Meesa. Usianya kini memasuki empat tahun. Gadis kecil itu mulai demam sejak kemarin sore karena asik bermain hujan, padahal Meesa sudah melarangnya. Tetapi gadis kecil itu menangis tidak terkendali saat keinginannya tidak dituruti. Akhirnya dengan berat hati, Meesa mengizinkan anaknya itu mandi hujan. Dan akhirnya, tidak lama setelah ia selesai mandi hujan, tubuhnya mulai panas.  Varo yang saat itu khawatir dengan keadaan putrinya hendak membawa Alaya ke dokter. Tapi, Alaya berteriak minta diturunkan saat papanya menggendongnya. Ia tidak ingin ke dokter, Alaya takut di suntik. Ia bahkan menendang perut Varo ketika berada di gendongan papanya itu, membuat Varo mau tak mau harus mengikuti kemauan putrinya.  Dan malam hari ketika Alaya sudah tidur, Varo menyuruh dokter yang biasa menangani keluarganya untuk datang dan mengecek keadaan putrinya. "Panasnya udah turun, mungkin sebentar lagi baikan," Vano manggut-manggut mendengar jawaban Abangnya. Jarak usia Varo dan Vano tidak jauh. Umur mereka hanya beda empat tahun. Varo menikah dengan Meesa enam tahun yang lalu. Varo dan keluarga kecilnya tinggal bersama dengan orang tuanya dan Vano. Tentu saja hal itu atas perintah mama dan papa Varo. Mereka tidak mengizinkan Varo dan Meesa tinggal berpisah dari mereka. Alasannya, mereka tidak ingin rumah besar mereka menjadi sunyi karena anak dan menantu mereka pergi. Apalagi sekarang Kamil dan Maida sudah memiliki cucu dari Varo, kehadiran cucu pertama mereka menambah keramaian di rumah itu. Keluarga Faeyza merupakan keluarga yang kaya raya. Mereka memiliki usaha yang maju dibilang fashion dan industri. Tentu saja, hal itu sangat berpengaruh untuk Vano yang saat ini masih melajang, terlalu banyak wanita yang mengincarnya untuk dijadikan pasangan.  "Kalo gitu aku ke kamar dulu, Bang." Vano melanjutkan langkahnya setelah mendapat anggukan dari Varo.  Vano memasuki kamarnya yang bernuansa putih. Ia segera mengambil sebuah buku tebal dari atas meja lalu membawanya ke balkon, ia akan membaca buku itu di sana.  Cuaca malam ini cukup bangus, bintang-bintang tampak bertebaran di atas langit yang gelap. Vano meletakkan bukunya di atas sebuah meja lalu mengedarkan pandangannya melihat jalanan dan lampu-lampu yang menerangi jalan. Asik mengamati pekarangan rumah dan lingkungannya, tatapan Vano terkunci pada seorang gadis yang juga tengah berada di balkon kamar. Ia memperhatikan gadis itu dengan lekat. Entah apa yang sedang dilakukan gadis itu dengan laptopnya, yang jelas Vano melihat gadis itu menatap layar pipih itu dengan serius dan konsentrasi. Mungkin ia sedang menonton drama Korea seperti yang biasanya dilakukan gadis zaman sekarang, pikir Vano. Vano baru sadar kalau ia belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Ia juga baru ingat kalau rumah yang berada di seberang rumahnya itu kini berpenghuni.  Vano bergedik asal, ia jadi melupakan tujuan utamanya hanya karena gadis itu. Ia kemudian duduk di bangku single lalu membuka dan mulai membaca buku yang tadi dibawanya.  ______ Pagi ini, cuaca cukup bangus sama seperti pagi kemarin. Matahari sudah sangat cerah dan masuk ke celah-celah jendela kamar Aleeza. Jangan kalian kira ia masih bergulung di bawah selimut tebalnya, tidak. Aleeza bahkan sudah bangun bersamaan dengan ayam yang berkokok di perkampungan. Aleeza baru saja kembali dari berolahraga di lapangan ketika mamanya dan Bi Limah menata makanan di atas meja. Ia berjalan lesu menghampiri kedua wanita itu. Niat hati ingin berolahraga sambil mencuci mata melihat yang segar-segar, Aleeza dibuat kecewa ketika tidak menemukan tetangga seberang rumahnya di lapangan. Sepertinya pria itu tidak pergi berolahraga pagi ini. Padahal, Aleeza sangat yakin dan berharap pria itu ada di sana karena ini hari minggu, tenyata dugaannya salah.  "Pagi, Ma, Bi," sapa Aleeza kepada dua wanita itu. "Pagi, Non." Bi Limah tersenyum menatap putri majikannya. "Eh, kamu udah pulang? Tumben cepat." Mila menatap putrinya heran, tidak biasanya gadis itu cepat pulang dari jalan paginya di hari minggu. "Sengaja, Ma. Alee mau lanjutin makalah yang belum selesai," kilahnya. Mila mengangguk pelan melihat putrinya.  "Oiya, Mama baru selesai masak Gudeg, nih. Kamu tolong anterin ke tetangga depan rumah kita ya, sekalian juga sama tetangga yang disebelahnya."  Guged merupakan makanan tradisional dari Jogjakarta. Rasanya manis dan gurih membuat makanan ini menjadi makanan favorit keluarga Rayyan. "Iya, Ma. Tapi, Alee mandi dulu ya?"  "Ya udah, sana kamu mandi dulu, tapi jangan kelamaan," ujar Mila sambil menata makanan tersebut di piring.  "Oke, Ma." Mila terkekeh melihat putrinya yang langsung ngacir ke kamarnya. Ada-ada saja, pikirnya. Selang beberapa menit, Aleeza kembali turun ke dapur untuk menghampiri mamanya dan mengambil Gudeg yang siap untuk dibagikan ke tetangga.  Aleeza akan mengantarkan makanan tersebut ke tetangga yang paling dekat dulu, yang tidak lain adalah rumah mewah yang berada di depan rumah mereka. Tetangga kiri dan kanan mereka lumayan jauh, sekitar 200 dari rumah mereka. Aleeza dan keluarganya bahkan belum pernah bertemu dengan tetangga mereka itu. "Ini untuk tetangga seberang rumah kan, Ma?" tanya Aleeza pada mamanya. "Iya, boleh. Kamu yang hati-hati ya bawanya. tutupnya jangan sampai terbuka,"  "Oke, Ma."  Aleeza pun pergi dengan senyum mengembang mendekati rumah itu tidak sabaran.  Sepertinya, ia tidak akan jadi kecewa karena tidak bertemu pria itu di lapangan pagi ini. Aleeza sangat berharap pria itu lah yang akan membukakan pintu untuknya. Ah, membayangkan itu, Aleeza jadi senyum-senyum sendiri.  Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai di depan pintu utama rumah mewah itu dan segera memencet belnya. Vano dan Maida sedang berkumpul di ruang keluarga. Maida yang lebih dulu mendengar suara bel segera bangkit dan membukakan pintu untuk Aleeza. "Halo, Tante. Ini ada titipan makanan dari Mama saya untuk Tante," sambil tersenyum manis, Aleeza menyerahkan rantang yang ia bawa.  Maida ikut tersenyum melihat keramahan Aleeza. Ia lantas mengambil rantang tersebut dari tangan Aleeza.  "Terimakasih banyak ya. Ayo masuk dulu." Maida langsung mengajak Aleeza dan menggandeng lengan gadis itu. "Nama kamu siapa, Nak?" tanyanya kemudian. Ini pertemuan kedua Maida dan Aleeza setelah sebelumnya mereka bertemu saat Aleeza hendak berangkat ke kampus dengan berjalan kaki. Waktu itu, Maida lah yang menawarkan tumpangan kepada Aleeza.  "Aleeza, Tante." Ia sangat gugup ketika Maida mengajaknya masuk ke dalam rumah.  "Nama yang bagus." Aleeza tersenyum mendengar perkataan Maida.  Wanita itu sangat lembut dan baik hati. Aleeza yang baru dua kali berinteraksi dengan Maida di buat senang dan merasa dekat dengan wanita itu. Maida mengajak Aleeza ke dapur, ia akan memberi gadis itu makanan pula.  "Ini untukmu. Sekalian ya, Tante titip salam buat Mama kamu Kalau ada waktu, Tante dan keluarga akan bertamu ke rumah kalian sebagai salam perkenalan," ujar Maida setelah menyerahkan kembali rantang tersebut kepada Aleeza. "Baik, Tante. Nanti Alee sampaikan." Aleeza tersenyum lembut.  Aleeza dan Maida keluar dari dapur, mereka berjalan beriringan menuju pintu utama.  Saat melewati ruang keluarga, Aleeza sontak terfokus kepada objek yang tengah duduk di sofa bersama seorang gadis kecil. Maida yang melihat itu langsung menghentikan langkahnya membuat Aleeza juga ikut berhenti. "Vano, sini dulu, Nak." Maida memanggil Vano, membuat sang empu yang tadi sedang bersenda gurau dengan keponakannya langsung bangkit dan menghampiri mamanya. "Kenalkan ini Aleeza, dia tetangga baru kita."  Aleeza mengulum bibirnya saat Vano menatapnya dengan lekat. Ia sangat gugup ditatap seperti itu.  "Vano." Untuk pertama kalinya, Aleeza mendengar suara bas itu. Ada rasa senang dihatinya karena bisa menatap wajah pria tampan itu dari dekat. Aleeza yang tadinya menunduk, langsung mendongak saat melihat uluran tangan Vano. Ia menatap lekat wajah tampan itu, seakan tidak membiarkan matanya berkedip satu detik pun. "Aleeza." Ia menjabat telapak tangan Vano sambil tersenyum manis.  Maida yang melihat itu tersenyum simpul. Ia jadi punya rencana tersendiri untuk mereka berdua.  Vano melepaskan tangannya dari Aleeza dan memperbaiki posisi Alaya yang berada dalam gendongannya.  "Alaya, ayo kenalan dengan Tante ini."  Alaya tersenyum menampakkan gigi kecilnya. "Baik, Papa."  Papa? Jadi pria ini sudah... Aleeza yang semulanya tersenyum cerah langsung mengatupkan rahangnya. Ia kaget mendengar panggilan gadis kecil itu kepada Vano.  Sepertinya aku sudah salah menyukai seseorang. Dia sudah beristri, bahkan sudah memiliki anak. Oh my God, batin Aleeza menangis.  Ia kemudian mengulurkan tangannya dan menjabat tangan mungil Alaya. Dengan senyum manis yang terasa kaku, Aleeza membalas senyuman Alaya dan Maida.  Vano, pria yang berhasil menarik perhatiannya ternyata sudah menikah. Sial. Dirinya benar-benar tidak beruntung. Hatinya singgah di tempat yang salah.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD