"Mbak benar-benar akan meninggalkanku?" tanya lelaki berjas hitam dengan dasi yang terpasang rapi di kerah baju.
"Jo, aku bukan pergi selamanya, aku hanya akan menikah dan hidup dengan bahagia," kata wanita berusia sekitar 38 tahun yang duduk di sofa ruangan kerja yang dipasang AC di sisi-sisi ruangannya.
"Well, lalu siapa yang akan menggantikan posisi sekretaris nantinya?"
"Kita lihat saja siapa yang akan terpilih. Aku akan turun langsung untuk menyeleksi, you know that i know what's the best for you, Jo."
"Baiklah, aku percayakan seluruhnya.” Nada khawatir yang terselip diantara kata-kata yang Kevin lontarkam.
"Kamu khawatir, Jo? Khawatir nanti ia tak akan bertahan lama seperti yang sudah-sudah? Tenang, akan kucarikan yang terbaik dari yang terbaik. Kalau begitu aku keluar dulu." Maya bangkit dari kursinya, kemudian melenggang pergi dari hadapan Kevin yang tengah duduk di kursinya yang nyaman.
Papan nama bening yang terletak di pojok kanan meja bertuliskan nama Jonathan Kevin S, tak lupa tercantum jabatannya sebagai seorang direktur utama. Jababtan tinggi sekaligus pun tekanan dan resiko yang harus diembannya dalam usia terhitung cukup muda. Walaupun tidak pernah mengatakan secara eksplisit, tapi kehadiran Maya sebagai sekretaris benar-benar meringankan bebannya.
Mungkin sudah menjadi takdir Kevin untuk ditinggalkan satu-persatu oleh orang-orang tersayangnya. Tidak perlu disebutkan, daftar pendek itu justru bisa membuat Kevin menitikkan air mata jika harus diulik kembali. Di balik tatapan dingin, ada sosok yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Saat tengah berkutik dengan berbagai dokumen serta bergelut dengan pikirannya sendiri, terdengan pintu ruangannya terbuka. Tidak asing lagi bagi Kevin, diia Bram Pramastio, sahabatnya sejak di bangku kuliah sekaligus satu-satunya orang yang berani mengkritik Kevin secara gamblang. Bahkan, hanya Bram yang berani melemparkan kemasan berisi keripik pisang kepada Kevin hanya karena alasan spele’ tidak mau menerima hadiah dari salah seorang perempuan yang menyukainya.
"Sok lo lakuin hal itu lagi Jo, tapi kalo gue sampe tahu, bukan keripik pisang yang bakalan mendarat di badan lo, tapi TNT yang bakalan ngeledakin lo dan sikap sok jual mahal itu. Hangus semua Jo."
"Cepat juga ya infonya, tadi kata salah satu karyawan, email CV yang masuk sudah puluhan," kata Bram sembari duduk di sofa empuk yang berada di ruang kerja Kevin.
"Berita apa?" Kevin mengerinyitkan kening.
"Berita kalo perusahaan lagi butuh sekretaris. Kayaknya akan banyak perempuan cantik yang ikut mendaftar." Jelas Bram sembari terkekeh kecil.
"Dan sepertinya, mereka akan mundur di tangan Mbak Maya. Syukur-syukur kalau yang diterima bapak-bapak.” Kevin tertawa kecil.
"Ajaib sih, Mbak Maya kalo lagi interview emang udah kayak polisi lagi introgasi tersangka. But, as you know about her, she has many surprise, Jo."
"At least, kalau perempuan muda, sepertinya tidak akan bertahan lama."
“Let's see Jo."
***
"Pa, Sueny tadi tidak sengaja lihat di Internet ada yang lowongan kerja, Pa!" Perempuan berusia sekitar 27 duduk di samping lelaki yang rambutnya sudah ditumbuhi oleh uban, mengalihkan perhatian yang semula tengan santai menonton televisi.
"Kamu mau melamar pekerjaan? Pekerjaan seperti apa di perusahaan apa kamu ingin melamar pekerjaan?" Harold tertawa santai mendengar celotehan putri bungsu yang di matanya akan selalu menjadi seorang putri yang manja.
"Namanya Sheonn Company's."
"Kamu meragukan papa? Kalau kamu mau, papa bisa membelikanmu saham di sana. Tidak perlu repot-repot wawancara untuk menjadi sekretaris sayang," kata Harold lembut.
"Tapi Pa, aku ingin memulai semuanya dari awal seperti papa dahulu. Untuk apa aku menuntut ilmu hingga ke negeri orang jika ikut wawancara saja tidak boleh.” Nada suara Sueny terdengar mantap, kilat matanya menampakkan belut tekadnya.
"Ya kalau begitu terserah, kamu sudah dewasa dan pasti tahu yang terbaik untukmu. Tapi jalan ceritanya akan berbeda kalalu orang-orang tahu kamu putri papa."
"Itu urusan nanti, aku ingin mencoba dulu!" Sueny dengan nada kemudian berlari menaiki anak tangga dan pergi ke kamarnya.
Sueny mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang besar di kamarnya, beruntung kasurnya empuk, jadi sama sekali tidak berpengaruh pada tulang Sueny. Tak lupa dilengkapi pendingin ruangan yang menambah suasana nyaman kamarnya yang lebih dari cukup untuk ditempati seorang diri.
Pikirannya tertuju kepada kata-kata ayahnya barusan, kelak Sueny memang tak akan bisa terus menerus menyembunyikan fakta bahwa dia adalah anak bungsu dari Harold Kusuma Saputro. Direktur utama sekaligus pendiri perusahaan raksasa yang bergelut di bidang perhiasan dan aksesoris.
Meski terkadang hal tersebut juga membebani Sueny. Saat ia sekadar ingin bertemu dengan kakaknya yang kini meneruskan kursi harold, orang-orang di perusahaan justru bersikap formal dan sopan kepadanya. Tentu saja rasanya sangat canggung meski Sueny sudak berkali-kali mengalami hal seperti itu.
Malam sudah semakin larut, Sueny bergegas menyiapkan hal-hal yang harus ia kenakan dan lampirkan untuk wawancara besok. Setelah dirasa semua sudah siap, Sueny tersenyum puas dan beranjak ke kasurnya dengan rasa tidak sabar menyambut hari esok.