CHAPTER: 6
Aku akan terus berada di sisimu
Sampai ajal menjemputku
Meskipun yang ku dapat
hanya Rasa sakit
My Wife Is Sexy
Jangan lupa Vote dan Komen.
Lapak cerita sebelah ramai vote dan sekarang sudah 30 part padahal cerita ini duluan yang baru di post jadi cerita yang lebih banyak dukungan bakal lebih cepat update.
Kalau vote dan komennya banyak author bakal update lagi.
Tania membuka matanya perlahan berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang memasuki matanya lalu menatap ruangan serba putih berbau obat yang sedang Ia tempati.
"Damian," ucap Tania lirih berusaha menemukan sosok tampan yang menyandang status suaminya namun itu hanya impian karena sosok tampan itu tidak ada di ruangan ini membuat Tania tersenyum miring mengejek dirinya sendiri yang terlalu banyak bermimpi mungkin efek kebanyakan konsumsi obat penenang.
Tania berusaha mengingat apa yang terjadi pada dirinya sehingga bisa berakhir di rumah sakit, Damian tidak akan membawanya ke rumah sakit bila kondisinya tidak parah palingan hanya dokter pribadi Damian yang akan merawatnya kalau hanya sakit biasa namun melihat infus dan oksigen di mulut dan hidungnya membuat Tania yakin kondisinya makin parah.
Mungkin besok Ia akan mati.
Tania tahu alasan kenapa pria itu tidak suka membawa dirinya ke rumah sakit kalau tidak darurat, hanya ada satu alasannya yaitu Damian takut mengingat kembali kematian Fania.
Tania melepaskan masker oksigen di mulutnya dan infus di tangannya dengan kasar tidak peduli rasa sakit yang Ia alami, lalu Tania beranjak dari tempat tidurnya.
Tania berusaha menahan sakit di tubuhnya karena melepas infus itu dengan kasar, lalu berusaha berjalan ke arah pintu ruangannya dengan pelan dan perlahan karena kondisinya yang masih sangat lemah dan Tania benci saat melihat kondisinya yang lemah.
"Cklek."
Tania mendogakkan kepalanya ke arah pintu yang dibuka oleh seseorang dan Tania hanya diam mematung menatap Damian yang datang dengan bubur, air putih, s**u, dan obat-obatan di nampan yang juga sedang menatap kaget dirinya yang sudah berdiri tanpa infus atau masker oksigen di tangan dan mulutnya.
"Apa makanan itu untuk diriku? Apa Damian peduli denganku? kalau begitu aku akan sakit setiap hari agar Damian peduli dengan diriku," ucap Tania bahagia saat memikirkan Damian peduli dengan dirinya.
Damian buru-buru meletakkan nampan itu ke atas meja di samping tempat tidur Tania dan menarik wanita yang menyandang status istrinya itu untuk duduk di pinggir ranjang rumah sakit sedangkan Tania hanya diam menurut.
"Apa yang kau lakukan ha? Kau mau keluar dari ruangan ini dengan kondisi tubuhmu yang lemah dan tak berdaya hanya untuk berjalan dengan benar lalu kau akan mengatakan bahwa suamimu yaitu Damian Karvantara tidak memedulikanmu dan tidak mau membiayai pengobatanmu sehingga kau dikeluarkan dari rumah sakit karena tidak mempunyai biaya begitu kan?"
Damian menatap tajam Tania setelah berbicara dengan suara lantang dan tajam pada istrinya sendiri untung ruangan ini kedap suara sedangkan Tania hanya diam menatap datar Damian.
Semua angan-angan indah di hati dan otaknya lenyap seketika saat mendengar ucapan Damian, apa itu yang selalu ada dipikiran Damian tentang dirinya? Lagi pula media massa tahu bahwa Tania adalah salah satu pengusaha wanita sukses dan kaya di dunia yang mampu membayar biaya pengobatan di rumah sakit mahal mana pun dengan uangnya sendiri, tanpa uang Damian.
"Aku ingin pulang," ucap Tania datar berusaha terlihat tidak terpengaruh dengan ucapan Damian barusan sedangkan Damian tidak percaya setelah Ia bicara panjang lebar dengan Tania, wanita itu hanya mengatakan tiga kata 'aku ingin pulang'
"Kau belum sembuh kata dokter kondisi......
"Kau tidak tuli kan? Aku bilang aku ingin pulang bukan aku mau mendengar hasil lab dokter!" teriak Tania menatap tajam Damian sedangkan Damian hanya diam dan menatap datar Tania.
"Kau belum boleh pulang," ucap Damian penuh penekanan membuat Tania memutar matanya jengah saat pria itu kembali bertindak seakan peduli padanya padahal hanya agar media massa tidak tahu apa yang terjadi pada pernikahannya.
"Aku tidak akan mengatakan apa pun pada media massa dan kau tidak perlu khawatir akan ada yang tahu kodisiku," ucap Tania beranjak dari duduknya namun Damian menarik tangannya lagi untuk kembali duduk di pinggir ranjang.
"Diam di sini atau aku akan mematahkan kakimu agar kau tidak bisa berjalan meninggalkan ruangan ini," ancam Damian menatap tajam Tania. Bukan Tania namanya kalau takut hanya akan tatapan tajam Damian. Tania balas menatap tajam Damian bahkan Ia mengangkat dagunya seakan menantang Damian.
"Kau pikir aku takut pada ancamanmu itu, cih," balas Tania di akhiri dengan Tania yang meludah. Damian menatap Tania dengan kilat kemarahan saat ludah Tania mengenai jas mahalnya.
"Ya Tuhan tolong hambamu ini, sungguh hamba tadi tidak sengaja walaupun niat."
"Tania!" geram Damian mengepalkan tangannya. Tania berdoa dalam hati semoga bola mata Damian tidak keluar dari tempatnya karena cara Damian menatapnya seakan siap menguliti dirinya bulat-bulat.
"Aku tidak bermaksud meludahimu tadi itu hanya ketidaksengajaan saja, sungguh," ucap Tania memasang wajah bersalah agar Damian percaya namun Damian tetap Damian yang tidak menerima alasan apu pun.
Damian mencengkram leher Tania dengan kuat membuat leher Tania yang semula putih menjadi merah. Tania menggelengkan kepalanya menatap memohon pada Damian. Tania mulai kesulitan bernafas bahkan tenaganya menjadi lemah karena Damian mencekik lehernya begitu kuat seakan siap menghabisinya.
"Da.... Damian," ucap Tania terbata-bata tidak sanggup melanjutkan lagi ucapannya karena lehernya terasa akan patah bila Ia mulai berbicara lagi.
Damian diam menatap Tania. Tidak ada lagi tatapan tajam yang ada hanya tatapan misterius yang sulit ditebak oleh Tania di mata tajam Damian.
"Damian!"
"Lihat aku terpilih mengikuti lomba menulis cerpen mewakili sekolah kita."
"Damian kita makan yuk."
"Damian aku mencintaimu."
"Selamat ulang tahun Damian."
Kenapa ada bayang-bayang suara yang sangat mirip dengan suara Tania dalam benaknya. Tangan Damian terlepas dari leher Tania karena kepalanya yang sangat sakit dan pusing. Suara-suara itu terus menggema di kepalanya sekaan memaksanya untuk mengingat pemilik suara itu.
Tania menghirup udara di sekitarnya dengan rakus berusaha bernafas dengan benar saat detik sebelumnya Ia sudah pasrah karena tidak akan bisa lagi menghirup udara di sekitarnya.
"Damian?" tanya Tania menyentuh pundak Damian saat pria itu hanya diam tidak bergeming seakan tubuh itu tidak memiliki jiwa.
Damian langsung berjalan meninggalkan ruangan Tania tanpa berkata apa pun membuat Tania khawatir karena baru tadi Damian mencekiknya sekarang pria itu seperti raga tanpa jiwa.
"Kau kenapa?" tanya Tania dengan nada lirih dan tatapan sendu menatap punggung Damian yang sudah menghilang dari pandangannya.
Tania menunduk kepalanya dalam meneteskan air mata saat melihat kondisi Damian yang sangat aneh. Tania lebih memilih pria itu menyakitinya dengan kasar dari pada hanya diam tanpa bicara karena Tania benci diamnya pria itu!