Part 7

1215 Words
Ben baru saja pulang dari kantor saat mendapati sebuah mobil berwarna merah terang terparkir di halaman rumahnya. Ben jelas kenal siapa pemilik mobil itu. Dia lalu menarik napasnya panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Dia butuh kesabaran yang banyak untuk menghadapi gadis kecil itu.  "Sore, Om," sapa Angelica. Dia berdiri di depan pintu rumah Ben dengan pakaian santai. Di tangannya terdapat bungkusan kecil. Ben mendengus lalu melewati gadis itu begitu saja. Dia berjalan memasuki rumahnya, menganggap Angelica tidak terlihat. Ben lelah setelah bekerja seharian, dan dia tidak punya waktu untuk meladeni gadis kecil itu. Angelica melihat Ben dengan tatapan sendu. Rasanya dia ingin menangis ketika Ben hanya melewatinya. Setidaknya Ben menanyakan tujuannya, settelah itu Angelica akan bersedia pulang. Padahal dia datang dengan tujuan yang baik, membawakan makan makan ringan untuk pria itu. Dia tahu Ben pasti lelah setelah bekerja.  Angelica sudah menunggu Ben sejak dua jam yang lalu dan ternyata kedatangannya tidak di harapkan. Sejak awal Angelica sudah menebak reaksi dari pria itu namun, tetap saja rasanya sakit saat diabaikan . Angelica duduk di ruang tamu rumah Ben. Menunggu laki-laki itu keluar dari kamarnya. Namun hingga jam sembilan, Ben tidak kunjunng keluar dari kamarnya. Angelica akhirnya memutuskan untuk pulang. "Aku akan datang lagi, Om. Kuharap Om tidak bosan melihatku," ucap Angelica. Dia menyemangati dirinya untuk tidak menyerah. "Mendapatkan orang yang spesial memang butuh pengorbanan, kan? Angelica mengehentikan mobilnya di parkiran pasar malam yang tidak jauh dari komplek perumahan yang Ben tempati. Ini pertama kalinya dia mendatangi tempat seperti itu. Angelica turun lalu masuk dan berbaur dengan orang-orang yang mengunjungi pasar malam itu. Seketika Angelica melupakan kesedihannya.  Dia membeli permen kapas lalu ikut bermain bergantian dengan anak kecil. Angelica bermain sendiri hingga lupa waktu. Saat dia kembali ke rumah sudah hampir dini hari. Angelica berjalan mengendap-endap masuk ke dalam rumah yang sudah gelap. Saat langkahnya sudah mencapai anak tangga lampu tiba-tiba menyala.  "Kamu siapa?" tanya suara yang begitu familiar di telinga Angelica. Pria itu berdiri dengan tongkat golf di tangannya. Wajah Angelica memucat melihat tatapan tajam milik papanya. Dia menelan ludahnya gugup.  "Pa, a-aku Angelica," jawab Angelica pelan.  "Kamu pasti bukan Angelica. Putriku adalah gadis baik-baik, dia tidak pernah pulang selarut ini." Jose, Papa dari Angeica itu berjalan semakin dekat dengan tongkat golfnya terayun hendak mengenai tubuh Angelica. Andai saja gadis itu tidak mengelak mungkin ujung tongkat golf itu sudah mengenai bahunya.  "Papa, ini Caca, Pa. Caca bisa jelaskan kenapa pulang larut," kata Angelica panik dengan terus menghindari tongkat golf sang Papa. Jose tahu kalau anak gadisnya itu akan mengelak, kalau tidak mana tega dia memukul putrinya itu.  "Jelaskan!" ucap Jose tegas. Angelica tidak pernah pulang di atas jam sepuluh. Karena itu dia begitu khawatir. Dia sudah mencoba menghubungi gadisnya itu berulang kali namun ponsel putrinya mati.  "Caca habis dari pasar malam, Pa. Caca minta maaf karena keasyikan  main hingga lupa waktu," jelas Angelica seraya menunduk. Dia merasa bersalah karena sudah membuat papanya menunggu dengan cemas.  "Papa, Caca minta maaf," kata Angelica sekali lagi dengan wajah memelas. Jika sudah seperti ini, Jose tidak akan tega memarahi putri kesayangannya itu.  "Apa kamu baik-baik saja? Maksud Papa, tidak ada orang yang mengganggu kamu, kan?" Jose memeriksa seluruh tubuh putrinya. Memastikan tidak ada luka sedikit pun. Pria paruh baya itu lalu memeluk anak gadisnya itu setelah melihat tidak ada sedikitpun luka di tubuh putrinya.  "Pergilah ke kamarmu dan istirahat. Besok kamu masih sekolah." Jose berucap lembut seraya mengelus kepala Angelica.  "Papa harap ini yang pertama dan terakhir kalinya, kamu pulang selarut ini," kata Jose pelan namun tegas.  "Caca janji, Pa," ucap Angelica sungguh-sungguh.   *** "Kamu lanjut kuliah kemana, Ngel?" tanya Melati. Angelica sedang berada di kantin sekolah bersama dua sahabatnya. Angelica menggelengkan kepalanya.  "Aku belum menentukannya," jawab Angelica berbohong. Dia tidak mau sahabatnya tahu tentang apa yang dia rencanakan. Nanti setelah dia berhasil mendapatkan Ben, baru dia bercerita. Untuk sekarang ini hanya Stevany, kakak iparnya yang tahu apa tujuannya dan apa yang sedang dia lakukan.  Obrolan mereka berlanjut, kedua temannya itu saling mengatakan universitas tujuan mereka. Mengambil jurusan yang sama  yaitu, kedokteran. Sebagai sahabat, Angelica mendukung keduanya dan berdo'a semoga apa yang mereka inginkan tercapai.  "Ngomong-ngomong, tadi aku berpapasan dengan Ronald. Dia menitipkan ini untuk kamu, Ngel." Melati memberikan kotak hadiah kecil ke pada Angelica. Sudah menjadi rahasia umum, kalau Ronald mencintai Angelica. Laki-laki yang menjabat sebagai ketua osis tahun lalu itu sudah pernah di tolak sekali oleh Angelica.  "Tolong kembalikan saja," kata Angelica tanpa melihat isi kotak itu. Melati dan Kristin tidak mengerti mengapa Angelica menolak laki-laki seperti Ronald. Laki-laki itu jelas memiliki potensi yang tinggi untuk di jadikan pasangan masa depan yang sempurna. Selain tampan, Ronald juga memiliki prestasi yang sangat membanggakan. Tidak hanya itu, dia juga berasal dari keluarga yang sangat kaya. Jika itu Melati, dia tidak akan pernah berpikir untuk menolak laki-laki sesempurna Ronald.  "Aku sudah pernah katakan, kan. Kalau aku lebih nyaman berteman dengannya," kata Angelica saat menyadari tatapan kedua sahabatnya itu. "Apa yang kurang, sih, Ngel?" tanya Kristin.  "Tidak ada yang kurang. Aku hanya merasa tidak cocok dengan Ronald. Menurutku, Ronald butuh seorang perempuan yang bisa mengimbangi kepintarannya. Dan itu bukan aku." Angelica bisa di katakan murid yang biasa saja. Peringkat tertinggi yang pernah dia capai adalah peringkat enam.  ***  Saat pulang sekolah, Angelica dan dua sahabatnya mampir ke restoran tempat mereka taruhan dulu. Angelica memilih tempat duduk yang sama yang merak tempati saat itu. Mereka memesan makanan lalu kembali mengobrol tentang masa ujian akhir yang semakin dekat. "Aku harus menabahkan jam privat untuk pelajaran matematika," kata Melati saat pembahasan mereka menjalar kesana.  "Aku juga," keluh Angelica. Nilainya yang paling buruk ada di pelajaran itu.  Sementara Kristin, dia yang paling santai. Diantara mereka bertiga, Kristinlah yang paling pintar. Gadis itu selalu menempati peringkat kedua dalam kelas. Dan peringkat pertama di duduki oleh Ronald. Hal ini sudah berlangsung sejak mereka masih kelas satu SMA. Tidak ada yang mampu merebut posisi kedua orang itu.  Setelah selesai makan, mereka bertiga berpencar. Melati yang pulang lebih dulu karena guru privatnya sudah datang, kemudian di susul Kristin yang di jemput oleh pacarnya. Tinggallah Angelica seorang diri. Dia tidak ada les privat hari ini, jadwalnya privatnya besok. Saat akan pulang, tidak sengaja matanya menangkap keberadaan Ben dan seorang wanita cantik. Angelica pindah ke meja kosong yang berada tepat di belakang Ben. Dia ingin tahu apa hubungan kedua orang itu. Tapi, wajah wanita itu terlihat tidak asing. Di mana Angelica pernah melihatnya?  "Kamu harus makan yang banyak. Aku tidak suka melihat wanita yang kucntai terlihat kurus." Perkataan Ben membuat Angelica sakit hati. Dia tidak pernah tahu kalau Ben sudah memiliki orang yang dia cintai. Angelica jadi merasa bersalah terhadap wanita itu. Tapi, bukankah Lea bilang kalau Ben tidak memiliki kekasih? Siapa diantara mereka yang berbohong? "Tapi saya lebih suka kurus dan langsing. Karena hal itu memudahkan kami para perempuan untuk mencari pakaian," balas wanita yang tidak Angelica ketahui namanya. "Kamu terlihat jelek, kalau kurus."  "Tapi, Bapak tetap cinta, kan?" Angelica tidak tahan mendengar percakapan kedua orang itu. Dia kemudian berdiri membawa makanan yang sudah terlajur di pesan lagi tadi. Dia meletakkan makan itu di hadapan Ben.  "Kamu! Apa yang kamu lakukan?" tanya Ben kesal melihat keberadaan gadis kecil itu.  "Makan yang banyak, Om. Angel suka laki-laki yang perutnya sedikit buncit. Itu terlihat  seksi."   Ben terbengong melihat kepergian Angelica, namun pada akhirnya dia tetap memakan makanan yang di berikan gadis itu.  Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD