Ini sudah yang ketiga kalinya dalam tiga hari berturut-turut, Angelica mendatangi kafe tempatnya bertemu dengan pria yang bahkan belum di ketahui namanya. Pria yang berhasil menarik perhatian nya bahkan mampu membuat jantungnya bekerja dua kali lipat lebih cepat.
Sudah lebih dari dua jam dia duduk sendirian di meja itu, namun dia tidak melihat adanya tanda-tanda akan kedatangan calon suami masa depan nya itu. Angelica mendesah lesu, dia akhirnya berdiri dan memutuskan untuk kembali lagi besok. Dan dia tidak akan berhenti sebelum bertemu lagi dengan pria itu. Dia harus bisa mendapatkan nomor ponsel dan tempat tinggal pria itu, untuk memudahkannya mendapatkan hati pria itu.
Angelica mengehentikan taksi lalu masuk, dia menyebutkan alamat rumahnya pada supir taksi. Lalu saat taksi sudah melaju, matanya menangkap keberadaan pria idamannya bersama dengan seorang wanita cantik. Apa wanita itu kekasihnya atau istrinya? tanya Angelica dalam hati. Jika wanita itu istrinya, maka Angelica akan berhenti mengejar pria itu tapi, jika wanita itu hanya kekasih maka, dia akan maju merebut hati pria itu. Sebeleum janur kuning melengkung, pria itu masih milik bersama.
"Dari mana kamu?" tanya Mama Cordelia pada putrinya itu, dia melirik jam yang menggantung pada dinding, pukul empat lebih dua puluh menit, sore.
"Nongkrong, Mam, di kafe," jawab Angelica pendek.
"Kamu tidak memiliki hal lain yang mau di kerjakan selain nongkrong nggak jelas?" tanya Cordelia lagi.
"Ada, Ma. Caca kan sambil cari jodoh di sana," jawab Angelica, jika dikeluarganya dia memang di panggil Caca.
"Heh! Sembarangan, sekolah yang benar, terus kuliah, baru cari jodoh," sungut Cordelia. Angelica memanyunkan bibirnya. Cita-cita nya adalah nikah muda, biar nggak capek mikir tugas sekolah.
"aku mau nikah muda, Mama."
"kamu pikir, menikah lebih mudah dari pada sekolah?" Angelica mengangguk yakin. Pikirannya langsung tertuju pada pria yang ia temui beberapa waktu lalu.
Coredelia menggeleng. "Menikah itu tidak semudah yang kamu pikirkan, ada banyak tantangan di dalam pernikahan."
"Mama dan Papa masih bisa bertahan hingga sekarang," kata Angelica lagi.
"Itu karena cinta Mama dan Papa sangat kuat."
"Caca juga akan cari pasangan yang memiliki cinta yang kuat untuk Caca."
"Bagaimana jika suatu saat nanti pria yang kamu pilih ternyata memiliki wanita lain?" Cordelia bukannya ingin mendoakan hal buruk untuk putrinya, dia hanya menjabarkan resikonya menikah dengan terburu-buru.
Ingatan Angelica langsung tertuju pada pria itu dengan seorang wanita yang cantik. Bibirnya manyun mengingat pria idamannya bersama dengan wanita lain.
"Aku mau ke atas dulu, Ma," katanya lalu berjalan menaiki anak tangga meninggalkan mamanya yang kebingungan melihat perubahan mood anak gadisnya itu.
***
"Ini sarapan untuk kamu," kata Ben seraya meletakkan sebuah kotak makan di meja sekretarisnya.
"Terimakasih, Pak," kata wanita bernama Cintya itu. Ben mengangguk sambil tersenyum.
"Apa jadwal saya hari ini?" tanya Ben. Cintya dengan buru-buru membuka catatan agendanya.
"Hari ini, hanya ada rapat dengan pihak Pak Nicholas, untuk membicarakan pengembangan hotel yang ada di Bali, Pak." Ben mengangguk, dia memang sudah pernah membicarakan hal itu dengan kakak kandungnya, Nicholas. Meskipun hasil akhirnya sudah di tentukan namun, mereka harus membawa pembahasan tersebut ke petinggi perusahaan.
"Cintya, lalu bagaimana dengan pembahasan kita kemarin?" Ben menatapa intens pada sekretarisnya itu.
"Maaf, Pak. Saya sudah punya tunangan jadi, saya tidak bisa menerima pernyataan cinta dari bapak." cintya mengangkat tangannya, memperilahtkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya.
Ini bukan pertama kalinya Ben mengungkapkan isi hatinya pada wanita yang menjabat sebagai sekretarisnya itu. Cintya adalah wanita yang dia kagumi sejak mereka masih berada di sekolah menengah atas. Mereka pernah dekat namun, tidak sampai menjalin hubungan, Cintya pindah ke luar kota. Dua tahun lalu wanita itu melamar jadi sekretaris dan tanpa banyak pertimbangan Ben langsung menerimanya. Satu tahun lalu Ben menyatakan perasaannya yang sudah lama terpendam pada wanita itu dan dia langsung mendapat penolakan karena Cintya sudah memiliki kekasih, dan kemarin dia kembali menyatakan perasaannya, ia pun kembali mendapat penolakan.
"Kamu tahu dia bukan pria yang baik dan kamu masih bertahan dengannya?" Cintya tersenyum tulus.
"Saya percaya, kelak dia akan berupah,Pak." Ben hanya mendengus lalu membukan pintu ruangannya dan meninggalkan wanita itu di mejanya.
Ben menekan tombol hijau pada ponselnya saat menerima panggilan dari keponakannya. "Iya, Lea?" jawabnya.
"Uncle, bisa datang ke sekolah Lea? Lea ada sedikit masalah," kata keponakannya itu dari sebrang sana.
"Maaf Lea, Uncle nggak bisa. Minta Mami kamu aja, Sayang"
"Kalau minta tolong Mami, Lea akan dapat hukuman dari Mami dan juga Papi. Lea mohon, uncle Bantu Lea, kali ini saja." Lea memohon, dan Ben tidak akan mampu menolaknya.
"Oke, kapan?"
"Sekarang, uncle."
"Uncle akan tiba dua puluh menit lagi." Ben mematikan ponselnya lalu menekkan tombol power pada laptopnya.
"Cintya, saya keluar dan dua jam lagi saya kembali. Jika ada yang mencari saya, minta mereka menunggu."
"Baik, Pak," jawab Cintya patuh.
***
Setelah memarkirkan mobilnya, Ben berjalan menuju ruang BK. Ben tidak perlu bertanya pada siapapun letak ruang BK, karena dia juga dulunya bersekolah di sini, selama tiga tahun menimba ilmu di sini dia juga pernah bolak-balik di panggil guru BK.
"Uncle!" Seru keponakannya saat dia memasuki ruangan itu.
"Kamu?" Ben mengalihkan pandangannya pada wanita muda yang melihatnya dengan pandangan malu, mungkin. Ben hanya tersenyum seolah tidak pernah melihat wanita itu. Dia kemudian duduk di tempat yang sudah di sediakan. Selama pembahasan masalah keponakannya dan juga kakak kelas keponakannya itu, Ben tahu kalau gadis muda itu sering kali mencuri pandang ke arahnya. Ben bukannya tidak ingat, gadis itu adalah gadis yang meminta dicium beberapa hari lalu karena mengaku kalah taruhan.
Pembahasan kenakalan itu akhirnya berakhir, Ben melihat name tag yang menempel di baju gadis itu. Angelica H, nama yang manis pikirnya.
Setelah selesai dan semua yang bermasalah masing-masing mendapatkan hukuman. Ben keluar lebih dahulu bersama dengan keponakannya yang juga harus pulang untuk menjalani hukumannya. Lea dan temannya di skors satu hari sementara, Angelica dan teman-temannya di skors tiga hari. Hal itu tentu merugikan mereka, karena Angelica dan teman-temannya sedang berada di tahun terakhir pendidikan SMA. Tidak di perbolehkan masuk selama tiga hari akan membuat mereka ketinggalan pelajaran.
Angelica tersenyum mengikuti Abangnya, Wingga dari belakang. Kini dia tahu akan kemana menggali informasi tentang pria idamannya itu. Dia berbalik dan melihat Lea yang berjalan bersama pria idamannya itu. Senyum Angelica semakin mengembang ketika tidak sengaja dia bersitatap dengan pria idamannya itu.
Bersambung...