Queeny pov
Suara ayam jantan yang berkokok keras sukses membuat gue terbangun. s**t! Sejak kapan papa memelihara ayam? Semakin aneh saja lelaki tua itu!
Dengan malas gue membuka mata. Mengapa masih gelap? Lalu gue sadar ada sesuatu yang menutup mata gue. Ehm, sepertinya masker mata. Spontan gue menarik masker mata itu .
Dimana gue? Ini kandang ayam, ya? Apa gue sedang bermimpi buruk? Bagaimana bisa gue tertidur di kandang ayam?
Dan ada lagi pemandangan horor di depan gue! Si Udik tertidur pulas di lantai beralaskan tikar dekat tempat gue tidur! Uh, bayangkan saja, saat tidur pun dia terlihat norak dan kampungan luar biasa!! Tak ada manis~manisnya sedikit pun. Ia memakai kaus oblong putih, sarung ungu (lagi~lagi warna yang paling gue benci!!) dan matanya ditutup oleh masker gambar Upin~Ipin. Jijay! Terus mulutnya ternganga lebar, kadang~kadang berkecap-kecap sendiri. Dan kakinya mengangkang dengan pongahnya, satu kakinya bahkan nangkring di ranjang yang gue tempati.
Ohmaigod, apa yang terjadi semalam? Mengapa gue bisa ada di tempat si Udik? Dan apa yang dia lakukan pada gue? Gue tambah shock saat menyadari baju gue telah berganti dengan pakaian persis yang dipakai Udik sekarang!!!
BRAKK !!
Saking syoknya, gue terjatuh dari ranjang reyot yang gue tempati dan tanpa ampun menindih tubuh si Udik yang tertidur di lantai!
"Eh copot copot copot!!" si Udik berteriak latah.
"Yaoloh Mbak! Isuk~isuk wes akrobatan ngene."
"Akrobat pala lo!!" gue jitak kepalanya kesal. Sepertinya tidak berpengaruh padanya.
"Moso pean wes kangen mbek aku Mbak? Baru ditinggal turu semalam1."
1Masa kamu sudah kangen sama aku Mbak? Baru ditinggal tidur semalam
Matanya menatap genit hingga tak sadar gue menutupi d**a gue.
"Mau apa elo? dasar m***m!"
"Tenang Mbak, kalem wae. Aku iki lanangan2 alim Mbak... alim,berbudi dan bercita~cita luhur..aku ora neko~neko kok."
2 lelaki
"Ck! Bercita~cita luhur.. bulshit!"
"Lho bener Mbak Pini! Cita~cita luhurku yo ngawini pean Mbak!"
Gue melotot kesal sama makhluk hina dina ini. Boro~boro takut dia malah terkekeh. Urat malunya sudah putus semua kali, mengapa ada makhluk tak tau diri seperti ini?
"Lo yang gantiin baju gue ya?" tanya gue curiga.
"Sopo maneh toh Mbak? Pean mabok,baju pean mambu kenek untahan. Iso masuk angin lek ora diganti toh3."
3 Siapa lagi toh Mbak? Kamu mabuk, baju kamu bau kena muntahan. Bisa masuk angin kalau tidak diganti toh
"Jangan~jangan lo manfaatin kesempatan ya!" kata gue menuduh.
Jijik gue menbayangkan yang tidak-tidak tentang si Udik.
"Suwer Mbak, aku rapopo. Aku iki ganti bajune pean mbek merem melek4...eh mbek merem terus lo Mbak!" bantahnya.
4 memejam membuka mata
"Awas lo kalau bohong, ntar gue cungkil biji mata lo!"
"Yaoloh sadisne calon bojoku iki," komentar Udik pura~pura takut. Uh cemen lo! "Ini tempat lo?" Gue berdiri dan melihat kamar sepetak yang lebih mirip kandang ayam. Secara wc gue saja jauh lebih besar dan mentereng dibanding tempat si Udik.
"Iki kos~kosan ku Mbak, mayan toh. Omahku ndek deso luwih elek Mbak5."
5 Rumahku di desa lebih jelek Mbak
Tak salah Papa menjodohkan gue dengan makhluk hina dina yang super kere ini? Pasti ini salah satu cara Papa menghukum gue, tapi hukumannya terlalu tragis buat gue! Papa bisa menghancurkan masa depan gue kalau begini!! Kebencian gue pada Papa semakin mendalam.
==== ( *~*) ====
Di kampus ini cuma Lola yang bisa mengerti gue. Meski dia tak mau ikut gue menjadi cewek clubbing, tapi dia tak pernah men-judge gue negatif gara~gara hobi dunia malam gue.
"Jadi lo nginep di kos Udin?" Dia membelalakkan matanya saat mendengar cerita gue.
"Psshhtttt!" Gue tutup mulutnya rapat~rapat. Hadeh, suara Lola stereo amat sih!
"Gue mabok La. Yang gue ingat dia dengan semena~mena membopong gue keluar dari klub." "Cih, barbar juga tuh orang. Gak sesuai dengan citra kampungannya," komentar Lola, sedikit kagum.
"Udah, gak usah muji. Eneg gue ndengerinnya! Jujur gue bingung ngadepin makhluk purba ini La. Niatan gue mau ngerjain dia gak berhasil. Jutekin dia juga gak mempan. Dia cuek aja saat gue sadisin dia. Bahkan tanpa malu dia terus buntutin gue. Trus meski gue maki~maki dia nyantai aja. Jadi gue mesti gimana?"
Lola terkekeh mendengar keluhan gue.
"Kena batunya lo say, dapat cowok model ancur kayak gitu tapi gak bisa lo singkirin. Dia nempel bagai lintah. Tapi btw gue jadi kagum ama kegigihannya, Queen. Jarang lho ada cowok yang bisa sabar ngadepin lo kayak gitu."
"Udah gue bilang jangan muji! Mau muntah gue La."
Lola tertawa terbahak~bahak melihat kegalauan gue.
"Nah tuh orangnya nongol," katanya sembari nunjuk si Udik.
Gue langsung cabut begitu melihat Udik berniat menempel pada gue. Eh, dasar tak tau diri, si Udik malah mengejar gue sambil berteriak, "Mbak Pini! Tunggu Mbak! Enteni aku Mbak!"
Gue terus kabur, dan Udik bicara semakin kacau hingga membuat kami menjadi bahan perhatian di kampus!
"Yaoloh Mbak! Isuk~isuk6 ngajak adegan lari koyok pilem India! Tunggu aku Mbak! Tunanganmu iki sek durung sarapan. Tego pean Mbak7!"
6Pagi-pagi 7Tunanganmu ini masih belum sarapan. Tega kamu Mbak!
Suara cemprengnya sukses membuat yang mendengarnya tertawa terbahak. Rasanya gue ingin menguburkan diri saja! Hancur martabat gue!!
Gue berhenti dan membekap mulut toanya! "Bisa tutup mulut gak! Gue robek mulut lo ntar!" "Hmmmhhh hpppphhhh," dia berusaha bicara tapi gue menutup mulutnya rapat~rapat! Lalu dia membuka bekapan tangan gue hanya dengan sedikit usaha. Gile! tenaganya kuat sekali.
"Mbak Pini, salahe dewe toh lari dari aku. Ya kukejar sambil teriak. Kan ono pilemnya Mbak..Kejarlah Daku Kau Kutangkap. Yayangku iki memang seneng dikejar yo."
"Bacot lo!! Ngapain cari gue. Sudah dibilang di kampus jangan cari~cari gue, pu.."
"Pura~pura gak kenal!" Dia memotong ucapan gue.
"Nah tuh ngerti."
"Ngertos Mbak, tapi aku ora gelem. Aku iki kadung tresna marang sampeyan Mbak. Sedina ora ketemu kroso setaun je8!" rayunya kampungan.
8 Ngerti Mbak, tapi aku tidak mau. Aku ini terlanjur suka sama kamu Mbak. Sehari tidak ketemu serasa setahun je!
"Udah gak usah ngrayu! Jayus tau. Mau muntah gue dengernya!"
"Lho piye toh Mbak? Aku ki ora ngrayu lho, ini dari hati aku paling dalem je."
ARGHHHH! Gue ingin sekali melipatnya, terus gue masukkan ke dalam koper. Buang saja ke laut!
"Udik ..," panggil gue, kalem.
"Iyo, Mbak Pini. Kenapa?" sahut Udik, tak kalah kalemnya. Matanya mengerjap manja. Membuat gue ilfil saja.
"Ke laut saja,lo!" sembur gue.
Bukannya tersinggung, Udik justru bingung. Dia menatap sekitarnya.
"Ke laut mana toh, Mbak? Laopo? Mancing?"
ARGH!
Susah berurusan dengan orang udik tak tahu diri ini.
==== (*~*) ====
Bersambung