17. Sebuah Janji

1813 Words
Setelah menikah, Eva memang tak lagi bekerja sebagai asisten pribadi Declan. Walaupun masih sering membantunya, Eva memilih untuk fokus di rumah saja. Alasannya sangat sederhana–dan cukup memalukan untuk diceritakan kepada orang lain. Declan sama sekali tidak bisa fokus bekerja bila Eva ada di sampingnya. Sebagian besar waktu Declan hanya dihabiskan untuk bersenang-senang dengan istrinya. Sebenarnya, Eva telah berusaha untuk mengkondisikan hal ini. Bagaimanapun juga, dia merasa masih memiliki utang yang harus dilunasi. Menikahi Declan bukan alasan bagi Eva untuk lepas dari utang. Mulai dari memakai pakaian yang sangat tertutup bahkan tak memakai parfum, tetapi tetap saja tak bisa membuat Declan menyerah untuk menyentuhnya di kantor. Memang, Eva terasa seperti candu bagi Declan. “Aku merasa menjadi remaja lagi bila bersamamu, Eve!” Selalu itu yang dikatakan Declan bila Eva memprotesnya karena tak kunjung bekerja. Hal ini sudah terjadi lama semenjak Declan bertunangan dengan Eva. Karena itulah, Declan merekrut Robert untuk menjadi asisten barunya, menggantikan Eva. Dia sengaja memilih asisten pria agar Eva tak cemburu. Keberadaan Robert tentu saja membuat Eva merasa tenang karena tahu bahwa keduanya adalah pria yang lurus. Apalagi saat sedang ke luar negeri dalam waktu lama. Eva merasa tak perlu cemas mengkhawatirkan kesetiaan Decan. Dia tak perlu khawatir akan ada yang menggoda suaminya. Karena tak ada banyak kesibukan, atas saran Declan sebelumnya, Eva pun memilih untuk melanjutkan pendidikan. Tentu saja Eva sangat senang dan menikmati kesibukan barunya. Dia pun menjalani hari-harinya dengan penuh semangat seperti layaknya pelajar lain tanpa mengkhawatirkan biaya pendidikan. Bahkan, dia bisa memilih jurusan yang dia sukai tanpa perlu mengkhawatirkan apakah selepas lulus nanti dia akan mendapatkan pekerjaan atau tidak. Tak ada kendala besar yang Eva hadapi selain dia merasa harus menunda kehamilan karena tak ingin kuliahnya terganggu. Lagi pula, Declan memang belum menginginkan seorang anak. Mereka berdua masih menikmati kebersamaan dengan suka cita mengingat masa kencan mereka yang sangat singkat–bisa dibilang mereka berdua tak pernah pacaran. Hanya saja, yang dulu tidak Eva sadari, banyak mata lelaki di kampus yang meliriknya. Eva–sebagaimana pada umumnya wanita cantik–memiliki banyak pengagum pria. Walaupun Eva tak mempedulikan mereka, kadang tetap saja ada pria yang nekat mendekatinya. Beberapa tentu bersikap baik dan mundur teratur saat mengetahui bahwa Eva telah menikah. Namun, beberapa tetap masih nekat mengincarnya. Karena hal itu, Eva menolak untuk datang ke pesta yang diadakan teman-temannya. Dia tak mau terjebak oleh kelicikan pria mana pun yang menginginkannya saat dia lengah. Begitu juga dalam berteman. Eva memilih sahabat wanita saja. Dia hanya berkawan dengan Sarah, Libby, dan Juliette karena mereka bertiga adalah tiga dari sedikit wanita yang tidak iri dengan keberuntungan Eva, si cantik yang menikahi billionaire tampan. Bila pun ada yang tak irib dengan Eva, tak semua teman wanita akan nyaman berkawan dengan wanita yang sudah menikah. Kadang, mereka melihat Eva sebagai sosok yang sudah terputus masa mudanya. Tak akan bisa bersenang-senang seperti anak muda pada umumnya. Eva tak peduli dengan itu semua. Terserah orang hendak berpikir apa tentangnya. Bagi Eva, ketiga sahabatnya sudah sangat cukup untuk menemani kesehariannya di kampus baik ketika belajar, makan siang, atau mengerjakan aktivitas yang lain. Di akhir pekan, tentu saja Eva hanya menyisakan waktunya untuk Declan. Kadang, mereka berdua jalan-jalan ke kota atau di rumah saja saat Eva ingin memasak sesuatu untuk Declan–seperti yang sedang mereka berdua lakukan saat ini. Beberapa hari lalu, Eva membeli sebuah buku resep masakan Asia. Dia sedang mencoba resep sup bola daging karena Declan mengatakan bahwa rasa makanan itu di negara asalnya sangatlah lezat. Tak seperti yang disajikan oleh restoran Resep Ibu–restoran di tengah kota yang menyajikan menu-menu khas Asia Tenggara. “Kau yakin, sudah mengikuti resepnya dengan benar?” tanya Declan sambil mencicipi bola daging yang bentuknya sama sekali tak bisa dibilang bulat. Alih-alih menyebutnya dengan kata bola, mungkin akan sangat tepat kalau mereka menamainya sup daging giling rebus yang kacau. “Oh, mengapa rasanya seburuk penampilannya?” komentar Eva yang sangat kecewa dengan hasil masakannya kali ini. Eva menampakkan ekspresi hampir menangis karena ingat betapa repot cara pembuatannya. Bayangkan saja! Dia harus menggiling daging bersama dengan es batu dan kemudian mencampurnya dengan bumbu dan tapioka. “Aku membuat dapur kacau untuk membuat sampah seperti ini? Sangat mengharukan, bukan?” Declan tertawa terbahak-bahak atas respons Eva. “Sudahlah, aku akan memakannya, Sayangku! Rebuslah ba—” “Rebuslah batu sekalipun, aku pasti akan memakannya!” potong Eva karena sudah sangat hafal apa yang akan dikatakan Declan bila masakannya gagal. Kedua pasangan yang telah genap setahun menikah itu pun tertawa terbahak-bahak. Seperti biasa, tak akan ada masalah yang sanggup merusak mood keduanya sampai pada tahap yang mengenaskan. Tak ada masalah kecil menjadi besar. Sebaliknya, semua masalah besar terasa sangat remeh karena keduanya menanggapi dengan santai. “Baiklah. Bagaimana kalau kita memesan sup dumpling ayam saja?” usul Declan sambil memeluk istrinya setelah dia berikan layanan pijat gratis beberapa saat yang lalu agar lelah Eva berkurang. “Tidak. Aku rasa pizza akan lebih baik—” Ting tong! Eva tak melanjutkan perkataannya karena rumah mereka kedatangan tamu. Bel yang dibunyikan dengan tidak sabar berulang kali membuat Declan mengumpat. Namun, semua kekesalan pria itu hilang saat melihat siapa yang datang. Terlebih lagi suara tangisan bayi dan isak tangis wanita yang membawanya, membuat Declan maupun Eva menjadi sangat panik. “Francesca, apa yang terjadi padamu?” tanya Eva kebingungan. Declan mengambil koper besar yang dibawa Francesca, sementara Eva mengulurkan tangan untuk mengambil Leah, bayi Francesca, dari gendongan ibunya. Mereka berdua kemudian mempersilakan Francesca masuk ke dalam rumah sambil menahan diri agar tak memberondong Francesca dengan pertanyaan yang berkecamuk di kepala mereka. Declan mendudukkan Francesca di sofa, kemudian membuatkan minuman hangat untuk sepupunya. Eva menimang-nimang bayi mungil yang ada dalam gendongannya sambil menyanyikan lagu untuk anak yang dia ingat. Walaupun suara Eva tak bisa dikatakan bagus, ternyata dia berhasil membuat si kecil Leah tenang. Sudah tak terdengar lagi tangisan bayi, berganti dengan tatapan mata abu-abu jernih yang membulat, menatap Eva dengan penuh tanda tanya. Tak ada percakapan berarti yang berlangsung di antara ketiga orang dewasa di rumah tersebut karena mereka sudah mendapatkan gambaran umum tentang kejadian yang menimpa Francesca. Apalagi kalau bukan masalah dengan Jacob? Hanya saja, Eva dan Declan masih menebak-nebak jenis perkaranya, apakah berat ataukah sangat berat. Tak ada tanda-tanda bahwa yang sedang berlangsung adalah masalah kecil. Sangat jelas terlihat dari kadar bengkaknya kelopak mata Francesca. “Apa yang terjadi pada kalian berdua?” tanya Declan setelah Francesca menghabiskan separuh dari cokelat panasnya. Mata bengkak Francesca sudah tak mengisyaratkan akan meneteskan air mata lagi. Semoga saja dugaan Declan akurat. Francesca tak menjawab apa pun. Dia mengulum bibir seraya mengamati bayinya tidur di atas tempat tidur bayi darurat yang dibuat Eva dari selimut tebal yang dilipat empat kali. Bayi yang berusia enam bulan itu tampak terlelap tidur. Bila hanya melihat betapa damai wajah Leah saat itu, pasti tak akan ada yang menyangka bahwa rumah tangga kedua orang tuanya tengah dirundung masalah. “Aku akan menginap di sini malam ini. Apakah aku mengganggu kalian?” tanya Francesca agak ragu karena dia tahu bahwa kehadirannya sangat mengganggu. “Tentu saja, Frankie. Kau bisa menginap kapan pun di sini.” Eva mengusap punggung sepupu iparnya untuk memberi dukungan. Bibirnya sangat gatal ingin menanyakan apa yang terjadi. Namun, dia menahan diri sedikit lebih lama karena yakin bahwa Francesca akan menceritakannya nanti. Seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sepasang suami istri yang tampak kebingungan, Francesca kemudian berkata, “Tampaknya, aku harus mengembalikan namaku ke Francesca Sawyer lagi.” Perceraian. Tak salah lagi. Eva dan Declan terpana mendengar kalimat yang baru saja keluar dari bibir pucat Francesca. “Kenapa?” tanya Declan datar. Semburat amarah membayang di mata pria berambut cokelat terang itu. “Jacob selingkuh.” Ucapan Francesca membuat Eva dan Declan tersentak. Mata keduanya kompak terbelalak tak percaya. Eva menutup mulut dengan tangannya agar tak menjerit dan mengumpat. Wajah Declan kini tampak kaku mengeras. Gigi-giginya bergemeretak sampai-sampai Eva bisa mendengarnya. Melihat reaksi Eva dan Declan, Francesca menunduk karena tak mau menangis lagi. “Aku dan Leah baru saja pulang dari rumah mertuaku di Toronto. Kami memang pulang lebih awal untuk memberi kejutan. Dan kalian tahu apa yang kutemukan? Jacob dan sekretarisnya sedang ….” Francesca tak bisa meneruskan perkataannya. Air mata kembali mengalir di pipinya. Eva memeluk Francesca dengan penuh kasih sayang demi memberikan semangat kepada ibu muda yang terpuruk. Dia mengusap punggung Francesca dan membisikkan kata-kata penenang walaupun tahu kata-kata itu pasti bagaikan angin di telinga Francesca. Declan mengepalkan tinju, menekan-nekan lututnya dengan penuh amarah. Dia sangat ingin memberi pelajaran kepada Jacob yang telah menyakiti sepupunya–sosok yang sudah seperti kakak kandung baginya. "Padahal, kukira dia bukan pria semacam itu. Entah apa yang salah dari pernikahan kami. Aku benar-benar tak tahu." Francesca menangis dan meracau di pelukan Eva, membuat kaus putih yang dikenakan Eva kini basah dan menampakkan semburat warna lain di baliknya. "Dec, aku akan menyiapkan kamar untuk Frankie. Bisakah kau membawakan koper ke kamar tamu?" pinta Eva karena kini perasaannya mulai tak menentu. Entahlah, apa yang menimpa Francesca mendadak membuat Eva merasa tak enak hati. Jacob dan Francesca telah lama berpacaran lalu menikah. Mereka saling mencintai. Jacob juga bukan pria berengsek yang suka berganti-ganti pasangan sesuka hati. Namun, yang saat ini terjadi pada pernikahan Jacob dan Francesca sungguh menyesakkan d**a. Kondisi ideal yang telah rusak seketika. Eva kini mulai mengkhawatirkan bagaimana pernikahannya dengan Declan di masa depan? Akankah kebiasaan lama Declan kambuh? Apakah mereka berdua akan terus bersama hingga maut memisahkan sebagaimana janji yang mereka ikrarkan tahun lalu? "Eve, apa yang kau pikirkan?" tanya Declan menjelang waktu tidur–tentunya setelah mereka memastikan Francesca dan Leah telah beristirahat. "Dari tadi siang kau lebih banyak diam." Eva hanya tersenyum dan menggeleng karena tak ingin Declan tahu apa yang sedang dia khawatirkan saat ini. Kecurigaan yang berlebihan akan membuat hubungan suami-istri renggang. Eva tak menginginkan itu terjadi. Tiba-tiba saja, Declan memeluk Eva dan mencium tengkuk istrinya hingga Eva bisa merasakan panas napas Declan berembus lembut di kulitnya. "Aku tak akan mengkhianatimu, Eve!" bisik Declan lirih. Eva tersenyum dan membalas pelukan Declan. "Apa jaminannya?" ujarnya menantang–hanya setengah serius. "Nyawaku," bisik Declan sambil mempererat pelukannya. Eva ingin menjawab, tetapi terhalang oleh ciuman Declan di bibirnya. Semakin lama semakin intens dan membuat udara di sekitar mereka pekat oleh hasrat yang menggebu. "Ada Frankie di kamar ta–mu, Dec!" protes Eva lirih. Dia takut Francesca akan mendengar suara-suara yang tak pantas. Apalagi saat ini sepupu iparnya itu sedang dirundung duka. Eva tak ingin menjadi tuan rumah yang tak tahu diri. Sayangnya, Declan tak peduli. Bukan karena dia tak menyayangi Francesca dan tak mau berempati pada sepupunya. Namun, Declan tahu bahwa dia harus menyentuh istrinya malam ini agar kemarahannya teredam. Dia tak ingin ada berita pembunuhan Jacob Robinson esok hari karena dia tak sanggup melihat Francesca menderita. Di sisi lain, Eva pun tahu dia harus menyatu dengan Declan malam ini untuk menghilangkan keresahannya. Dia harus percaya kepada suaminya. Declan pasti tak akan mengkhianatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD