15. Unfaedah

1803 Words
Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari dua menit yang lalu. Guru mata pelajaran terakhir di kelas Bebby juga sudah kembali ke kantor setelah mereka melakukan doa sebelum pulang. Layaknya murid pada umumnya, kini mereka sedang membereskan peralatan sekolah ke dalam tas. “Gue pulang dulu ya, Beb. Hati-hati lo nanti pulangnya.” pamit Helen yang sudah lebih dulu selesai membereskan semua perlengkapannya. Mendengar Helen berpamitan, Bebby langsung menoleh seketika dan mengangguk melihat teman baiknya itu akan pulang tanpa dirinya. “Iya Len, lo juga hati-hati ya.” ternyata Bebby juga sudah selesai membereskan semua perlengkapannya. Yang awalnya Helen akan keluar kelas lebih dulu, ternyata mereka malah keluar kelas secara bersamaan. Jika Helen menuju gerbang, Bebby menuju ruang PMR yang kebetulan juga ada di lantai satu. Sebagai murid baru, di sekolah ini diwajibkan mengikuti ekstrakurikuler. Jika Helen mengikuti ekstrakurikuler marching band yang latihan setiap hari selasa, berbeda dengan Bebby yang mengikuti ekstrakurikuler PMR dan taekwondo. Murid di sekolah ini juga dibebaskan masuk lebih dari satu ekstrakurikuler lebih dari satu asal jadwalnya tidak berbenturan. Taekwondo sendiri latihan setiap hari jum’at sore di taman dekat kompleks rumah Virgo yang sering didatangi Bebby dan Virgo setiap bermain skateboard. Sebenarnya Bebby, Virgo dan Rama sudah masuk seni bela diri taekwondo dari SMP. Dan mereka lanjut di SMA, kebetulan pelatihnya sama dengan pelatih sewaktu SMP. Jadi mereka latihannya melanjutkan saja. “Bye...” Helen melambaikan tangannya ketika dia akan berbelok ke arah gerbang. “Nanti main ke kostan gue ya!” seru Bebby yang mendapat anggukan dari Helen. Kresek... Kresek... Sepatu hitam yang Bebby kenakan berhenti seiring dengan langkah kakinya yang memelan usai mendengar suara aneh dari balik lapangan basket yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Paling juga ayam main ke sekolah." Batinnya masih berusaha untuk berpikir positif. Gedung PMR sudah terlihat, tinggal melewat kantin dan ruang kesenian lalu sampai. Guru-guru juga kelihatannya sudah pulang sedari tadi. Maklum, hari sabtu banyak guru yang kosong. Jadi terkadang mereka lebih memilih tidak masuk sekolah sekalian dari pada di sekolah juga tidak mengajar. Tinggal beberapa langkah lagi Bebby sampai di ruang PMR, tapi dia seperti melihat ada keanehan di bagian luar. Meski penasaran, Bebby masih tenang dan tidak berpikir yang aneh-aneh. “Selamat siang, Kak.” sudah sewajarnya bagi adik kelas menyapa kakak kelasnya seperti ini, apalagi mereka satu organisasi. “Siang, kamu belum dengar pengumumannya ya?” tanya kakak kelas yang asik memakan permen sekaligus memegang buku absen. “Pengumuman apa ya, Kak? Aku tidak tahu apa-apa hehehe...” Bebby mengisi buku absen yang disodorkan oleh ketua PMR itu. Di dalam ruang PMR kali ini hanya ada tiga orang beserta Bebby. Mereka berdua adalah ketika dan wakil PMR yang semuanya kelas dua belas. Tentunya Bebby mengenal nama mereka berdua. “Tadi memang aku tidak mengumumkan di speaker sih. Hari ini ekstra ditiadakan karena guru pembimbing ada acara pernikahan anaknya, ditambah kakak kelas dua belas sedang banyak tugas kelompok jadi tidak bisa menemani. Kalian hanya perlu mengisi absen saja sebagai nilai.” jelas siswi berparas manis nan memiliki hidung mancung di depan Bebby. Benar sekali, perasaan aneh yang Bebby rasakan tadi terjawab sudah. Bebby heran kenapa di depan ruang PMR hanya ada dua sepatu. Dia pikir yang lain belum pada datang atau tidak masuk, ternyata hari ini tidak ada ekstra. “Anak-anak lainnya sudah ada yang tanda tangan waktu tadi istirahat kedua, jadi sepi. Sekarang kamu boleh pulang, lagi pula kami juga mau pulang.” ujarnya ramah. Memang, ketua PMR mereka terkenal sangat ramah dan tegas. Jadi banyak anak PMR yang juga dekat dengan ketuanya. “Baik Kak, terima kasih banyak.” Bebby hanya menganggukkan kepalanya sopan lalu memakai sepatunya lagi dan berniat pulang. Meski harus tertinggal oleh Helen dan Virgo, gadis ini tidak masalah. Lagi pula kendaraan di sekitar sekolah juga banyak. Bebby tidak perlu khawatir kehabisan kendaraan umum. Kalau pun kehabisan, dirinya masih bisa meminta jemput Oyon atau Virgo atau naik ojek. Kresek... Kresek... Gadis cantik berparas judes ini kembali mendengar seperti suara sepatu menginjak dedaunan kering di sekitar lapangan basket. Ini suara yang sama dengan tadi ketika dirinya berjalan menuju ruang PMR. “Memikirkan apaan sih, Beb? Tidak ada apa-apa kok.” kepala Bebby menggeleng berulang kali lalu lanjut berjalan menuju gerbang. “Hempt...” “Cepat bawa ke sini...” titah seorang gadis lainnya yang menunggu di ruangan dekat lapangan basket. “Aw...” pekik Yulia ketika tangannya digigit oleh Bebby. “Jangan kabur lo.” “Argh...” Bebby kembali meringis ketika rambut panjangnya ditarik kasar oleh Tania saat dirinya akan lari. “Tol...” mulut Bebby kembali dibekap sebelum dirinya benar-benar berteriak meminta tolong. “Cepetan bawa...” Yulia membantu Tania menyeret Bebby masuk ke dalam ruang alat olah raga. Mendengar suaranya, Bebby tahu jika itu adalah Amanda. Dirinya sering mendengar Amanda menyindirnya jika sedang istirahat atau di mana pun Bebby berada. Bebby tahu jika selama ini Amanda sangat menyukai Virgo, tapi temannya itu tidak menanggapi perasaan Amanda. Cklek... Pintu ruang alat olah raga ditutup secara perlahan oleh Yulia agar tidak ada yang mendengar atau curiga. Karena pasti di sekolah ini juga masih ada tukang kebun, satpam atau mungkin guru dan murid lainnya yang belum pulang. Jangan dipikir Bebby diam saja diperlakukan begini, tentu saja dirinya berontak. Gadis judes itu terus meronta agar tangan Tania terlepas dari lengannya. “Aw... Lo, berani ya sama kakak kelas.” ringis Tania sembari berusaha berdiri, dirinya baru saja terjengkang karena Bebby berhasil menyiku perutnya. “Maaf, gue tidak punya rasa untuk bersikap sopan santun ke manusia macam kalian. Mau kalian apa?” tantang Bebby tanpa takut. Percuma bukan, dirinya ikut taekwondo jika tidak bisa melindungi dirinya sendiri dari serangan jahat. Lagi pula ini juga sudah masuk dalam kategori kenakalan remaja. “Besar juga nyali lo ternyata ya?” “Ahk... Rambut gue...” ringis Bebby saat rambutnya lagi-lagi menjadi sasaran jambakan salah satu dari mereka. “Mampus lo!” Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Bebby. Ternyata barusan adalah ulah Amanda yang menamparnya dengan tenaga lumayan kencang. Jika Tania baru saja terjatuh, berarti yang menjambak rambutnya adalah Yulia. Bugh! Lagi-lagi, Bebby bisa menyerang Yulia meski gadis itu berada di belakang Bebby. Rambutnya terbebas dari jambakan Yulia sekarang. Pandangan Bebby fokus menatap Amanda. Dia yakin jika Yulia dan Tania menyerangnya karena perintah dari Amanda. Seperti yang Bebby ketahui, Amanda adalah ketua geng dari mereka bertiga. “Apa mau lo? Kalau lo berani, lawan satu banding satu dong. Jangan beraninya main keroyokan doang.” Mendengar tantangan Bebby barusan, membuat darah Amanda mendidih tak karuan. Kedua tangannya bahkan sampai terkepal kuat-kuat saking emosinya. “Heh cewek gatel, lo siapa berani mendekati Virgo hah?!” sentak Amanda yang sudah tersulut emosi. Tidak ada raut ketakutan di wajah Bebby, dirinya malah terkekeh mendengar pertanyaan Amanda kali ini. Ternyata inti dari permasalahan masih karena orang yang sama, Virgo! Bebby kadang muak jika dirinya dipandang aneh karena berteman dengan Virgo. Padahal apanya yang salah dalam pertemanan mereka berdua. Lagi pula, Bebby tidak pernah melarang Virgo memiliki kekasih. Dirinya juga tidak meminta Virgo memacarinya atau hal-hal aneh lainnya. “Lo enggak salah bertanya seperti itu?” kekeh Bebby sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d-a-d-a. “Berani ya lo melawan gue!” Amanda maju satu langkah agar bisa lebih dekat dengan Bebby. “Mending jangan dekat-dekat deh, takutnya nanti lo kena sapuan tangan mulus gue.” “Cis... Yang ada juga lo yang jangan sok berani sama gue.” “Lo cuma sendiri, sedangkan kita bertiga. Ya jelaslah lo yang bakal kalah di sini.” ujar Yulia sinis. “Mendingan lo yang jangan dekat-dekat sama Virgo, soalnya dia enggak suka sama lo. Dari pada nanti lo malah tambah sakit hati.” “Lo siapa berani melarang gue mendekati Virgo?” Pandangan mereka mengarah ke tangan Amanda yang dihalangi oleh tangan Bebby ketika Amanda berniat untuk menampar Bebby lagi. Tenaga Bebby jelas lebih kuat karena dirinya sudah dilatih penguasaan tenaga ketika menyerang atau diserang lawan. “Gue teman baiknya Virgo, gue juga salah satu orang yang kata-katanya akan didengar oleh Virgo. Gue kenal Virgo jauh sebelum lo kenal dia, bahkan kita pernah tidur satu bantal kalau lo mau tahu. Gue kost di depan rumah dia, kita sering bareng setiap harinya. Jadi gue peringatkan sama lo, jangan berani mendekati Virgo atau melabrak gue lagi.” gertak Bebby dengan keberaniannya. Amanda masih mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Bebby barusan. Dirinya tidak menyangka jika ternyata Bebby dan Virgo bertemu tidak hanya di sekolah saja. Tapi di luar sekolah juga mereka sering bersama. Apalagi tempat indekos Bebby berada tepat di depan rumah orang tua Virgo. “Jangan mengarang cerita deh lo. Cewek gatel kayak lo begini pasti cuma halu doang kan. Ya masa Virgo mau berbagi bantal sama lo.” cibir Yulia. “Berbagi sendok buat makan saja sering, kenapa berbagi bantal enggak mau. Lo kali yang halu buat bantu teman lo yang bodoh ini.” kekeh Bebby merasa puas karena bisa mengatai Amanda. Plak! “Lancang ya lo ngatain kakak kelas bodoh, dasar adik kelas tidak tahu diri.” Tania sudah terpancing emosi, dirinya langsung menampar pipi kanan Bebby tanpa sepengetahuan Bebby. Dua kali Bebby mendapat tamparan dari dua wanita berbeda karena lelaki yang sama. Sebenarnya Bebby malas meladeni mereka, tapi jika didiamkan malah semakin melunjak dan manusia model Amanda serta kedua kawannya itu memang harus diberi pelajaran sekali-kali agar tahu bagaimana caranya memperlakukan orang lain. “Gue masih menghargai kalian sebagai kakak kelas sekarang. Tapi kalau sampai kalian melakukan hal seperti ini lagi, gue tidak akan memberi kalian ampun.” Tanpa takut, Bebby sengaja menabrak bahu Amanda ketika dirinya berjalan menuju pintu. “Lo mengancam kita?” pertanyaan Amanda barusan membuat langkah kaki Bebby kembali terhenti. Tangan Bebby yang sudah memegang kenop pintu pun harus harus dia tarik kembali. “Ini bukan sekedar ancaman, tapi peringatan. Gue tidak pernah takut sama kalian. Lebih baik kalian sekolah yang benar. Kasihan orang tua kalian banting tulang mencari uang agar bisa menyekolahkan anaknya. Tapi ternyata anaknya malah kerjaannya melabrak anak orang demi cowok. Unfaedah banget kan apa yang kalian lakukan.” tak mau menunggu lama lagi, Bebby langsung keluar dari ruang alat olah raga begitu saja. Kedua tangan Amanda terkepal kuat-kuat, emosinya memuncak seketika mendengar apa yang dikatakan oleh Bebby. “Tahu apa dia tentang keluarga gue yang banting tulang mencari uang.” gumamnya dipenuhi perasaan marah. “Sudah Man, jangan dengarkan orang tidak waras kayak dia.” Tania dan Yulia berusaha meredakan emosi Amanda, meski mereka tahu jika Amanda sudah sangat emosi. Kembali ke Bebby, gadis itu mengusap pipi kirinya yang sedikit perih akibat tamparan Amanda tadi. Meski tidak sampai panas, tapi tetap saja ada rasa perihnya sedikit. Agar hatinya tidak sepanas sekarang, Bebby memilih membeli es tebu yang dijual di sisi jalan sekitar sekolah. Sambil membeli es tebu, Bebby sekaligus menunggu angkot datang. “Beraninya keroyokan saja.” dengus Bebby sambil memakai headset ke telinganya. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD