SALING MENGINGAT!!

1644 Words
Drrtt drrtt drrtt "Ngeh!" Arumi mencari keberadaan ponselnya mematikan alarm. Setelah itu dia berbalik, mengerutkan dahi meringis saat kepalanya begitu pusing. Sshh, ini yang neneknya tidak mau jika dirinya mabuk akan susah untuk sadar. Sebentar, sepertinya tempat tidurnya bergerak sementara dia sedang tenang sekarang. Tak ingin berpikir yang tidak-tidak, Arumi berusaha mengerjapkan mata mencoba membuka deg!! Kelopak matanya berkedip-kedip, begitu juga lelaki yang tengah menatapnya dengan pandangan mendelik seolah bertanya siapa diri nya. Meski pikirannya sudah melanglang buana entah kemana, Arumi terkekeh geli merasa masih dalam pengaruh alkohol jadi otaknya belum berkumpul dengan baik. Mungkin sel sel dalam otaknya sedang mengalami masalah, jadinya eror. Terkejut melihat ada seorang gadis cantik membalas kedipannya, dia berdesis mencoba berbalik memunggungi gadis tersebut yang ternyata melakukan hal yang sama. "Hahaha, sepertinya aku benar-benar mabuk sekarang. Dia siapa Kookie, sialan!" segera memutar punggungnya melihat gadis itu juga melakukan hal yang sama pula. "AAAAAA!" teriakan Arumi spontan membuatnya ikut berteriak. Keduanya sama-sama linglung tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya. Jeon Kookie 37 tahun seorang pemain Cello yang begitu di kagumi para gadis-gadis lain meski statusnya tidak sendiri lagi. Lelaki bergigi kelinci itu langsung berdiri memungut pakaiannya lalu memakainya dengan terburu-buru namun seketika berhenti mendengar pertanyaan gadis itu. "Ka-kau siapa? Bagaimana bisa kau di kamarku dengan!! Ya Tuhan bagaimana ini?" suara Arumi berubah, getaran ketakutan nampak terdengar jelas di telinga Kookie. "Mommy sama daddy pasti bakal kecewa sama Umi. Aku harus gimana!? Aarrgghh!!" Deg! Apa Kookie tidak salah dengar? Dia bilang tadi Umi!? Hahaha mana mungkin dia Umi yang dikenalnya. Ugh sial. Bagaimana jika dia benar-benar Arumi anak dari Logan!? Seingatnya, setelah pemakaman tuan Wijaya, mereka benar-benar tidak pernah bertemu lagi. Tapi mereka tidak pernah bertemu kan, sudah pasti wajahnya... sedikit mirip gadis ini sih. Gadis kecil bermata bulat dengan senyuman polos, gadis yang selalu memberinya jempol karena menganggapnya keren. "Ja-jangan menarik rambut_" "Diamlah sialan!" Sial. Tatapan dingin begitu menusuk tulang, sudah jelas bahwa kebencian gadis itu mendarah daging sekarang. "Ma-maafkan aku, aku dalam keadaan! Sebentar? Apa kau merasakan sakit?" entah kemana arah pertanyaan itu, Arumi hanya memandangnya seolah ingin membunuh saat ini juga atau mungkin akan mencabik-cabik tubuhnya untuk dijadikan daging cincang makanan anjing liar di luar sana. "Apa maksudmu b******k!" Kookie meneguk air liur nya sedikit kasar melihat tatapan itu semakin memicing tajam kearahnya. Dia bukan pengecut tapi jika berhadapan dengan gadis ini sepertinya dia akan menjadi pengecut sekarang. "JAWAB SIALAN!" sentak Arumi membuatnya kalang kabut hingga keceplosan. "Milikmu apakah sakit! Bu-bukan itu maksudku, ayolah pikirkan baik-baik aku merasa tidak melakukannya selain_" "Diamlah sialan!" "Hei, gadis kecil! Bisa tidak jangan memanggilku sialan! Mulutmu benar-benar kotor ya!?" Kookie berkacak pinggang tidak peduli kolor doraemon terlihat menjijikkan di mata Arumi. "Lalu apa? Lelaki b******n! Biadab! p*****l! b******k! b*****t sekalian. Dan satu lagi aku bukan gadis kecil, kau dengar itu paman!" "YAKH!" "APAAA!? HAH!!" Kookie ciut. "Ma-maksudnya coba pikirkan apa milikmu sakit atau tidak. Ayolah, jangan memperkeruh keadaan. Aku hanya me-melihat ki-kissmark di, khem!" Kookie tergagap melihat tulang selangka bahu gadis itu penuh dengan kissmark karena perbuatannya. Sadar dengan tingkah gelagapan lelaki asing itu, Arumi buru-buru menarik selimut. "Lihat apa? Hah! Dasar b******n!" umpatnya sekali lagi dan melempar bantal. Yang mendapat lemparan bantal langsung berbalik memunggunginya, kaki panjang lelaki itu terlihat mencoba meraih celananya. Arumi masuk ke dalam selimut setelah menyambar ponselnya. Ia menyalakan senter, mencari sesuatu yang seharusnya ada jika benar mereka melakukannya. Kalau di pikir-pikir lagi lelaki itu benar, dia tidak merasakan perih di bagian miliknya. Hanya saja kissmark ada dimana-mana. Sial. Dia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Dia takut mommy kecewa padanya. Seharusnya tidak datang kesini saja, jika hanya untuk mendapatkan pengalaman menjijikkan seperti ini. Blzz! Bayangan pertemuan mereka terulang kembali. Seolah waktu berjalan mundur, semuanya terlihat jelas di ingatannya. Oh god! Apa yang sudah ia lakukan, ini salahnya. Dia yang, YUPI SIALAN! AAAARRGGHH!! Arumi benci yupi sekarang. "Mommy hiks. Umi mau mommy!" kalau sudah seperti ini, dia benar-benar membutuhkan Abi. Dia takut, takut sesuatu terjadi padanya. Memang benar dia seorang dokter, tak takut dengan apapun tetapi sekarang beda ceritanya. Ingatannya bukan hanya sekedar mengingat yang terjadi semalam, tetapi juga lelaki yang bersamanya sekarang. Ia pun mengibas selimut melihat punggung lelaki yang tengah mengacak rambutnya. Apa lelaki itu mengingatnya? Tapi kalau ingat juga buat apa, nggak ada untungnya. "Kau," omongan Arumi terhenti melihat Kookie berbalik melempar tatapan sendu. "A-arumi ma-maaf." Arumi menegang. Pandangannya seketika sayu, ia segera berpaling muka tak ingin melihat wajah mengenaskan Kookie. Ternyata lelaki itu juga mengingatnya. Bagaimana ini, apa yang harus ia lakukan? "Maaf, kau salah orang." Sial. Kenapa mulutnya bisa mengatakan hal itu. Lihatlah, ia malah mendengar kekehan dari Kookie. "Tidak ada yang lucu disini." ucapnya dingin meringsuk dari kasur tak lupa melilitkan selimut. "Arumi," "Pergilah. Kau tidak perlu memikirkan hal kemarin, anda benar tuan semalam tidak terjadi apa-apa. kau bisa lihat sendiri kan, tak ada bercak merah di kasur, aku juga tidak merasakan sakit. Soal ini," melihat jijik tanda kissmark lengannya. "nanti juga hilang, kau tidak perlu khawatir." Kookie kembali mengacak rambutnya mengerang kuat. Geram dengan kebodohannya. Dia sudah mengotori anak gadis dari Logan, bagaimana kalau Arumi berbohong setelah tau siapa dirinya. "Kamu tau siapa aku kan? Makanya kamu ngomong kayak gitu." tukas Kookie mendelik tajam. Sayangnya Arumi tak goyah melihat tatapan tajam darinya. Hhh, sepertinya Elvano mengajari anaknya cara bertahan dengan baik seperti apa. "Sorry sir, aku seorang dokter jadi tau apa yang telah terjadi. Soal tadi kenapa berteriak, ya itu refleks aja namanya juga kaget melihat ada orang lain di tempat yang sama jadi_" "Aku bakal tanggung jawab kalau memang kamu_" "Jangan bodoh tuan. Di umur segini nggak mungkin masih bisa dikatakan virgin. Ayolah lebih baik, apa yang kau lakukan?" tanyanya melihat Kookie merogoh saku mengambil ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang. "Stt," desis Kookie meminta Arumi diam sejenak kala Arumi secepat kilat menghampirinya ingin merebut ponselnya. Biarpun Arumi tinggi, jika di sandingkan dengan Kookie, dia tetap terlihat pendek di samping lelaki itu. "Halo Lintang, apa kabar?" Mata Arumi seketika membulat. Sebelum melontarkan kalimat ketidaksukaan terhadap Kookie, lelaki itu lebih dulu menutup mulutnya. "Hei, kamu dimana? Harusnya sekarang kita ngumpul sama yang lain. Kamu benar-benar datang kan?" Suara Lintang membuat Arumi semakin gelisah. Ingin melepaskan diri juga lelaki itu malah membalikkan badannya seperti memeluknya dari belakang dengan mulut masih di bungkam. "Siang nanti aku kesana, tenang saja. Oyah Lin," "Ya," Kookie melirik ke Arumi yang menggeleng keras. "Apa Arumi seorang dokter?" "Ya benar. Kamu bertemu dengannya? Dimana? Dia sedang liburan disini. Kamu tau kan kakak ipar sama mommynya paling posesif kalau berhubungan dengan Arumi. Arumi baik-baik saja kan?" "Ya baik, kami bertemu dan sekarang ARRGGHHH!!" Kookie berteriak keras mendapat gigitan di pinggir tangan dari Arumi. Gadis itu dengan cepat mengambil alih ponselnya lalu mematikan panggilan mereka. "Arumi kamu sshh!!" "Pergi nggak! Uncle keluar sekarang! KELUAR!!" Arumi mendorong Kookie keluar dari kamar. Tidak peduli lelaki itu masih dalam keadaan berantakan sebab hatinya dan pikirannya lebih berantakan sekarang. BLAM!! Pintu tertutup rapat. Membuat Kookie buru-buru mengetuk pintu. "Arumi dengar, saya minta maaf. Arumi buka dulu kita omongin baik-baik. Aru," terhenti saat pintu terbuka. Senyumnya mengembang sempurna sayangnya Arumi hanya melempar barang-barangnya keluar tanpa membiarkan dirinya melanjutkan omongannya. "Get out, uncle!!" Setelah itu Arumi kembali menutup pintu, merosot kebawah menutup wajahnya dengan lengan. Sial. Haruskah dia pulang sekarang? Tapi bekas kecupan sialan ini tidak akan hilang dalam sekejap. Aarrgghh sial. Sial. Sial. Mereka memang tidak melakukan hal yang jauh dari pemikiran tapi tetap saja dia merasa kotor, terlebih lagi orang yang bersamanya itu adalah Jeon Kookie. Sial. Kenapa harus orang itu! Kookie menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu membuangnya perlahan menatap nanar pintu kamar hotel Arumi. Ia mencoba mengingat-ingat kembali kejadian semalam, dan tetap saja hanya ciuman panas yang mereka lakukan tidak lebih dari sekedar memberikan kecupan. Namun dia tidak bisa menghilangkan rasa bersalahnya pada Arumi, apalagi pada Lintang dan Abrina. Bagaimana jika nanti mereka tau apa yang sudah ia lakukan? Belum lagi Logan. Oh sial. Ini benar-benar sial. Dia yang patah hati karena cinta malah membuat situasi semakin tak menentu dan mematahkan hati seorang gadis yang baru ia temui setelah 15 tahun tak bertemu. Jika boleh mengakui, ketika mata saling bertautan ia merasa panah asmara telah melesat masuk menembus jantung hatinya. Gila bukan sih kalau seumpama dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Arumi, karena seharusnya dia sadar diri, umurnya sudah tidak muda lagi untuk jatuh cinta. Patah hati kok malah jatuh cinta lagi, segampang itukah dia sementara untuk membuka hati atas penolakan Lintang saja membutuhkan waktu 10 tahun. Ingat, sepuluh tahun dan itu bukan waktu yang singkat lalu sekarang… sadarlah tua bangka urusanmu bukan dengan anak gadis yang kau lecehkan tetapi orang itu. Mengingat kembali kejadian itu sebelum semuanya terjadi, dia jadi menyalahkan orang tersebut. Kang Meera ini semua salahmu, sialan! "Sial. Bagaimana sekarang? Auch, kenapa juga kepalaku jadi buntu di saat seperti ini." Kookie memukul kepalanya melangkah keluar dari hotel. Sebelum benar-benar pergi, ia memutar punggungnya menengadahkan wajahnya ke atas menatap dimana dokter cantik milik keluarga Logan itu berada. Drrtt Gadis Genit ◖⚆ᴥ⚆◗ : Jangan pernah berani menggoda Umi, dia masih polos tentang cinta. Dunianya hanya ada lelaki dalam keluarga Logan jadi paham brother maksudku. Lagipula kamu kan sudah ada Meera, Cih, sepertinya dia harus mengganti nama sahabatnya ini jadi wanita menyebalkan. Me : Jangan memancingku, dasar menyebalkan (ノಠ*ಠ)ノ Gadis Genit ◖⚆ᴥ⚆◗ : Hahahaha, jadi apa yang terjadi? Kenapa sampai berteriak tadi? Gadis Genit ◖⚆ᴥ⚆◗ : Sabarlah. Tanyakan pada Meera dulu sebelum melakukan hal bodoh. Belum tentu juga dia selingkuh darimu, mungkin saja kamu salah paham siapa lelaki yang bersamanya. Bisa jadi kan? "Salah paham? Benarkah? Keluar hotel bersama-sama apa itu salah paham? Berciuman dengan mesra dalam kerumunan orang, apa itu juga salah paham? Aku tidak sebodoh itu Lintang." dengusnya memilih tidak membalas pesan Lintang. Dia memang menceritakan semua yang dilihatnya pada sahabatnya itu dan ia juga tau maksud Lintang memintanya untuk tidak melakukan hal bodoh karena banyak yang harus ia pertimbangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD