KAMI BERBEDA!!

1919 Words
Jakarta- Kediaman Logan, Abi terbangun dari tidurnya kala merasakan sesuatu terjadi pada Arumi. Pelan-pelan beringsut dari kasur, tak lupa mengikat tali piyama nya beranjak dari kasur dan meraih ponselnya. Jari lentiknya menekan tanda panggil setelah princess Arumi tertera di layar. Hatinya tidak menentu, Arumi seolah sedang membutuhkannya sekarang. "Princess angkat sayang, mommy khawatir nak." Abi menggigit kukunya gelisah Arumi tidak menjawab panggilan darinya. Setelah tiga kali diabaikan, Arumi akhirnya menjawabnya. "Halo mom, maaf Umi baru bangun." Abi mengerutkan keningnya memperjelas pendengarannya. Suara Arumi berubah. "Umi habis minum?" "Ma-maaf." Abi menghela nafas panjang. "Sayang, mommy memberikan izin kesana buat kamu rehat sebentar dari pekerjaan bukan buat minum-minum sampai mabuk. Kamu kenapa, hem?" Abi hanya bisa menenangkan diri untuk tidak terlalu mengekang anaknya. "U-umi cuma, mommy maaf hiks, jangan marah." Kan kan Abi jadi panik sekarang. "Sayang mommy nggak marah, udah dong jangan nangis masa dokter yang katanya dingin, judes malah nangis." "Mommy hiks." "Hahaha udah ya, mommy gak ada di sana meluk Umi sayang. Umi ke tempat anty Lin aja ya, biar ada temen. Ruby juga disana menunggu kamu," "Iya Umi kesana aja. Mommy beneran gak marah kan?" "Nggak sayang, mommy cuma khawatir makanya nelpon. Jangan lupa minum obat biar mabuknya hilang." "Iya mom. Love you," "Love you too princess. Ya udah bangun gih bersih-bersih baru sarapan, nanti mommy suruh om Jay jemput kamu di bandara." "Iya mom, pai pai." "Pai pai sayang, hati-hati." "Siap." Abi kembali membuang nafas panjang, hatinya masih saja gelisah mendengar Arumi menangis. Dia yakin, anak itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Grep! "Astaga!" Abi memekik kecil kala mendapat pelukan dari belakang. "Daddy ish!" mendengus kesal memanyunkan bibirnya melihat Elvano tersenyum lebar. "Kenapa, hem?" tanya Elvano berbisik. "Gapapa, cuman kangen sama Umi aja dad." "Yakin?" Elvano membalikkan badan Abi, menangkup kedua pipi wanita kesayangannya. Meski umur sudah kepala empat, Abi masih saja terlihat cantik bahkan tubuhnya masih seperti dulu tak banyak perubahan. Ya lagian meskipun berubah cintanya tidak akan pernah berubah, itu sudah sumpahnya tak akan membuat istrinya menangis karenanya. Abi pernah berkata saat dirinya melarang untuk melakukan diet bahwa, dia melakukan olahraga atau mengubah porsi makan bukan semata-mata untuk mempercantik agar selalu mendapatkan cinta darinya tetapi istri cantiknya ini ingin tetap sehat agar bisa melihat cucu-cucu mereka nanti. Dan dia setuju akan hal itu, makanya mereka berdua selalu kompak dalam hal olahraga. "Saya tau kamu bohong baby girl," Abi tertawa kecil, panggilan itu masih ada sampai sekarang meski umur mereka tak muda lagi. "Itu Umi mabuk disana, dia ngira aku marah gara-gara ketahuan bohong. Mommy cuman takut sesuatu terjadi sama dia dad, tau kan kalau orang mabuk gimana? Bukan nggak percaya daddy, mommy hanya khawatir_" Elvano membungkam Abi dengan kecupan. "Daddy ih!" "Saya tau perasaan khawatir kamu, terima kasih atas semua yang kamu berikan padanya. Daddy yakin, Umi tidak akan melakukan hal yang membuat mommy kesayangannya sedih. Udah ya, kita masuk lagi." "Gendong." Elvano tersenyum gemas mengecup-ngecup bibir Abi, "Siap laksanakan baby. Eh, ngomong-ngomong emang kamu nggak ngerasain senjata tempur daddy berdiri tegak lagi?" bisiknya setelah Abi berada dalam gendongannya. "Daddy astaga! Kan baru aja selesai sayang." "Mau lagi, please," "Hadeh," "Emang mommy gak mau?" "Hehe, mau." "Hahaha." Abi tersenyum malu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Elvano. Sementara itu Arumi tengah berada di bandara menuju jerman, berharap setelah bertemu Lintang hatinya jadi tenang. Ada Jayden juga sama Ruby jadi mudah-mudahan kehadiran mereka dia bisa melupakan kejadian, entahlah harus menyebutnya menjijikkan atau memalukan ia tak dapat berpikir lagi sekarang. "Ha," ia menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk ke dalam pesawat. Seharusnya dia bisa melupakan kejadian itu, toh semua itu bukan apa-apa, mereka tidak melakukannya selain deg deg deg! Apa jantungnya bermasalah? Arumi menarik lengan bajunya lalu menghitung denyut nadi pada pergelangan tangannya. Apa ini? Detak jantungnya terlalu cepat. Ada apa dengannya? Padahal setiap tahun dia dan keluarga Logan wajib melakukan pemeriksaan medis dan semuanya normal. Lalu sekarang, kenapa? Apa yang terjadi? Apa karena mengingat ciuman panasnya dengan Kookie? Tapi kenapa? Apa ngaruh? Haish sial. Detak jantungnya malah semakin berdetak lebih cepat dari sebelumnya. "Tenang Arumi, anggap itu hanya mimpi buruk. Benar. Kamu cuma perlu lupain semuanya, tetap bersikap netral dengan begitu mommy sama daddy nggak bakal tau apa yang sudah terjadi disini." membuang napas berat menoleh keluar jendela lalu berbisik, "I hate switzerland." memejamkan mata mencoba menghilangkan sesaknya yang tiba-tiba muncul. Di sisi lain, Kookie baru saja tiba di depan rumah Lintang dan Jayden. "Ini bukan mengantar nyawa kan ya? Kok rasa-rasanya segala benda tajam sudah menunggu di dalam sana. Huff, rileks Kook, rileks. Urusanmu sekarang dengan Meera, kau harus menyelesaikannya dengan baik setelah itu mengaku pada keluarga Logan. Sebelum itu, kau!?" punggungnya berputar menengok ke belakang setelah merasakan tangannya di toel seseorang. "Siapa ya?" tanya gadis cantik di depannya. Wajah gadis ini perpaduan antara Lintang dan Jayden, sekilas mirip Lintang sekilas mirip Jayden saat tersenyum. "Ruby?" "Ehem, uncle siapa?" tanya Ruby lagi mengeratkan pegangan paper bag berisikan bahan masakan sang mama. Sebelum menjawab, pintu lebih dulu terbuka dimana Jayden keluar. "Ruby, ngapain kok belum masuk? Dari tadi lho mama nunggu, Kookie!?" Jayden mendekat ke arah mereka setelah menyadari ada Kookie disana. "Hai bung, apa kabar?" Kookie tersenyum lebar menyalami Jayden ala laki-laki. Keduanya saling menepuk punggung. "Kamu, astaga jangan menggoda putriku!" Jayden merangkul pundak Ruby posesif agar lebih dekat dengannya. "Yang benar saja, seleraku bukan bocah ya, mohon maaf." cetus Kookie, namun entah mengapa ada perasaan sesak saat mengatakan hal tersebut mengingat wajah kecewa Arumi. Lebih tepatnya, benci. "Pa, uncle ini siapa?" "Hai, cantik. Uncle_" "Bukan siapa-siapa sayang selain mantan teman tapi mesra mama mu." sela Jayden tanpa rasa bersalah, mengabaikan tatapan cengo dari Ruby dan decakan kesal Kookie. "Emm papa," "Hem, kenapa sayang?" Jayden membalas tatapan mata jernih anaknya. "Teman tapi mesra itu seperti apa?" "Oh?" Kookie tersenyum menang, memasukkan tangannya ke saku menaik turunkan alis meledek Jayden. Suami sahabatnya itu jadi kelimpungan sendiri bingung harus menjawab apa, sedangkan Lintang mewanti-wanti dirinya jangan sampai kepolosan Ruby tercemar karena kebodohannya. Dan sekarang, mampus kau Jayden. "Pa, kok diem? Ah, apa Ruby tanya sama mama_" "Eh jangan dong cantik, entar mama ngamuk gimana? Emang tega papa kena omel lagi?" Dengan polosnya Ruby mengangguk kecil. "Iya tega soalnya papa kadang nakal sih jadi mama ngamuk deh." tutur Ruby tersenyum lebar. Membuat sang papa menganga lebar. Pfftt Percayalah, Kookie sudah mengerti bahasa Indonesia meski masih belum terlalu fasih dalam pengucapan. Lelaki itu hanya menertawakan Jayden yang kalah telak dari anaknya sendiri. "Ruby kok gitu sama_" "Kalian kenapa lama banget sih, ini mau, Kookie! I miss you!" Lintang berlari kecil menghampiri Kookie dan memeluknya erat, mengabaikan tatapan tak suka Jayden yang tengah menutup mata Ruby. "Hahaha kamu ini ya, selalu saja. Ngomong-ngomong Lin, mata suamimu akan lepas tuh." lontar Kookie tak enak hati melihat Jayden mendelik tajam pada mereka berdua. "Wkwkwk, dia memang seperti itu." Lintang melepas pelukannya, menepuk bahu Kookie. "Masuk gih sama Ruby, aku mau ngomong sama mas Jeje dulu." ucapnya beralih pada Jayden. Kookie mengangguk. "Sayang, uncle Kookie nya di suguhin jus cantik, habis itu siap-siap berangkat sekolah." ucap Lintang dibalas anggukan kecil dari Ruby. Ia membiarkan Kookie dan sang anak masuk lalu memeluk lengan Jayden manja. Dia terkekeh melihat Jayden berpaling muka darinya. "Jangan marah om Jeje, kan cuma kangen doang sama dia nggak lebih." "Lebih juga_" "Boleh emang?" "Ih kamu mah gitu." Jayden merajuk melepaskan rangkulan Lintang beralih memeluk wanita itu. "Jangan gitu, tua-tua gini aku masih cemburu loh." "Ulululu, cuami ciapa cih hem, gemes banget hehe." "Sayang," "Iya iya maaf. Nggak gitu lagi, lagian siapa bilang kamu tua, hem? Maung kesayangan aku nggak pernah tua, liat aja sekarang lagi manja gini hehe." Jayden mengecup pipi Lintang lembut berbisik, "Main yuk, kangen." "Heh! Ngelunjak ya anda." "Hehe." "Om," Jayden berdehem. "Itu Arumi dalam perjalanan kesini, bantu siapin kamar ya. Katanya nggak usah di jemput, nanti pake taksi bandara aja kesininya." "Eh serius? Kookie gimana?" "Kookie, ke hotel sayang nggak enak kita punya anak gadis malah masukin cowok ke dalam rumah." "Iya sih. Ya udah yuk masuk, biar aku siapin semuanya." Lintang mengangguk, keduanya pun berjalan ke dalam rumah. * * * Satu jam kemudian bel pintu berbunyi, Kookie berlari kecil keluar sebelum Jayden datang dari ruangan atas. "Biar aku saja." ucap Kookie melihat Jayden di ujung tangga. Cklek. "Dengan sia-Arumi!!" Deg! Arumi yang tengah menunduk sibuk dengan ponselnya seketika mendongak menatap Kookie yang kini terdiam kaku melihat keberadaannya. Keduanya sama-sama diam, bungkam dengan Arumi menggenggam erat ponselnya. Lagi-lagi Arumi melihat tatapan bersalah dari iris mata rusa milik Kookie. "Jangan menatap saya kayak gitu udah berlalu juga, uncle udah nggak usah ngerasa bersalah. Lagian tidak terjadi_" "Akak princess!" suara Ruby memecahkan keheningan dalam diri Kookie. Gadis itu tak jadi berangkat sekolah setelah mendengar kakak sepupu cantiknya bakal datang. Lelaki itu mencoba tersenyum mempersilahkan Arumi masuk, ketika Arumi melewatinya, detakan jantungnya berpacu dengan cepat. Bau parfum Arumi sama persis saat mereka bertemu semalam. Dan itu sangat memabukkan. Pandangannya tak pernah lepas dari Arumi, setiap gerakan gadis itu tak mampu menahan sesuatu dalam dirinya yang tiba-tiba memberontak. Arumi memeluk Lintang erat, menumpahkan semua perasaannya pada adik dari sang mommy. "Kenapa, hem? Kamu gapapa kan?" Ia hanya menganggukkan kepala memejamkan mata, membayangkan bahwa yang memeluk dan menenangkan dirinya saat ini adalah Abi. Jayden mengangguk kecil melempar tatapan bertanya pada Lintang, sayangnya sang istri hanya menggeleng pelan. "Kamu istirahat dulu ya, nanti turun kesini lagi buat makan siang. Sstt gapapa, udah ya." lontar Lintang, Arumi melonggarkan pelukannya mengangguk kecil. "Tuh adik kamu dari tadi nungguin mau di peluk." Arumi tertawa kecil beralih memeluk Ruby. "Ugh, sayang banget mereka nggak ikut." ucap Arumi, ekor matanya melirik Kookie yang diam menunduk di sofa tak jauh dari mereka. Beberapa menit kemudian, makan siang di suguhkan di atas meja. Beberapa lauk begitu menggugah selera, Kookie yang tadinya begitu cerewet sebelum Arumi datang kini jadi pendiam. Dia diam-diam melirik Arumi, gadis itu terlihat santai atau mungkin sedang mencoba santai tidak seperti dirinya yang kini menjadi gerah dan salah tingkah. "Jadi gimana Kook, udah ngomong sama Meera?" tanya Lintang memecahkan keheningan di meja makan. Kookie tersadar dan berdehem kecil, "Untuk apa? Semua sudah jelas." katanya ketus. "Bung, ada baiknya kamu tanya dia baik-baik dulu. Ingat Kook, ada Ha Neul di antara kalian. Putramu masih kecil, itu tidak baik untuk dia seumpama kalian pisah. Trauma bisa datang kapan saja, apalagi anak sekecil Ha Neul itu benar-benar berbahaya." sambung Jayden seketika menghentikan suapan Kookie. "Saya ngomong begini karena tau seperti apa dampak perpisahan orang tua." lanjut Jayden mendapat lirikan dari Arumi. Gadis itu tersenyum tipis mendapat usapan lembut dari Jayden. "Apa harus? Ini masalah kepercayaan pasangannya yang dikhianati. Oke fine mungkin bisa ngomong baik-baik tapi apa dia bakal jujur sementara dengan mata dan kepala saya sendiri melihat mereka melakukan hal menjijikkan. Kalau dia memikirkan Ha Neul, untuk apa berbohong padaku? Kalian tau apa yang dia katakan saat pamit, dia mau ke busan ibunya sedang sakit jadi tidak bisa membawa Ha Neul agar bisa fokus merawat mertuaku. Dan wah, aku tidak tau busan berada di Swiss." Kookie meletakkan sendoknya bersandar pada sandaran kursi menyisir rambutnya ke belakang menghela napas berat. "Intinya anak uncle harus mengerti apa yang terjadi sama kalian. Saya ikut ngomong karena tau hati seorang anak yang menjadi korban keegoisan orang dewasa seperti kalian." senyum Arumi tercetak jelas di sana namun itu malah membuat hati Kookie berdesir sakit yang menyesakkan. Ini yang ia sesalkan, kenyataan bahwa dia sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra sementara hatinya sudah mati rasa karena pengkhianatan istrinya. Lalu keberadaan Arumi baginya? Entahlah, yang pasti tatapan gadis bermata biru laut itu membuatnya merasakan apa yang pernah ia rasakan saat bersama Lintang dulu. Kami berbeda!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD