Kamar Tamu

1136 Words
Setelah pulang dari mengunjungi rumah Pak Arya dan anaknya Navo, polisi itu kembali mengajak Kiara ke kantor polisi untuk menyelesaikan formalitas. "Pak polisi, saya sudah boleh pulang kan?" Kiara sangat lelah. Sejak pagi harus berkelahi dengan bapak-bapak galak dan malah akhirnya keliling sama pak polisi. Dia sempat berpikir, apakah ini karma, karena meninggalkan Aero di hotel tanpa pamitan. "Pulang kemana? Jakarta?" Polisi itu bertanya ringan, sambil membereskan berkas. Kiara menggelengkan kepalanya. "Kopernya aja belum ketemu!" Dia juga masih belum ingin kembali secepat itu. "Nginap di hotel?" Polisi itu bertanya dengan serius. Kiara sendiri belum menemukan tempat tinggal. Dia berniat untuk mencari penginapan. Karena nantinya dia ingin tinggal agak lama di Bali. Bisa bangkrut jika memilih tinggal di hotel selama itu. "Ayo, saya antar!" "Eh jangan!" Kiara langsung menolak, menghentikan polisi itu yang akan berdiri dari posisi duduknya. "Saya gak mau ngerepotin pak polisi lagi!" Kiara tidak ingin lagi berurusan dengan polisi. Niatnya liburan, bukan untuk menambah stres. Polisi lain mendengar pembicaraan mereka dan menyahuti. "Udah gak apa-apa mbak, dianter aja. Takutnya kenapa-kenapa lagi kan. Lagian pak Reval bisa bantu anda untuk mencari penginapan. Dia hapal daerah sini!" Mendengar saran tersebut bukannya membuat Kiara setuju, dia malah semakin yakin menolak. "Aku punya tempat yang cocok. Harga murah dan aman. Lagian jika ada kabar terbaru tentang pencarian kopermu, kan gak harus nyari-nyari tempat tinggalmu lagi!" Polisi itu tersenyum yakin, karena melihat Kiara tidak bisa berkata-kata. Dan yes, berhasil. Polisi itu bisa membujuk Kiara untuk ikut bersamanya. Sepanjang jalan, Kiara menikmati melihat pemandangan sekitar. Tempat dimana dia tidak bisa menemukan gedung bertingkat dan juga tidak ada kemacetan. Dia malah bisa melihat turis atau orang lokal di sepanjang jalan. "Kamu suka bawa orang untuk dicarikan penginapan?" Kiara tidak lagi bersikap formal, seperti ketika di kantor Polisi. Dia bahkan bicara tanpa memandang lawan bicaranya. Reval tersenyum, dia menjalankan mobilnya dengan lebih pelan. Karena akhirnya Kiara mau buka suara. "Aku bukan agen pariwisata, jadi jawabannya tidak!" "Oh!" Kiara pikir polisi di sini juga suka berbisnis menawarkan tempat penginapan. "Nama anak tadi siapa?" "I Gede Navo. Panggil aja Navo!" "Emm, kalo namamu!" Kiara tahu nama polisi itu Reval, tapi dia ingin tahu nama depannya. Senyum Reval semakin mengembang. Dia bahkan melirik gadis cantik yang duduk di sebelahnya. Rambutnya agak kusut, tapi tidak memengaruhi kecantikannya. "Reval adalah nama depan. Aku bukan orang Bali asli!" Kiara langsung menoleh dan memperhatikan wajah Reval. Dia tidak mengerti karakteristik orang Bali asli, tapi dia bisa melihat kalau Reval berbeda. Sebagai designer perhiasan, dia juga biasa menganalis penampilan seseorang untuk mencocokkan jenis dan model perhiasan yang akan dipakai. Tidak lagi ingin bicara tentang orang lain, dia kembali memikirkan dirinya sendiri. Rencananya yang mungkin harus diubah, karena kopernya hilang. "Aku harap di penginapannya ada bathtub!" Kiara membayangkan dirinya berendam sambil menikmati lilin aroma terapi. Tapi setelah memikirkannya, dia jadi ingin dipijat juga. Reval tidak menanggapi. Dia melajukan mobilnya sambil menyapa orang-orang yang dikenalnya. _ Kiara mengamati bangunan rumah dan halaman yang memisahkan tiga gedung. Dia pikir Reval akan membawanya ke vila. Tapi bukankah ini rumah tinggal? "Cuma aku dan ibuku yang tinggal di sini. Jadi kamar tamu kami juga kosong. Rumah ini terbagi atas tiga bangunan. Yang disana," Reval menunjuk pada bangunan yang sedikit lebih terbuka dan banyak dikelilingi tanaman. "Itu dapur. Kalo kamarmu yang di depan. Jadi kalo laper, kamu tinggal cari aja di dapur. Misal gak ada makanan, ya masak. Gratis!" "Ayo, temui ibuku, baru nanti aku ajak liat kamarmu!" Reval berjalan menuju bangunan rumah paling besar. Lantai berbahan keramik putih dan teras rumah yang luas. "Bu, aku pulang!" Reval langsung masuk setelah melepas sepatunya. Di belakang, Kiara juga mengikuti langkah Reval, melepas sandalnya di sebelah sepatu Reval. Reval masuk ke dalam dan mencoba mencari keberadaan ibunya. Saat Seorang wanita muncul dari dalam ruangan tengah. Terlihat tangannya tengah sibuk menjahit sesuatu, karena ada benang yang dipegang di tangan kanannya. "Kok tumben, biasanya juga gak langsung pulang. Maen dulu." Tatapannya menemukan gadis cantik yang berjalan di belakang Reval. "Eh, siapa ini cantik sekali!" Melihat bagaimana putranya selalu bermain-main dan tidak pernah mengenalkan calon istri, dia pikir akhirnya anaknya cukup masuk akal, bawa calon mantu pulang. Reval langsung mengerti arti senyum di wajah ibunya. Pemikiran ibunya langsung bisa ditebak. Buru-buru dia menjelaskan sebelum ibunya berbicara lebih banyak. "Bu, ini Kiara. Dia akan menyewa kamar di depan. Datang dari Jakarta!" "Oh orang Jakarta!" Respon ibunya Reval masih sangat antusias. "Iya, Bu!" Reval jadi khawatir. Dia buru-buru menarik tangan Kiara untuk keluar dari rumahnya. Gadis cantik itu sedang sangat sensitif dan mudah curiga. Dia tidak mau ucapan ibunya nanti membuat Kiara semakin menjaga diri terhadapnya. Ibunya Reval menyembunyikan senyum bahagia. Karena putranya bisa membohongi siapapun, tapi tidak mungkin bisa mengelabuinya. Mungkin saat ini belum jadi calon mantu, tapi dia bisa melihat putranya punya ketertarikan dengan gadis Jakarta itu. Di bangunan depan, Kiara diajak Reval untuk melihat kamar tamu di rumah mereka. Meskipun tidak terlalu bagus, tapi sangat bersih. Dan juga ada fasilitas kamar mandi. Dan harapannya untuk berendam juga harus pupus. Karena tidak ada bathtub. "Istirahatlah. Nanti malam, aku akan panggil untuk makan malam bersama!" Reval agak tidak enak untuk terlalu lama berada di kamar itu. Dia pun tahu untuk segera pergi dan meninggalkan Kiara sendiri. Meskipun akhirnya bisa merebahkan tubuhnya. Kiara masih mengeluh dalam hatinya. Tanpa kopernya, dia seperti anak hilang yang tidak tahu arah. Masih ada ponsel dan tas kecilnya, tapi tidak membuatnya merasa tenang sedikitpun. Sepatu favoritnya, gaun-gaun mahal miliknya, yang dia rencanakan untuk datang ke klub. Laptopnya dan yang paling penting, buku gambarnya. Ada dua design baru yang berhasil dia buat saat di pesawat kemarin. Sungguh sangat berharga. Dia ingin mandi, tapi kelopak matanya sangat berat. Tidak tahu kapan tepatnya dia mulai tertidur. Kiara baru bangun saat hari sudah gelap. Itupun karena Reval menggedor pintu kamarnya. Yah, bukan ketukan ringan, tapi sebuah gedoran. Kiara hampir menyesali pilihannya untuk berlibur ke Bali. Kenapa tidak ada hal baik yang bisa membuatnya merasa tenang? Bahkan tidur pun dan nyenyak. "Ara, bangun. Kamu akan melewatkan makan malam!" "HM, sebentar lagi!" Kiara benar-benar mengantuk, tapi saat ini matanya sudah terbuka lebar. Reval tidak langsung menjawab, tapi kemudian ada ketukan kecil di pintu. "Aku taruh bajumu di sini. Ambil dan mandilah!" Kiara langsung bangkit, dia ingat jika dirinya belum mandi. Dia bersyukur Reval ingat kalau kopernya hilang. Sehingga dia bisa segera mandi dan ganti baju sekarang. Membuka pintu, sudah tidak ada lagi orang di sana. Di kejauhan, dia bisa melihat punggung Reval menjauh menuju dapur. Dia melihat tas kecil di dekat kakinya, mengambilnya dan membawanya masuk ke dalam. Baju itu adalah kaos putih dan rok. Meskipun tidak sesuai gayanya, tapi terlihat kalau baju itu baru. Tidak mungkin untuk tidak merasa puas, toh hanya malam ini saja. Kiara akhirnya bisa tersenyum. Satu bulan satu juta lima ratus ribu, disediakan makan gratis di rumah, sungguh biaya sewa yang cukup murah. Sepertinya tidak buruk juga polisi itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD