Reval membantu ibunya membuat lauk untuk makan malam, setelah mengantarkan baju untuk Kiara. Dia membeli baju itu tadi sore, meskipun mungkin kurang cocok dengan selera gadis Jakarta seperti Kiara, tapi kaos dan rok akan selalu bisa dipakai.
"Kiara belum bangun?"
Reval menggelengkan kepalanya, dia tersenyum maklum. "Bu, Kiara mungkin belum terbiasa di Bali. Bagaimana jika besok ibu ajak dia ke pasar. Reval udah cerita kan, kalau kopernya hilang. Dia gak punya baju ganti!"
Ibu mengangguk setuju. "Nanti kita tanyakan sama Kiara, jika dia setuju, ibu akan ajak dia ke pasar!"
"Bu, boleh enggak kalau malam ini kita tambahkan lauk udang balado!" Reval melihat olahan ikan yang sedang dibuat ibunya, khawatir jika Kiara tidak menyukai masakan Bali.
"Oke, ambil udangnya di kulkas. Bersihkan sekalian!" perintah ibu setelah melihat niat putranya.
Ini bukan pertama kalinya mereka menyewakan kamar tamu pada pelancong. Tapi ini pertama kalinya, putranya membawa wanita yang diperlakukan cukup istimewa. Dia sebagai seorang ibu, tentu akan berkompromi.
Keduanya sibuk, tapi yang lebih banyak sibuk adalah ibu. Reval hanya sedikit membantu. Dia terbiasa dengan rutinitas tersebut. Karena mereka hanya tinggal berdua, Reval terbiasa membantu kerepotan sang ibu.
Saat Kiara datang ke dapur. Aroma sedap makanan langsung menyambut indera penciumannya. Dia melihat bagaimana polisi yang tegas siang tadi sedang menata piring di meja makan.
"Duduklah!" Reval melihat Kiara datang, memperhatikan bahwa gadis itu memakai baju yang dia belikan. Meskipun agak kurang cocok, tapi tidak mengurangi kecantikan Kiara.
Tangan kekar itu sangat cekatan, menyiapkan makanan di meja makan dan juga melengkapi peralatan makan untuk tiga orang.
"Kenapa dengan tanganmu?" Kiara melihat ada beberapa luka lecet di tangan Reval, saat laki-laki itu sedang memberikan sendok di piringnya.
Reval melihat tangannya. "Jatuh dari motor!"
"Kamu juga naik motor?"
"Hem, aku pinjem motor pamanku. Tapi malangnya gadis mabuk menabrak motorku dari arah depan!" Reval agak geli saat membicarakan kecelakaan tersebut. Dia melirik Kiara dan menyembunyikan senyumnya.
Kiara langsung mengubah wajahnya. "Orang-orang mabuk seharusnya tidak membawa kendaraan!"
Reval tidak menanggapi. Sepertinya Kiara masih agak kesal dengan kejadian pagi ini dengan pak Arya.
"Ayo makan. Berhenti mengobrol!" Ibu datang membawa buah yang sudah di potongnya.
"Makasih, Bu!" Kiara sangat senang, karena ibunya Reval sudah menyiapkan makan malam dengan baik. Dia merasa ibunya Reval juga baik.
Ibu hanya tersenyum. Dia menegur putranya dengan mencubit lengannya, karena Reval terang-terangan melihat ke arah Kiara. Dia khawatir akan membuat Kiara tidak nyaman.
Kiara tidak banyak menyentuh menu lainnya, selain udang. Reval merasa lega, dia berinsiatif untuk mengajukan ide memasak udang malam ini.
Ibu kembali ke rumah dengan membawa gelas air minum, sedangkan Reval sibuk mencuci piring. Kiara masih di meja makan, dia melihat betapa cekatannya Reval dengan kegiatan bersih-bersihnya itu.
Dia kembali mengingat tentang Jordi. Laki-laki itu sangat suka kebersihan. Citra laki-laki tampan melekat baik berpadu dengan kepribadiannya yang rapi. Jadi saat akhirnya melihat betapa cekatannya Reval di dapur, dia merasa Jordi memang laki-laki yang cukup enak di pandang, tapi tidak terlalu bisa diandalkan. Jika saat ini Reval di posisi Jordi, laki-laki itu akan memilih untuk membiarkan orang lain membersihkan. Dan kemudian mengajaknya jalan-jalan setelah makan.
Menghela napas, Kiara sadar dirinya masih belum benar-benar bisa lepas dari Jordi. Bahkan mulai membandingkan orang lain dengan Jordi.
Berjalan menuju Reval, dia ingin melihatnya mencuci. Dia tidak tahu kalau polisi juga bisa cuci piring.
Reval melihat Kiara dan tersenyum. Gadis itu tidak berniat membantu, hanya ingin berdiri dan melihat. Dia pun tidak menyuruhnya untuk melakukan hal merepotkan seperti itu.
"Kamu bosan?"
"Hem, aku cuma mau liat cara kamu mencuci piring!" Kiara jujur dengan niatnya. Meskipun dia di sini sebagai penyewa, dia tidak ingin berniat berbasa-basi untuk bersikap sopan.
Reval menyunggingkan senyumnya. Seperti yang telah dia pikirkan. "Kamu tidak tahu cara cuci piring?"
"Tahu!" Kiara menjawab cepat. Kemudian memutar tubuhnya, bersandar cukup jauh dari percikan air wastafel. "Aku juga kadang-kadang mencuci piring dan gelas bekas makanku sendiri. Tapi karena di rumah ada mbak, aku tidak terlalu sering melakukannya!"
"Kamu hanya tinggal berdua sama ibumu?"
"Hem, hanya berdua. Ayahku sudah meninggal sejak aku masih kecil. Adik ibuku sudah memiliki keluarga dan tinggal tidak jauh dari sini. Apakah menurutmu rumah kami sangat sepi?"
Kiara melihat sekeliling. Yah, sangat sepi. Tapi dia tidak ingin mengatakannya seperti itu. "Cukup nyaman, setidaknya tidak akan ada yang menganggu dengan suara berisik!"
Reval buru-buru menyelesaikan pekerjaannya. Dia tahu Kiara mungkin bosan. Meskipun Kiara tidak mengatakannya, tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong.
"Mau jalan-jalan sebentar?" Reval meletakkan piring terakhir. Dia melirik Kiara, melihatnya makan buah dengan tanpa minat.
"Oke!" jawab Kiara tanpa banyak berpikir.
Ini sedikit berbeda dengan konsep liburan yang dia maksud. Bahkan jauh dari rencana awalnya. Tapi karena masih penyesuaian, dia tidak menolak keadaan.
"Aku berniat cari mobil setelah ini. Agar mudah bepergian!" Kiara melangkah dengan santai, memperhatikan sekitar rumah Reval. Mereka berjalan keluar ke jalanan, tapi suasananya masih agak sunyi.
Reval mengernyitkan dahinya. Seseorang berlibur dan membeli mobil untuk bepergian? Itu agak terlalu buang-buang uang.
"Kenapa tidak naik taksi saja. Kamu kan tidak akan selalu tinggal di Bali!"
"Gak apa-apa, jual lagi saja kalau aku kembali ke Jakarta!" Kiara tidak berniat untuk menjelaskan lebih banyak pada Reval.
Dia memikirkan tempat-tempat yang ingin dia kunjungi. Dia juga ingin bepergian dengan bebas. Menurutnya itu sepadan dengan kebebasan yang akan dia miliki dengan memiliki kendaraan sendiri.
Reval tidak banyak bertanya lagi, setelah melihat Kiara sepertinya sudah membuat keputusan.
"Besok ibu berniat mengajakmu ke pasar untuk berbelanja baju. Tapi jika kamu punya rencana sendiri, tidak apa-apa!" Reval mencoba mengerti, wanita seperti Kiara selalu punya rencana.
"Oke, tidak apa-apa. Aku juga ingin melihat pasar di Bali!" Meskipun tidak ada dalam rencananya, tapi Kiara cukup tertarik. Dia pikir mungkin akan seru untuk jalan-jalan ke pasar sebagai turis.
Reval melihat ke arah keramaian depan dan menghela napas. Karena besok atasannya memiliki perintah tugas, jadi hanya bisa menyerahkan Kiara pada ibunya.
"Ayo kembali, udaranya dingin. Kamu gak pakai jaket!" Reval membuat alasan untuk segera kembali, karena dia baru ingat dirinya telah membuat janji dengan atasannya dan beberapa rekannya untuk bertemu malam ini.
Kiara agak menyayangkan karena kembali terlalu cepat. Dia masih ingin melihat-lihat sekitar. Tapi dia tidak membantah. Reval sangat tegas dengan apa yang dikatakannya.
Tiba-tiba dia merasa ragu dengan keputusannya, apakah dia sudah membuat keputusan yang salah, dengan menyetujui tinggal di rumah Reval? Dia khawatir akan berselisih dengan pemilik rumah.
"Ada apa?" Reval merasakan tatapan Kiara seperti sedang menyalahkannya.
Kiara menggelengkan kepalanya. Dia melihat rumah Reval lagi. "Apakah ibumu akan keberatan jika aku pulang malam. Aku juga tidak akan melaporkan kemana aku pergi dan pulang kapan, apakah itu mengganggu kalian?"
Reval mengerutkan kening, dia juga sedang memikirkan pemikiran ibunya. Seharusnya hal seperti itu tidak akan menjadi masalah. "Mungkin saat kamu pulang malam, kamu bisa menyempatkan waktu untuk mengabariku. Karena itu akan membuat kami lega!"
Mempertimbangkan jawaban Reval, Kiara tidak merasa itu buruk. Toh memang dia sedang menginap di rumah mereka. "Oke!"