Naufal tidak pernah mengerti mengapa banyak orang tertarik dengan dirinya. Oke, ia akui dirinya memang cukup tampan dan memiliki suara bagus, tetapi hanya sebatas itu. Untuk ukurang orang yang bekerja di industri showbiz, ia merasa dirinya tidak cukup menarik.
Berbeda dengan Doni yang tingkahnya menggemaskan, Noah dengan kemampuan bahasa Inggrisnya, Brian yang percaya diri di mana pun, atau seperti Heru yang berkepribadian 4D.
Hanya suara yang bisa ia banggakan.
Karena itulah ia bekerja keras bersama anggota HAYDAY lainnya untuk membuat lagu terbaik. Sebelum debut, mereka membuat hampir 100 lagu, dan hampir seluruhnya ditolak oleh perusahaan. Jika bukan karena rasa kuat ingin debut, mungkin Naufal sudah memilih untuk duduk di bangku kuliah dan mendengarkan ocehan dosen di kelas.
Di antara sekian lagu, lagu bertajuk ‘Summer Breeze’ berhasil lolos menjadi lagu debut. Akhirnya.
Perjalanan HAYDAY tidak mudah, meski berasal dari salah satu dari tiga perusahaan entertainment terbesar di Indonesia. Sebelum debut resmi, mereka tampil dari satu panggung ke panggung lainnya. Bayarannya mungkin tidak seberapa, tetapi mereka senang karena mampu bernyanyi dan tampil di depan banyak orang.
Lalu HAYDAY resmi debut dengan Summer Breeze. Sebuah lagu tentang mengenang seseorang saat musim panas.
Mulai meniti karir, HAYDAY tetap rajin manggung untuk mengumpulkan pendengar setia. Sayangnya, di tengah perjalanan karir HAYDAY, Kamal memutuskan untuk keluar. Sebuah keputusan yang sulit, tetapi Naufal menghormati keputusan Kamal.
Naufal sempat merasa dirinya tak berguna sebagai leader karena hengkangnya Kamal. Bagaimanapun, Kamal adalah teman yang ikut berjuang selama masa trainee mereka. Tetapi Naufal berusaha menutupi kerisauannya karena ia tak ingin anggota lain merasa semakin sedih.
Sempat limbung, HAYDAY berusaha bangkit. Lalu sebuah projek yang cukup gila dicetuskan, yaitu merilis lagu baru dan mengadakan konser setiap bulan selama setahun penuh. Para anggota HAYDAY tidak yakin tadinya akan hal ini, terutama Brian yang dengan vokal mengatakan, “Bahkan aku akan sangat bersyukur jika aku dapat melakukannya hingga setengah jalan saja.”
Naufal melihat kondisi para anggota HAYDAY. Mereka akan sangat-sangat sibuk. Tetapi, melihat banyaknya lagu prarilis, yang sayang jika dibuang, Naufal merasa bahwa HAYDAY bisa melakukannya.
Dan yang terpenting, Naufal percaya dengan kemampuan para anggota HAYDAY.
“Bagaimana menurut kalian? Apakah kita mampu?” tanya Naufal. Naufal bukanlah tipe leader yang berusaha membujuk anggotanya untuk melakukan hal sesuai kehendaknya. Big big no. Kebalikannya, Naufal justru adalah pendengar yang cukup baik. Ia selalu bertanya dahulu bagaimana pendapat anggota HAYDAY, mengutarakan pendapatnya sendiri, setelahnya baru mengambil keputusan bersama.
Itulah mengapa Naufal adalah leader yang dipatuhi dan disayangi para anggota HAYDAY.
Dan keputusan kali ini adalah HAYDAY akan melakukan project FromUs, di mana mereka harus merilis dua lagu baru tiap bulannya. Sudah pasti, para anggota HAYDAY merasa stress dan tertekan. Namun tiap kali mereka melihat wajah para penggemar di konser, energy mereka terasa terisi kembali.
Seiring berjalannya waktu, HAYDAY sukses menyelesaikan projek FromUs. Selain itu, mereka juga mendapatkan penggemar baru yang jumlahnya meningkat drastis. Singkat kata, HAYDAY merasa sangat bahagia dan terharu saat mereka mengadakan konser FromUs terakhir di bulan Desember.
Semenjak itu, popularitas HAYDAY terus meningkat. Tidak hanya dari segi jumlah penggemar yang tiap harinya selalu bertambah, namun lagu mereka juga mulai terkenal kalangan masyarakat umum. Sebuah pencapaian yang tidak mudah bagi seorang grup musik.
HAYDAY lalu mulai sibuk. Konser di berbagai kota di belahan dunia, tampil di festival, temu penggemar, merilis lagu dan album, memutar otak untuk membuat lagu baru, dan menghadiri beberapa acara hiburan atau radio. Kesibukan itu terbayar dengan energi yang fans berikan saat mereka bertemu.
Naufal tidak pernah mengira bahwa ia akan bisa sebahagia ini.
Atau itulah yang tadinya terpikir olehnya.
Siapa sangka, rasa bahagia itu perlahan justru menggerogoti diri Naufal. Rasa bahagia itu berubah bentuk menjadi rasa cemas. Tadinya ia berusaha mengabaikannya, tetapi rasa cemas itu semakin sering menghampirinya.
Bagaimana jika lagu ini tidak disukai oleh para penggemar? Bagaimana jika lagu saat ini tidak akan sesukses lagu sebelumnya? Apakah tidak apa-apa jika aku menyuruh fans pulang karena membuntutiku sepanjang hari? Bagaimana jika ia menyebarkan rumor buruk dan tidak lagi menyukai HAYDAY?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus muncul di benak Naufal dan setiap hari intensitasnya semakin parah. Ia bahkan sengaja tidak membuka sesi komen di postingan HAYDAY karena ia selalu saja menemukan satu-dua komen buruk mengenai dirinya. Puncaknya adalah saat Naufal terbaring sakit sehari sebelum perilisan album terbaru. Saat diperiksa, baru Naufal mengaku bahwa kecemasan menggerogoti dirinya, sampai-sampai, ia tak nafsu makan selama dua minggu.
Tentu saja para anggota HAYDAY yang kain kaget saat mendengar hal ini. Mereka tahu bahwa leader mereka bukanlah sosok yang ceria 24 jam dalam sehari tetapi untuk menderita kecemasan hingga tak nafsu makan…
Mereka tidak menduga ha; tersebut.
=====
Para anggota HAYDAY menyesal karena tidak memerhatikan leader mereka lebih dekat lagi. Terutama Noah. Noah adalah anggota HAYDAY pertama yang dengan jujur mengatakan ke anggota lainnya bahwa ia merasa lelah. Malam itu di dorm, usai penentuan konsep album terbaru, Noah berkata,
“Insomniaku semakin parah. Aku tidak bisa tidur sebelum pukul 4 pagi. Aku minta maaf karena aku tahu bahwa tidak seharusnya aku mengeluh, di saat kita semua bekerja keras bersama-sama. Tetapi, jujur, aku merasa lelah dan takut.”
Pertama kali mendengar pengakuan Noah, seluruh anggota HAYDAY terdiam.
“Aku minta maaf karena kondisiku ini. Aku bercerita karena ingin melepaskan beban,” lanjut Noah.
Sedari masa pelatihan, anggota HAYDAY tahu seberapa sabar dan seberapa besar usaha yang Noah lakukan untuk bisa debut. Dibalik penampilannya terlihat seperti orang yang cuek dan asal ceplas-ceplos, Noah sebenarnya memiliki hati yang lembut.
“Terima kasih telah bercerita kepada kita, Noah,” ujar Naufal memecah keheningan. Noah tidak pernah merasa selega itu mendengar respons Naufal usai pengakuannya.
Setelah itu, anggota lain menghujani Noah dengan kalimat pendukung dan berusaha menghibur Noah. Saat itu, Noah sangat bersyukur memiliki HAYDAY di sisinya. Malam itu juga, mereka berlima memutuskan untuk memberitahukan kondisi Noah kepada pihak perusahaan dan mendukung Noah sepenuhnya untuk memulihkan kesehatan mentalnya.
Noah tidak percaya bahwa ia tidak mampu membaca tanda-tanda kecemasan pada Naufal. Noah merasa egois, hanya fokus pada dirinya sendiri, namun Naufal langsung mematahkan pikiran tersebut.
“Ini murni keputusanku, jadi tak perlu menyalahkan dirimu, Noah. Aku yang harus bertanggung jawab atas pilihanku, begitu pula dengan individu lain di luar sana. Daripada menyalahkan diri sendiri, aku lebih senang menerima ucapan ‘Terima kasih telah bercerita, Naufal’ darimu,”
Mendengar penjelasan Naufal, Noah mengangguk-angguk sembari meneteskan air mata di samping kasur Naufal. Sembari mengucapkan kalimat yang ingin didengar Naufal tersebut, Noah merasa ia sangat beruntung karena telah bertemu dengan sosok teman seperti Naufal. Bukan sosok leader dengan kharisma, melainkan sosok leader yang sangat manusiawi dan mengajarkannya tentang kehidupan.
[[[[[====]]]]]
HAYDAY akhirnya tetap merilis album terbaru mereka. Namun, mereka tidak akan melakukan segala aktivitas grup seperti tampil di acara musik dan lain-lain. Seluruh anggota HAYDAY dan pihak perusahaan setuju bahwa kesehatan mental tiap anggota HAYDAY harus menjadi prioritas saat ini. Beruntung, pihak manajemen tidak perlu membatalkan banyak kontrak untuk tampil di festival seperti tahun lalu karena adanya pandemi.
Di tengah-tengah masa hiatus, Naufal fokus memulihkan kesehatan mentalnya. Sembari menerima sesi konseling dari pihak manajemen, Naufal memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, yaitu Belitung Timur. Tempat yang menjadi cukup terkenal karena menjadi latar tempat dari sebuah film yang cukup hits di Indonesia.
Keluarga Naufal sudah mengetahui kondisi Naufal setelah pihak manajemen menghubungi mereka di malam Naufal roboh. Tadinya, Naufal mau meminta agar keluarganya tak diberi tahu, tetapi apa daya, pihak manajemen sudah terlanjur memberi tahu keluarganya.
Sejujurnya, Naufal merasa gugup melihat langsung seperti apa reaksi orang tuanya.
“Naufal! Kenapa kamu tidak meminta kami untuk menjemputmu di terminal?” tanya ibunya tanpa basa-basi ketika Naufal pulang.
Naufal terperanjat mendengar seruan ibunya, tepat ketika Naufal baru mau menaruh sepatu di rak dekat pintu. Namun kekagetan Naufal berubah menjadi tawa saat melihat penampilan ibunya yang masih mengenakan celemek dan memegang sendok sayur. Dalam hati ia bersyukur telah memilih perjalanan bus pagi dari Jakarta, sehingga ia bisa sampai Belitung Timur tak jauh dari jam makan malam.
“Apakah ibu sedang memasak belut kesukaanku? Aku lapar setelah seharian naik bus,” ujar Naufal tak langsung menjawab pertanyaan ibunya. Usai memastikan sepatunya tertata rapi, Naufal menghampiri wanita kesayangannya itu lalu memeluknya erat.
“..Aku pulang,” ucap Naufal pelan.
Perempuan paruh baya yang melahirkan Naufal tersebut tersenyum hangat saat Naufal memeluknya. Ibu Naufal memahami jika anaknya bukanlah tipe orang yang mudah mengungkapkan isi hatinya. Terkadang sepenggal kalimat dari Naufal, yang mungkin tidak berarti apa-apa di mata orang lain, tersirat makna lain.
Dari kalimat yang baru saja Naufal lontarkan, ibu Naufal mengerti bahwa anaknya lelah dan ingin bersandar. Sembari menepuk-nepuk pelan punggung Naufal, ibunya membalas, “Selamat datang kembali, Naufal,”
Setelah beberapa menit berlalu, Naufal melepaskan ibunya dari dekapannya. Saat melihat lagi sendok sayur di genggaman ibunya, tawa kembali terdengar dari mulut Naufal. Mendengar tawa anak lelaki satu-satunya itu, Ibu Naufal ikut tertawa bersama.
Tak lama setelah kepulangan Naufal, Ayah Naufal, yang habis pergi memancing di laut Belitung Timur, turut pulang. Naufal menyambut kepulangan ayahnya dengan pelukan dan menanyakan hasil laut yang didapat. Raut wajah ayah Naufal yang tadinya senang melihat kehadiran Naufal di rumah, langsung berubah masam mendengar pertanyaan Naufal.
“Jangan tanyakan hal itu. Laut Belitung Timur hari ini buruk sehingga ikan-ikan tak ada yang mau mendekati kail Ayah,” jawab Ayah Naufal singkat. Sejujurnya, Naufal sangat ingin menggoda kondisi ayahnya itu, namun Naufal menahannya karena tak ingin membuat suasana hati sang ayah menjadi lebih buruk lagi.
“Tak perlu khawatir, ibu sudah membuatkan belut untuk makan malam hari ini,” ujar Naufal. Mendengar jawaban Naufal, ayah Naufal bergegas membereskan alat-alat pancing dan membersihkan diri supaya bisa segera memulai makan malam.
Memiliki semangat yang sama dengan ayahnya –yaitu semangat ingin segera makan malam belut– Naufal mulai menggelar meja panjang di ruang keluarga dan menaruh peralatan makan di atasnya. Keluarga Naufal sebenarnya memiliki ruang makan, namun mereka lebih senang makan sembari duduk lesehan di lantai.
Tak butuh waktu lama, tempat makan di ruang keluarga sudah siap.
“Ibu! Apakah makanannya sudah siap?” teriak Naufal kepada ibunya yang sedang memasak di dapur, yang lokasinya agak jauh dari ruang keluarga.
“Sebentar lagi!” jawab ibunya turut berteriak.
Mendengar jawaban ibunya, Naufal lantas merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Sembari menunggu ia memainkan rubik, yang entah bagaimana usulnya, ia temukan di meja makan saat tadi berbincang-bincang dengan ibunya.
Klik. Bruk,
Naufal menegakkan setengah badannya untuk melihat siapakah gerangan yang membuat suara grasak grusuk di pintu masuk. Naufal bisa menduga siapakah tersangka utama tersebut, namun keningnya mengerut saat melihat jam di ponselnya.
Tidak, ini masih terlalu dini bagi Kak Fani untuk pulang. Biasanya Kak Fani akan pergi bermain dengan teman-temannya dahulu.
“Aku pulang!” seru pemilik suara tersebut dengan semangat.
“Ugh,” suara lenguhan tanpa sadar keluar dari mulut Naufal saat melihat Fani, kakak perempuan satu-satunya, memasuki ruang keluarga. “Kenapa kakak sudah pulang? Bukankah kakak biasanya berkumpul dulu dengan teman-temanmu setelah pulang dari kantor?” tanya Naufal.
“Aku juga butuh istirahat, bodoh.” jawab Fani. Malas mendengarkan ocehan kakaknya, Naufal kembali berbaring. Namun belum sampai 30 detik ia berbaring, sebuah kantong plastik lumayan besar terpampang di atas mata Naufal.
“Kulihat kau kebosanan. Pegang ini sebelum kujatuhkan ke wajahmu,”
Naufal langsung terduduk, tak mau kantong plastik besar tersebut jatuh ke wajahnya. Naufal tidak tahu apa isi dalam kantong plastik tersebut, tetapi satu hal yang ia tahu, berurusan dengan Fani tidak pernah menyenangkan.
“Apa-apaan ini?! Kau mau diabetes?!” seru Naufal setelah melihat kantong plastik besar tersebut isinya berbagai macam jenis minuman soda.
“Hey, kau sudah lama tidak pulang ke rumah, anggap saja seperti sambutan selamat datang. Taruh sebagian di meja makan dan sebagiannya lagi di kulkas. Aku mau minuman dingin.” jelas Fani panjang lebar. Setelah itu, Fani pergi melangkah ke dapur. “Ibuuu~! Aku pulang! Oya, aku membeli minuman soda banyak tidak apa-apa ya, Naufal ‘kan pulang hari ini. Apakah ibu memasak tumis gurita asam-manis?”
Naufal hanya bisa tertawa kecil melihat kelakuan Fani yang bersikap bak ratu dengannya namun berubah menjadi sok manis saat berbicara dengan ibu mereka.
Naufal melihat sekelilingnya kembali lalu diam-diam ia tersenyum.
Ayahnya yang diam menonton televisi. Ibunya yang memasak di dapur. Kakaknya yang bertingkah seenaknya. Pemandangan sederhana tersebut membuat relung hatinya hangat. Dan membuatnya merasa di situlah seharusnya ia berada.
Detik itu juga, ia menyadari jika ia sudah benar-benar pulang ke rumah.
Aku pulang.