Malam ini menjadi malam yang menegangkan sekaligus mendebarkan bagi Rendra. Enam bulan berlalu semenjak ia dan Keanu meninjau lokasi di Bukit Moko. Malam ini, Rendra resmi menggelar soft opening untuk kafe dan bar terbarunya yang ia beri nama Here ‘n There.
Rendra tersenyum senang melihat teman dekat dan koleganya tampak menikmati waktu mereka di kafenya. Selain berbincang dan bergurau dari satu meja ke meja lain, Rendra juga dengan sigap mengawasi pelayanan kafenya dan tidak sungkan untuk meminta review tentang baik-buruk kafe barunya dari teman-temannya.
“Rendra!” panggil seseorang dari pintu masuk. Rendra menoleh lalu dengan langkah lebar-lebar menghampiri orang tersebut.
“Oh, Keanu!”
Rendra menghampiri temannya yang baru saja sampai itu lalu memeluknya erat. Rendra mengedarkan pandangannya dan menyadari bahwa ada sosok perempuan mengenakan blouse sampai siku berwarna biru tua dengan celana jeans semata kaki berwarna biru pudar serta tas bahu wanita, berdiri tak jauh dari sisi Keanu. Perempuan tersebut, yang tadinya agak menunduk, akhirnya mengangkat kepalanya. Pandangan kedunya bertemu dan kedua bola mata Rendra membesar.
Pandangan kedunya bertemu dan kedua bola mata Rendra membesar.
Sembari melepaskan pelukannya, Rendra memilih untuk mengalihkan fokusnya kembali ke Keanu dan berkata, “Terima kasih sudah meluangkan waktumu untuk datang, Keanu.”
“Tidak masalah. Terima kasih juga sudah mengundangku. Aku yakin sebenarnya kau bosan melihatku terus-menerus di sini.” balas Keanu berkelakar. Rendra tertawa.
Bagaimana tidak, Keanu sebenarnya adalah salah satu orang yang berperan penting saat proses pembangunan usaha kafe Rendra. Usai Keanu menyelesaikan pekerjaannya sebagai desain interior kafe tersebut, Rendra menawarinya untuk turut mencantumkan namanya sebagai salah satu pemilik kafe.
Namun Keanu menolak terlibat lebih jauh lagi dengan alasan ‘Aku tidak memiliki keberuntungan dengan bisnis’ dan lebih memilih untuk diberikan keuntungan berupa ‘gratis makan dan minum seumur hidup’.
“Aku tidak akan menyangkal hal itu. Lupakan hal itu, kulihat kau mengajak seseorang.” pungkas Rendra sembari melirik perempuan di samping Keanu.
Pandangan keduanya pun kembali bertemu dan hal itu membuat Rendra semakin yakin.
‘Dia adalah perempuan pandai menggambar itu.’ batin Rendra.
Keanu tersenyum lebar lalu dengan nada semangat memperkenalkan perempuan di sampingnya. “Perkenalkan, ini Hani. Ingat desainer grafis yang ingin kukenalkan beberapa waktu lalu? Orang yang kumaksud saat itu adalah Hani!”
Wow. Rendra berpikir dunia ini rupanya sungguh sempit. Siapa sangka perempuan dengan senyum manis yang ia temui di Malang ternyata pernah hampir menjadi desainer grafis di kafenya saat ini?
Keanu berpangling kepada Hani dan turut mengenalkan Rendra. “Hani, aku yakin kau sudah tahu dia siapa. Dia adalah orang yang hampir menjadi klienmu, aktor kenamaan Rendra Prayoga.”
Rendra mengangkat kedua bahunya, antara malu dan sudah tak tahu harus berkata apa lagi dengan perkenalan dirinya yang cukup memalukan itu. Keanu hanya tertawa melihatnya. Rendra beralih ke arah Hani sembari tersenyum sopan.
“Senang bertemu denganmu. Maaf saat itu aku tidak menggunakan jasamu.” ujar Rendra.
Hani menggeleng. “Tidak masalah.”
Menyadari jika Keanu dan Hani masih berada di pintu masuk, Rendra segera mengajak dua orang tersebut untuk masuk. Rendra mengedarkan pandangannya untuk menemukan meja kosong bagi keduanya, dan yang tersisa hanyalah meja deret tinggi di dekat konter bar.
“Aku harap kalian tidak keberatan duduk di sini.” tukas Rendra sembari membawa keduanya ke meja tersebut. Keanu duduk di kursi tinggi paling pinggir dan Hani duduk di sebelahnya.
Rendra menyerahkan buku menu yang ia ambil dari konter bar. Keanu dan Hani memesan makanan, dan selang beberapa lama kemudian, makanan yang mereka pesan datang.
“Bagaimana? Apakah rasa makanannya sesuai dengan selera kalian berdua?” tanya Rendra.
Keanu mengacungkan jempolnya. Rendra melirik ke Hani yang dibalas anggukan dan juga acungan jempol. Rendra berjalan ke sisi kiri Hani yang kosong dan menunjuk kursi kosong tersebut. “Bolehkah aku duduk di sini?”
“Ah, iya-” Hani menelan makanannya lalu melanjutkan, “-duduk saja.”
Rendra mengucapkan terima kasih lalu duduk di sebelah Hani. Keanu mengangkat sebelah alisnya, heran dengan sikap Rendra yang tidak seperti biasanya, yaitu bersikap sopan.
“Ada apa denganmu? Apa kau terlalu stres mengurus kafe? Biasanya kau tanpa ba-bi-bu juga langsung duduk.” celetuk Keanu.
Dalam hati Rendra mengutuk mulut ember Keanu. Rendra mencoba menahan rasa kesalnya, namun kemudian ia mendengar suara tawa dari perempuan di sampingnya.
Hani tampak menutup mulutnya, masih dengan pipi terangkat ke atas. “Ah, maafkan aku. Kata-kata Kak Keanu ditambah ekspresi wajahmu yang… terlihat kesal adalah situasi yang lucu bagiku.”
“Kesal? Aaahh… Karena kata-kataku barusan? Tetapi itu kenyataan.” ujar Keanu.
Rendra mendengus. “Aku baru berkenalan dengan Hani hari ini, tentu saja aku harus membangun kesan pertama yang baik.”
Keanu menyipitkan matanya ke Rendra, sarat akan kecurigaan, lalu menoleh ke Hani. “Hani, hati-hati. Jika dia bertingkah aneh di dekatmu, jangan sungkan untuk memukulnya. Kau juga bisa lapor kepadaku. Aku akan menendangnya jauh-jauh darimu.”
Hani mengangguk dengan senyum lebar di wajahnya. Berkebalikan dengan Rendra yang langsung sewot.
“HEI! Kau pikir aku ini apa?!” seru Rendra.
Tawa Keanu dan Hani pun pecah melihat wajah masam Rendra. Sedangkan yang menjadi objek tawaan hanya bisa menghela napas panjang. Sembari menunggu tawa keduanya reda, Rendra memangku wajahnya ke telapak tangannya yang ditaruh di atas meja, dan memerhatikan Hani lekat-lekat.
“Apa kau ingat pernah bertemu denganku di Malang? Di kafe donasi bernama Orange & Coffee.” ucap Rendra ke Hani, usai tawa perempuan di sampingnya ini reda.
Hani menoleh ke Rendra dan membalas, “Kau ingat?”
“Tentu saja. Tidak ada lagi pengunjung yang menggambar makanan kita selain dirimu.”
“Apa? Ada apa ini? Kau pernah ke Orange & Coffee, Hani?” tanya Keanu. Hani mengangguk. “Aku saat itu sedang berlibur dan aku mampir ke sana. Aku tidak menyangka kalau-“
Hani melirik ke Rendra cepat, lalu segera menyambung perkatannya. “-Kak Rendra masih mengingatku.”
Keanu dan Rendra tertawa mendengar panggilan ‘Kak’ yang terdengar canggung itu keluar dari mulut Hani.
“Kau bisa memanggilku Rendra. Sebagai gantinya, aku bisa memanggilmu Hani, bukan?”
Hani mengangguk, mengiyakan permintaan Rendra.
Setelah itu mereka bertiga berbincang dan bersenda gurau mengenai banyak hal, kebanyakan tentang pekerjaan mereka. Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara pria memanggil nama Keanu.
“Keanu!”
Mereka bertiga menoleh ke belakang dan ternyata yang memanggilnya adalah kenalan lamanya yang juga seorang aktor, Harry. Jika Rendra tidak salah ingat, Harry datang bersama tim sinetron yang pernah mereka bintangi bersama.
“Harry! Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini!” sahut Keanu sembari menjabat tangan Harry. Harry juga menyapa Rendra dan tersenyum kepada Hani.
Rendra hanya tersenyum singkat ke Harry, karena sejujurnya, ia tidak dekat-dekat amat dengan lawan mainnya itu. Yang menarik perhatian Rendra adalah Hani. Perempuan itu langsung menyibukkan dirinya dengan ponselnya setelah membalas singkat sapaan Harry.
Rendra hanya mengangkat sebelah alisnya, namun memutuskan untuk tidak berkata apa-apa. Ia mengalihkan pandangannya ke Harry dan melihat wajahnya yang merah dan badannya yang tampak berdiri tidak seimbang.
‘Dia mabuk.’ batin Rendra.
“Kau minum? Hei, kau seharusnya memberiku segelas juga!” seloroh Keanu setelah berjabat tangan dengan Harry.
Harry tertawa lepas mendengar ucapan Keanu.
“Ayo! Traktir aku minum di bar!” seru Keanu sembari merangkul bahu Harry dan menyeretnya pergi.
Tak lama setelah Keanu dan Harry menjauh, Rendra mendengar Hani mengembuskan napas panjang. Sebuah pertanyaan, yang sedari tadi ditahannya, kini tanpa ragu keluar dari mulut Rendra.
“Apa kau juga mengenal Harry?”