Devi gugup luar biasa. Selama berada dalam perjalanan dia tak tahu harus berbuat apa karena yang akan ia temui malam ini adalah mamanya Devon yang artinya adalah istri Darco. Bagaimanapun juga, menjumpai mama Devon sama hal nya ia akan berkenalan dan bertemu langsung dengan wanita yang selama ini telah ia sakiti hatinya.
Apa yang harus Devi lakukan saat nanti bertemu dengan mama nya Devon. Apakah mama Devon mengetahui tentang hubungan nya dengan Darco selama ini. Ah, rasanya tidak mungkin. Devi terus berperang dengan hatinya.
Disampingnya, Devon melirik wanita yang juga sekretarisnya itu melalui ekor matanya. Sangat kentara di mata Devon jika Devi tengah gugup. Perempuan itu tidak tenang dalam duduknya.
"Sebaiknya kau tenangkan dirimu," ucap Devon pada Devi membuat wanita itu segera menolehkan kepalanya.
"Bagaimana saya bisa tenang. Saya sangat gugup sekali."
"Kau tenang saja. Mamaku tidak akan memakanmu."
Devi mendelik mendengar celotehan Devon. Yang benar saja di saat seperti ini Devon justru menggodanya.
Memilih untuk diam dan tak menanggapi Devon, Devi berusaha menormalkan degub jantungnya. Terlebih saat mobil Devon berbelok melewati pagar besar sebuah rumah mewah bak istana yang langsung Devi tahu jika itu adalah rumah Darco, orangtua Devon.
Keringat dinding mulai keluar dari pori - pori kulit Devi. Entah kenapa dia setakut ini hanya karena akan bertemu dengan mama Devon.
"Ayo turun!" perintah Devon.
Devi tak bergeming di tempatnya. Wanita itu terlalu takut menghadapi kenyataan.
"Kenapa diam? Turun!"
"Eum... Pak Devon. Apa... Apa mama anda tak akan marah pada saya nanti."
Hei pertanyaan macam apa itu? Dengan Devi bertanya hal itu membuat Devon langsung bisa menebak jika Devi takut bertemu mamanya.
Devon menyeringai lalu mencondongkan wajahnya mendekat pada Devi.
" Memang, mamaku akan marah karena apa, hem? "
Devi tersadar, iya benar juga. Mama Devon akan marah kenapa? Bukankah seharusnya seorang ibu akan sangat gembira jika mendapati anaknya akan menikah. Ah... Entahlah. Dalam kasusnya ini lain.
"Apa kau berpikir jika mamaku mengenalimu sebagai selingkuhan papa?"
Devi tersentak. Menoleh sekilas pada Devon tapi mulutnya masih terkunci rapat.
"Kau tenang saja. Aku yakin mama tak akan mengenalimu. Dan kuharap kau bisa bersikap sewajarnya. Jangan membuat mamaku curiga jika kau dan papa ku sudah saling mengenal. Kau paham kan?"
Devi mengangguk. " Saya mengerti, Pak."
"Bagus. Sekarang kita turun. Pasti mama sudah menunggu kita di dalam."
Bagai kerbau dicucuk hidung nya. Devi hanya menurut dan mengikuti Devon masuk ke dalam rumah yang sangat mewah dan megah. Devi tak menyangka jika keluarga Devon sekaya ini. Pantas saja Darco seolah tak keberatan acapkali membagi rezeki kepadanya jika Devi tahu uang yang Darco miliki tak berseri. Tak akan pernah habis sekalipun Devi ikut mencicipi.
Devi menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin sekarang dia bisa menurut saja pada apa yang Devon inginkan. Apakah karena ia merasa bersalah pada mama nya Devon. Atau karena untuk menutupi harga dirinya agar tidak terus menerus berlabel perempuan perebut suami orang. Huft ... jalan hidupnya memang cukup rumit. Masa lalu kelam yang telah mengubahnya seperti ini. Andai saja papa nya masih hidup, semua tak akan berakhir tragis hingga Devi lah yang harus menjadi korban. Bertahan di tengah kerasnya kehidupan.
***
"Malam, Ma." Devon mendekati perempuan yang masih cantik meski usianya tak muda lagi.
Diana yang sedang sibuk menata hidangan di atas meja, segera menolehkan kepalanya. Detik selanjutnya Devon sudah mencium kedua pipinya.
Sore tadi, putra tunggalnya ini menelpon, meminta agar ia memasak makanan spesial. Karena malam ini juga Devon akan membawa seseorang yang akan dikenalkan kepadanya. Devon tak memberitahu secara pasti siapa seseorang yang dimaksud. Tapi Diana yakin jika Devon akan mengenalkan seorang perempuan kepadanya. Hal yang sudah sejak lama ia tunggu - tunggu.
Betapa bahagia hati Diana dan dengan semangat Diana segera menuruti apa yang tadi Devon minta. Memasak makanan spesial untuk menu makan malam.
"Dev... Kau sudah datang rupanya?" tanya sang mana. Diana tak bisa melihat kehadiran Devi karena tertutup tubuh besar Devon.
"Apa mama sudah menyiapkan menu spesial malam ini?"
"Tentu saja. Kau bisa melihat nya sendiri bukan?"
Devon manggut - manggut meneliti meja makan yang sudah penuh dengan aneka jenis olahan makanan.
"Terimakasih banyak mama."
"Lalu, sekarang siapa seseorang yang akan kau kenalan pada Mama, sampai- sampai kau meminta mama untuk menyiapkan ini semua."
Devon menggeser tubuhnya dan dibelakang nya ada Devi yang berdiri canggung menatap kikuk pada Devon dan Diana .
Wajah Diana berseri mendapati kehadiran seorang wanita cantik yang dibawa oleh putranya.
" Siapa dia, Dev? "
" Namanya Devita Saraswati. " jawab Devon singkat.
Lalu lelaki itu menatap Devi dan meminta untuk mendekat. "Dev... Kesinilah. Ini mamaku. Kau harus berkenalan dengan nya."
Devi menurut lalu mendekati Diana dan mengulurkan tangan nya pada Diana. Saat tangan Diana menjabat erat tangan nya lalu menarik tubuh Devi ke dalam pelukan Diana, disaat itulah tubuh Devi bergetar.
"Devi, terimakasih karena kamu mau datang ke rumah ini."
Devi hanya tersenyum. Lalu Diana mempersilahkan Devi dan Devon untuk duduk. Dengan ceria dan terampil Diana melayani Devon dan juga Devi. Mengambilkan makanan untuk mereka berdua. Dan mereka pun mulai menikmati makan malam mereka.
" Ma....! "
" Ya, Dev. "
" Sebenarnya... tujuanku membawa Devi bertemu dengan mama selain mengajak Devi berkenalan dengan mama, juga karena Devon berencana akan menikahi Devi dalam waktu dekat. Apakah mama tidak keberatan?"
Diana tersenyum. Tanpa bertanya atau mempermasalahkan asal usul Devi, Diana mengangguk setuju. Diana yakin keputusan yang telah Devon ambil pastilah sudah Devon pikirkan dengan matang. Devon bukanlah seorang remaja melainkan lelaki dewasa yang sudah pandai mengatur sendiri jalan hidupnya.
Dan sebagai orangtua, Diana hanya bisa mendukung dan menyetujui semua rencana Devon.
"Dev... Mama setuju saja dengan semua rencanamu. Mama merestui kalian."
"Terimakasih, Ma."
"Kapan rencananya kamu akan melamar Devi pada kedua orang tuanya."
Pertanyaan Diana membuat Devi menegang, lalu menatap Devon dengan pandangan yang sulit diartikan.
Devon merasa ada yang tidak beres pada Devi.
"Tante... Maafkan saya karena saya sudah tidak memiliki keluarga. Saya adalah anak tunggal. Papa saya sudah meninggal dan Ibu saya entah ada dimana sekarang." jawab Devi dengan kesungguhan. Bahka tak terlihat sedikitpun kebohongan di mata Devi.
Diana merasa iba mendengarnya "Devi, maafkan tante. Sungguh tante tidak tahu."
"Tidak apa tante."
"Sayang sekali hari ini Papanya Devon sedang tidak ada du rumah. Jadi tante belum bisa menentukan tanggal yang tepat untuk hari lamaran pada Devi."
"Ma... Aku tak perlu pria tua itu untuk memutuskan rencana pernikahanku dengan Devi, karena aku sendiri yang akan memutuskan nya."
Diana hanya menggelengkan kepala melihat perilaku putra nya selalu saja seperti itu. Anak dan suaminya yang tidak pernah akur sejak dulu.