Enam

1560 Words
“Ngapain Mas malem-malem?” Amanda bersandar pada pintu depan rumah sambil tangannya memegang apel yang kemudian digigitnya tanpa dikupas terlebih dahulu. Penampilannya sudah jauh berubah dibanding pagi tadi, karena kini dia mengenakan piyama belel bergambar tokoh kartun, sebuah piyama yang lebih cocok dikenakan anak SMP sebenarnya. “Push up lah enggak liat?!” Dennis masih melakukan gerakan push up di teras rumah, Amanda menghampirinya dan duduk di kursi dekat Dennis, tiba-tiba kakinya di letakkan di atas punggung Dennis. “Heh! Ngapain itu kaki? Sopan!” seru Dennis bernada sarkastik, tapi dia tetap melanjutkan push upnya. Peluh sudah membasahi kening dan tubuhnya “Biar ada bebannya lah, biar makin kuat tuh otot lengan Mas.” Amanda masih duduk santai di kursi dengan kaki yang asik bertengger di atas tubuh Dennis. Dennis menghitung sampai sepuluh, dan dihitungan ke terakhir dia bangkit dengan mendadak, membuat tubuh Amanda hampir terjungkal. “Ih ngagetin aja sih!” Amanda lagi-lagi memajukan bibirnya dan kembali fokus menggigit apel berwarna merah tersebut. “Eh apel aku tuh ya? Sini-sini!” “Pelit ih!” Amanda berusaha menyembunyikan apel itu namun tangannya kalah cepat dengan tangan Dennis yang sudah meraih buah manis tersebut. Dia pun berdiri dan meninggalkan Amanda yang masih manyun. Tanpa jijik digigitnya apel itu padahal ada bekas jejak mulut Amanda di sana. Tapi dia cuek. “AMANDA!! KENAPA PIRING BELUM DICUCI!!” sentak Dennis dari arah dalam. Amanda lupa! Dia justru berlari meninggalkan rumah, menulikan telinga dari teriakan Dennis, tapi tidak untuk suara klentongan abang somay. Karena kini dia sudah berdiri depan gerobak somay dan memesan makanan itu tanpa rasa bersalah sedikit pun. Amanda berjalan sambil sembunyi-sembunyi masuk rumah, tidak nampak ada batang hidung mancung Dennis disekitaran ruang tersebut. Dia pun menelisik ke seluruh sudut ruangan. Piring kotor telah bersih. Dan rumah juga sudah rapih. Dennis memang juaranya bebenah. Dengan gerakan cepat dia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya. Tapi baru lima menit dalam kamar, dia sudah menarik pintu itu cepat dan berlari ke kamar Dennis yang terkunci. “Mass Dennis tega, password wifinya diganti ya?” “Emang enak!” sengit Dennis dari dalam kamar “Mas, bagi lagi passwordnya. Please malam ini mau streaming drakor favorit aku nih ... ayolah Mas besok-besok aku janji nyuci piring terus deh!” Dennis membuka pintu dan bersedekap sambil bersender pada daun pintu. “Oke aku kasih, tapi ada syarat lain.” “Syarat apapun aku lakukan Mas asal dikasih password, Please ... .” Amanda mengedip-ngedipkan matanya manja, seolah Dennis akan luluh dengan kedipan yang lebih persis seperti orang cacingan tersebut. “Selain wajib nyuci piring, kamu juga wajib ngepel minimal seminggu tiga kali. Dan sekarang kamu beresin baju-baju di tumpukan tuh baju kamu! Dari awal aku ngekost sini kayaknya udah ada tumpukan baju itu. Bersih kan? Setrika sanah!” Amanda nampak berpikir keras, tapi dia tak mungkin membantah apalagi isi dompetnya semakin tiris, rasanya sayang sekali melewatkan kesempatan untuk internetan gratis di rumah. Maka dia pun mengangguk setuju. “Oke deh.” “Dennis ganteng banget, enggak pake spasi,” ucap Dennis lalu membanting pintu tepat di depan ujung hidung Amanda. Membuat wanita itu mendengus heran. Heran dengan pria paling narsis yang pernah ditemuinya di muka bumi ini. Amanda pun mengetik password tersebut dan betul. Tersambung. Sambil bersenandung dia berjalan ke ruang setrika yang berada tepat samping rumah, lalu sambil menunggu jam tayang drama korea on going favoritnya dia menyetel siaran youtube, memilih video kumpulan lagu top hits terbaru. Dan mulai menyetrika pakaian satu persatu. Sesekali kepalanya mengangguk dan pantatnya bergoyang sesuai irama, dan dengan tangan yang lugas merapikan bajunya helai demi helai. Di sebuah sudut nampak Dennis, tersenyum puas karena Amanda menurutinya dan mulai berubah ke arah lebih baik. *** Keesokan harinya, saat Amanda asik menonton TV sambil melipat kakinya di atas sofa, Dennis menghampiri membawa laptop yang diletakkan di meja. “Buatin proposal bisnis dong Man, bisa enggak?” “Bisa, tapi komisinya jangan lupa,” kedip Amanda “Astaga ini tuyul kenal banget duit sih!” Amanda tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yang putih. Lalu dia beringsut mendekati Dennis dan menatap ke layar yang menampilkan program microsoft word. “Tinggal copy paste aja, dan diubah to – nya sama budjetnya.” Dennis menyodorkan laptop itu ke pangkuan Amanda, sementara secepat kilat dia mengambil satu laptop lagi dari kamar dan meletakkan laptop itu di meja. Amanda menurunkan kakinya dari sofa dan ikut meletakkan laptop tadi ke meja, mulai mengikuti instruksi dari Dennis. “PT nya?” tanya Amanda sementara jarinya menekan tuts keyboard. “Cafe Surabi Gaul.” “Emang ada?” “Udah tulis aja sih.” Amanda memanyunkan bibirnya, dia mengambil posisi duduk di karpet agar lebih nyaman mengetik. Dan menyalin setiap kalimat yang diucapkan oleh Dennis. Di akhir proposal dia meng-insert beberapa gambar contoh program menu yang sudah dirancang Dennis. Usai mengerjakan proposal bertepatan juga dengan selesainya program yang dikerjakan Dennis. Amanda mengulet dengan merentangkan tangannya lalu menambahkan garuk-garuk kepala diakhir nguletnya. Dia pun duduk di samping Dennis, mengganti channel televisi. Tanpa peduli Dennis yang bergidik ilfeel melihat kelakuannya. “Kamu tuh cewek Man, berubah sedikit kenapa sih?” “Berubah jadi apa mas? Wonder woman? Cat women?” cengir Amanda, tangan kanannya terselip ke ketiak dan menggaruk di sana tak malu atau sungkan sama sekali dengan lelaki yang bahkan belum genap sebulan tinggal bersamanya. “Itu bulu ketek udah kepanjangan kali makanya gatel.” “Ihh enak aja, ini karna baru dicukur jadi agak gatel. Wangi kok mau cium gak? Nih!!” Amanda menyodorkan tangannya, membuat Dennis beringsut ke ujung sofa dan menutup mulut seolah menahan mual. “Jorok banget sih kamu!” Amanda tertawa melihat ekpresi Dennis, “Sana-in tangannya ih!” Dennis mendorong tangan Amanda yang masih terulur ke arahnya. Amanda menarik tangan itu dan meletakkan di pangkuannya, masih sambil tertawa. “Bagaimana mau punya pacar, kelakuan aneh gitu!” Amanda merasa senang melihat Dennis yang menggerutu padanya. Apalagi selama ini dia hanya sendirian. Kehadiran Dennis dalam hidupnya meski hanya singgah, membuatnya merasa nyaman. Dan sedikit-demi sedikit bisa membuka dirinya lagi. Mungkin nanti dia akan bisa menerima sebuah hubungan lagi dengan pria lain. “Justru mau cari cowok yang suka apa adanya, makanya enggak mau berubah,” dengus Amanda, dia mengangkat kakinya dan bersila di sofa. “Kita baru kenal beberapa minggu, tapi aku sudah ngerasa nyaman sama kamu Mas. Aku nganggap kamu kayak kakak aku , rasanya kayak ada yang ngelindungin. Ada yang ditunggu setiap hari, dan yang pasti ada yang diisengin kayak gini.” Amanda lagi-lagi menyodorkan tangannya yang bekas menggaruk ketiak, membuat Dennis menghadiahi toyoran cukup kencang di keningnya. “Iya-iya. Tapi enggak usah begini juga. Jorok dasar!” Amanda mencium tangannya sambil menggeleng, gak bau padahal. Desisnya. Sementara Dennis menggeleng karena kelakuan Amanda. Sebagai anak tunggal dia juga mengerti rasanya kesepian di rumah seorang diri, dia juga ingin mempunyai adik tempatnya berbagi, bercanda dan berebut kasih sayang orang tua. Tapi melihat kelakuan aneh Amanda dia jadi berpikir lagi, apa bisa dia punya adik yang setipe dengan Amanda? Bisa stres ibunya nanti. “Mas uang dari RanTv belum keluar juga?” “Program nya aja belum dipasang. Kenapa? Lagi butuh duit?” “Ya butuhlah emangnya makan sehari-hari enggak pake duit!” sengit Amanda. “Biasa aja kali enggak usah nge-gas gitu ngomongnya. Mau pinjem? Berapa?” Dennis menoleh ke arah Amanda yang masih terlihat serius menatap televisi berukuran tiga puluh dua inci tersebut. Amanda menggeleng lalu menoleh, lama mereka berdua bertatapan. “Mas, hidung kamu ada upilnya tuh?” ucap Amanda diakhir sessi tatap-tatapannya. Dennis mengumpat sambil memeriksa hidungnya yang memang sebenarnya sudah bersih. Itu hanya akal-akalan Amanda saja agar Dennis tidak menatap wajah dia lagi. Dan lagi-lagi Dennis menghadiahi Amanda toyoran kali ini lebih keras, karena Amanda masih juga tak mau menghentikan tawanya. “Hahahaa puas banget ngerjain kamu mas, tapi tenang aja ini malam terakhir aku iseng, karena mulai besok selama sepuluh hari aku enggak pulang.” “Mau ngapain? Jadi wonder women? Apa mau ngepet?” sinis Dennis “Enggaklah, aku ada kerjaan jadi SPG mobil di Pekan Raya Jakarta. Karena kerjanya lama jadi kita disediain mess di sana. Lumayanlah gajinya bisa buat biaya makan aku sebulan lebih. Belum lagi klo bisa ngejual mobil dapet bonus.” “Kamu sering kerja kayak itu?” “Lumayan, bisa buat hibernasi,” kekeh Amanda, memang dia selalu menyebut kelakuannya makan tidur-makan tidur itu hibernasi seperti yang dilakukan beberapa jenis hewan. Bedanya jika hewan berhibernasi ketika musim dingin saja, tapi Amanda melakukan itu di semua musim. *** Pagi-pagi sekali Amanda sudah keluar dari kamarnya, menenteng tas besar yang berisi baju ganti dan alat make up untuk menunjang pekerjaannya. Dia berniat mengetuk pintu kamar Dennis tapi diurungkan, karena dia tahu bahwa Dennis sering terjaga hingga malam hari. Amanda sering mendengar suara ketikan keyboard dari kamar Dennis, dia pun mengerti keinginan Dennis untuk mengabulkan permintaan Raya sangat besar, hingga rela bergadang demi mencari modal nikah. Ojek Online sudah menunggu di depan gerbang rumah, berhelm hijau juga jaket hijau. Senyumnya manis ke arah Amanda yang keluar dengan mengenakan hoodienya dia mengambil helm yang dijulurkan driver tersebut. Dan ketika motor yang ditumpanginya melaju, Amanda hanya bisa menatap rumahnya sampai menjauh. “Dadah sarang ternyaman,” ujarnya. “Ah, apa mba? Mau ke sarang?” tanya Driver yang tampak kepo itu membuat Amanda tertawa, tawa pertamanya pagi ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD