BAB 3
Setelah mandi dan makan malam, Jingga sekarang tengah duduk di meja belajar dengan beberapa buku di depannya.
Jingga sedang mengerjakan PR Biologi yang di berikan oleh Bu Fitri hari ini. Padahal, ini bukan PR, melainkan hanya catatan lebih mendalam tentang materi tersebut.
Ponsel Jingga bergetar beberapa kali dengan waktu bersamaan. Jingga bisa menebak ini chat dari siapa. Jingga membuka aplikasi hijaunya dan benar dugaannya, kalau itu notifikasi dari teman-temannya.
-Fantastic Four-
AyaaKusumaP: Woyyy....
TalitaRandoman: Hador....
LintangAmbarwangi: Ihh, typo. :v
TalitaRandoman: Merhatiin gue banget.
LintangAmbarwangi: Najis!
AyaaKusumaP: Pada ribut!
AyaaKusumaP: Si Jee ke mana? Kok gak nongol-nongol?
LintangAmbawangi: Iya, ya. Sampe lupa, tuh bocah gak ada. wkk
JinggaPawanggalih: Gue kan, anak pinter. Jadi kudu belajar.
TalitaRandoman: Ihh. Ngaku-ngaku, sering juga nyontek punya gue,-
AyaaKusumaP: Belajar apa lo? Tumben!
LintangAmbarwangi: Paling juga belajar move on tu bocah. wkk
JinggaPawanggalih: Gak ikhlas mah bilang aja!!! @Tata
JinggaPawanggalih: Belajar mencintaimu. #ngakak @Ayaa
JinggaPawanggalih: Jleb_- @Kutang #kaborr
AyaaKusumaP: Alayy,-
TalitaRandoman: Ikhlas gak ikhlas, ya harus ikhlas lah. Orang lo nya, nyontek pake maksa.
AyaaKusumaP: Njerr, kutang. #ngakakonline #tepokjidat
LintangAmbarwangi: Somplak lo t*i kuda, ngatain gue kutang. Tau dah sana yang kutangnya ukuran jumbo. #tercyduk
TalitaRandoman: Ngakak, guling-guling.
JinggaPawanggalih: Eh. Sembarangan. Lo aja nggak pernah liat punya gue, gimana mau tau ukuran punya gue!!! #ketawajahad
LintangAmbarwangi: Eh. Btw, lo cocok Jing sama Rendy, gue dukung 100%.
TalitaRandoman: Ihh, kok di dukung? Kan, Rendy anak nakal! Mau lo Jee ikutan kaya dia? Bisa mati jungkir balik gue kalo sampe punya temen kaya Rendy.
AyaaKusumaP: Gue mah dukung wae seng penting makan gratis kalo lo jadian, yaaa.
JinggaPawanggalih: Lah, kok. Ngomongin, Rendy? Btw, jangan panggil gue Jing, gue bukan anjing!!
JinggaPawanggalih: Mati jungkir balik? Kids zaman now. #ngakak.
JinggaPawanggalih: Makanan mulu pikiran lo. Ingat badan woy, mau kayak karung beras?
LintangAmbarwangi: Ciyee, perhatian. Ekhem-ekhem. #batukberdahak.
TalitaRandoman: Jorok, ih!! #mukakesel.
AyaaKusumaP: Waktunya tidur, waktunya tidur #jamtanganguebunyi
Jingga menutup aplikasi hijaunya. Lebih baik ia tidur dari pada harus ikut berdebat dengan teman-temannya, lagi pula kalai diteruskan, pembahasan mereka tidak akan ada ujungnya.
****
Hari ini, Jingga berangkat ke sekolah seperti biasa bersama Aga. Hening! Itulah yang sedang terjadi di dalam mobil Aga saat ini. Tidak ada yang membuka obrolan di antara keduanya.
Jingga yang sibuk memainkan ponselnya, sedangkan Aga sedang fokus menyetir, namun sesekali juga melirik ke arah Jingga.
"De, lo deket sama Rendy?" tanya Aga membuka obrolan.
Mata Jingga membulat sempurna dan langsung menatap ke arah Aga. "K-kata siapa?"
"Satu sekolah bicarain lo sama Rendy." Jingga memejamkan matanya dan menghela napas. Dirinya benar-benar lelah dengan masalah ini, masalah yang harus mengaitkannya dengan sosok Rendy. Lagi-lagi Rendy!
"Lo deket sama dia? Baru juga masuk sekolah, udah main suka-sukaan lo!" sindir Aga tanpa menoleh.
Jingga mandengus kesal. Gadis itu tak habis pikir kenapa hanya gara-gara kejadian sepele itu, dirinya harus menjadi sorotan di sekolah. Terlebih lagi dirinya di kabarkan sedang menjalin hubungan dengan Rendy.
"Suka sama dia?" tanya Aga lagi.
Jingga kaget, "Aku?"
"Iya, siapa lagi. Di mobil ini cuman ada lo sama gue," kesal Aga dan langsung dibalas gelengan oleh Jingga.
"Aku nggak suka sama dia, Bang!" tegas Jingga.
"Tapi, kemaren lo diantar pulang sama dia kan?"
Jingga mengangguk. "Dia yang nawarin."
"Oh, gitu. Tapi, kalau lo suka sama dia, gue dukung kok." Aga terkekeh.
Jingga menatap Aga bingung, "Bukannya, waktu itu Abang bilang kalau aku nggak boleh berteman, apalagi suka sama anak cowok yang nakal? Terus kenapa Abang malah setuju kalau aku dekat sama Rendy?"
"Rendy itu nakalnya nggak main-main loh, Bang. Dia cowok yang suka berantem, pokoknya jauh dari kata baik deh. Kata temen-temen yang lain juga gitu."
Aga hanya menggelengkan kepalanya heran, bisa-bisanya Jingga memiliki pikiran sedangkal itu. Aga meakui yang dikatakan Jingga memang benar apa adanya, fakta. "Itu beda lagi, gue kenal siapa Rendy. Dia baik dan juga ganteng pastinya. Kalau lo cuman liat dia dari luar, berarti sama aja lo liat cover buku yang kumuh, padahal dalamnya menarik. Cover tidak menjamin segalanya, yang gue tau sih biasanya cover itu kebanyakan menipu."
"Dia nggak seburuk yang orang-orang lihat. Entar, lo juga tau." Jingga hanya mengangguk, seolah paham apa yang dikatakan Aga. Walaupun sedikit sulit memahaminya.
Namun, di sisi lain Jingga juga membenarkan perkataan Aga, memang cover tidak menjamin dalamnya seperti apa. Tapi, yang Jingga lihat Rendy tetaplah Rendy, anak cowok yang terkenal sebagai 'Badboy' di sekolah.
****
Jingga berjalan melewati koridor. Dia merasa canggung, karena beberapa pasang mata tengah menatap ke arahnya. Sesekali berbisik dengan teman sebelahnya. Namun, Jingga mencoba tidak memperdulikannya. Lagi pula, ia juga tidak di hidupi oleh mereka yang suka mengomentari hidup orang lain.
Bodo amat!
Jingga dengan santai memasuki ruang kelasnya, dan berjalan ke arah tempat duduknya. Sudah terlihat di sana ada teman-temannya, yaitu Ayaa, Lintang dan juga Tata.
"Hai, Guys ...," sapa Jingga.
"Hai," sapa balik mereka serempak.
Tata menatap ke arah Jingga dengan memicingkan mata. "Lo kaya berbeda hari ini."
Jingga mengangkat sebelah alisnya. "Apa?"
"Aneh aja gitu." Tata mengangkat kedua bahunya, dan kembali fokus menatap layar ponselnya.
Sedangkan di belakang sana, Ayaa dan Lintang masih sibuk dengan pekejaannya. Ayaa yang sedang menyalin catatan Biologi dan Lintang yang sibuk mengutak-atik ponselnya.
"Lo pada sadar gak sih, kalau gue hari ini diliatin banyak orang?" tanya Jingga.
"Ada yang salah, ya, dari pakaian gue?" tambahnya lagi sambil merapikan pakaiannya.
"Itu, tadi pagi Rendy nyariin lo," ucap Ayaa tanpa menoleh ke arah Jingga.
"Hah?" Jingga terbelalak.
"Biasa aja. Dia cuman nanyain lo, habis itu balik lagi ke habitat-nya," tegas Lintang.
Jingga menghela napasnya panjang. Pasti setelah ini akan ada lagi masalah yang menimpa dirinya. Lagi-lagi, dirinya harus menerima masalah dengan kasus yang sama.
Rendy lagi, Rendy lagi, Rendy lagi.
****
Terdengar suara bell istirahat pertama, di mana semua anak sekolah sangat menantikan jam itu berbunyi. Kantin, tujuan nomor satu anak sekolah saat jam istirahat tiba.
"Kantin, kuy ...." sorak gembira Lintang. Dan diangguki semangat oleh Ayaa dan Tata.
Jingga menggeleng seorang diri. "Gue nggak ikut, ya. Soalnya tadi Bunda bawain bekal."
"Ok. Lo mau nitip sesuatu?" tanya Tata sebelum pergi. Jingga kembali menggeleng.
"Yaudah. Kita ke kantin dulu, ya. Lo hati-hati di kelas, entar digodain sama Taufik," goda Ayaa sambil terkikik.
Beruntung hari ini Jingga membawa bekal. Ia terbebas dari gosip-gosip yang membuat telinganya panas. Bukannya takut tapi, Jingga tidak mau terpancing emosi dengan omongan anak-anak tentang dirinya.
Bekal Jingga hanya berisikan roti selai cokelat kesukaannya--sebenarnya hanya makan roti tidak terlalu membuatnya kenyang, tapi apa boleh buat. Lebih baik memakan roti selai cokelat miliknya walaupun sedikit, daripada harus makan ke kantin. Dengan diam Jingga melahap roti, sambil memainkan ponselnya.
Tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya, namun Jingga tidak memperdulikannya. Dia masih sibuk dengan ponselnya.
"Tumben nggak ke kantin," ucap seseorang yang berada di sebelah Jingga. Namun, tidak didengarkan oleh Jingga. Lagi-lagi Jingga hanya asik dengan dunianya sendiri, yaitu asik mengutak-atik aplikasi i********:-nya.
"Lupa bawa uang jajan?" tanyanya lagi.
Tapi, Jingga merasa ada yang janggal dari nada bicara orang itu. Tidak asing dari pendengarannya.
Uhuk ... uhuk ....
Jingga tersedak, dan kembali mengalihkan pandangannya setelah tau siapa yang tengah duduk di sampingnya. Dia, Rendy.
"Minum dulu."
Rendy terkekeh melihat tingkah laku Jingga. Ekspresi wajah Jingga tadi seolah baru saja melihat moster yang sangat mengerikan. "Gausah kaku, gue gak bakal gigit ko," katanya kembali terkekeh.
"E-eh. Nggak gitu, Kak."
"Terus, gimana?"
"Ya, gitu."
"Gitu, gimana?"
Jingga hanya menatap datar ke arah Rendy.
Rendy malah tertawa geli melihat mimik wajah gadis itu, sedangkan Jingga malah terlihat kebingungan.
"Jee," panggil Rendy.
Spontan Jingga menoleh ke arah Rendy dan tepat menatap kedua manik mata Rendy. "Iya?" jawabnya di iringi senyuman tipis.
"Lo manis, ya, kalo lagi senyum. Gue suka," goda Rendy. Eh. Bukannya menggoda, tapi itu fakta.
Jingga terdiam kaku. "Gombal!"
"Kok, tahu? Lo peramal, ya?"
Jingga mengerutkan bibirnya.
"Jangan suka senyum-senyum depan gue, habisnya senyum lo manis. Gue takut sakit."
"Loh, kenapa?" tanya Jingga bingung dengan ucapan Rendy.
"Karena sakit gigi, dan sakit hati itu berasal dari yang manis-manis." Rendy mengulum senyumnya, namun tidak dengan Jingga. Gadis itu hanya menampakkan muka datarnya. Kenapa Rendy terdengar begitu menyebalkan seperti abangnya?
"Bagus, ya, kata-katanya. Beli di mana?" Jingga tersenyum miring, lantas beranjak dari tempatnya.
****
"Assalamu'alaikum ...," salam Bu Eti.
"Wa'alaikumsalam ...," sahut semua anak-anak kelas XII-4.
"Wa'alaikumsalam, Bu guru cantik," sahut Rendy dengan nada menggoda, dan mendapat tatapan tajam dari Bu Eti.
"Siapkan kertas kosong kalian, hari ini saya ingin melihat kemampuan paham kalian sudah sampai mana menganai bab baru untuk mata pelajaran Fisika tahun ini," kata Bu Eti seraya menuliskan beberapa soal di papan tulis.
"Shinta," panggil Rendy.
Shinta yang merasa namanya terpanggil pun dengan cepat menoleh ke arah sang pemanggil.
"Contekin gue, yak," bisik Rendy kepada Shinta yang berada di sebelah kiri mejanya. Shinta hanya menggelengkan kepalanya.
"Waktunya, cuman 10 menit."
Semua murid mengerjakan soal dalam diam. Namun, tidak dengan Rendy. Ia tampak celingak-celinguk mencari jawaban.
"Beetsss ... bettsss ...." Rendy mencoba memberikan kode kepada Shinta. Namun, tidak direspon sama sekali. Sialan! umpatnya dalam hati.
Rendy terus mengulanginya, sampai Bu Eti mendengarnya, dan menangkap basah dirinya yang sedang berusaha menyontek.
"Rendy ngapain kamu? Mau menyontek lagi?" tanya Bu Eti dari meja depan.
"Eng--eh. I--iya, Bu," jawab Rendy cengengesan.
"Apa untungnya kamu menyontek, huh? Ibu ingat betul, ini sudah yang kesekian kalinya kamu tertangkap basah sedang menyontek kayak begini, Rendy! Malu sama umur!" kesal Bu Eti yang selalu memergoki Rendy saat menyontek.
"Baru juga beberapa kali, Bu."
"Lagian menyontek itu banyak manfaatnya, Bu. Terutama nilai jadi bagus, melatih skill akting, melatih kelenturan leher, melatih kecepatan, melatih kewaspadaan, melatih detak jangtung, melatih otot mata, melatih bahasa isyarat, melatih nangkep umpan lambung, dan banyak lagi deh, Bu," jawabnya panjang lebar dan membuat seisi kelas tertawa karena ulahnya.
"Hebat kan gue?" ucapnya berbangga diri.
Emosi Bu Eti memuncak. "Keluar kamu, gak usah ikut mata pelajaran saya!" bentak Bu Eti dengan nada tinggi, bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.
"Alhamdulillah, akhirnya terbebas juga dari pelajaran Ibu, habisnya pelajaran fisika nih bosenin, gak pernah pinter kalo ketemu mapel Ibu," ucapnya dengan nada yang pelan. Namun, masih bisa didengar oleh Bu Eti.
"Saya masih bisa mendengar omongan kamu, Rendy!" Rendy terkekeh. Dia segera mencium tangan Bu Eti.
"Makasih, Bu. Wassalam."
Rendy langsung keluar kelas dengan hati berbunga-bunga. Inilah yang Rendy mau. Ke luar dari pelajaran yang tidak dia sukai.
"Kalau bisa setiap hari kayak gini. Tentram hidup gue."
Setelah ke luar dari kelas, Rendy langsung menuju parkiran, dan berniat untuk pulang ke rumah.
Dengan alasan yang masuk akal, akhirnya Rendy berhasil mengelabui satpam yang setia menjaga pagar sekolahnya.
Rendy pulang, tanpa membawa tas dan barang-barangnya. Rendy tidak peduli dengan nasib tas, atau bukunya. Kalau pun hilang Rendy masih punya tas cadangan, dan buku masih banyak tersedia diperpustakaan.
****
Jingga menatap kosong ke langit-langit kamarnya--melamun beberapa saat hingga lamuannya buyar ketika ponselnya bergetar.
Drtt ... drtt ....
RioNandiasta: Haii, Jee. Apa kabar?
Jingga terbelalak setelah melihat siapa yang ada di layar ponselnya. Dia, Rio. Cowok yang meninggalkan Jingga satu tahun yang lalu.
JinggaPawanggalih: Iya, siapa?
Jingga sengaja berpura-pura tidak tahu. Supaya Rio berpikir, bahwa Jingga sudah menghapus semua tentang laki-laki itu seperti permintaan Rio sebelum dia pergi meninggalkan Jingga.
RioNandiasta: Gue Rio. Lo lupa? Gak mungkin kan? Gue kangen lo, Jee:*
JinggaPawanggalih: Oh. Elo, Yo. Gue pikir siapa. Gue gak bakal lupa sama lo:)
RioNandiasta: Lo masih sayang sama gue, Jee?
Bodoh!
Pertanyaan itu sangat menyayat hati Jingga. Bagaimana bisa, Rio menanyakan hal seperti itu. Jingga selama ini sudah mati-matian mengubur perasaannya setelah ia tahu bahwa Rio lebih memilih cewek lain daripada dirinya.
"Lo tanya gue masih sayang? Ok. Sekarang, gue yang nanya balik. Masih punya hati?" kesalnya bukan maen.
Ingin sekali rasanya Jingga membalas pertanyaan Rio seperti itu. Namun, tidak untuk sekarang. Ada saatnya nanti, Jingga akan mengeluarkan semua kekesalannya kepada Rio.
****