BAB 2
Setelah kejadian tabrakan tadi, Rendy menjadi kurang fokus, tidak bisa mencerna materi yang di sampaikan Bu Anna. Hingga sebuah benda melayang tepat di kepalanya.
Rendy kaget.
"Mikirin apa kamu, Rendy?" tanya Bu Anna. Bu Anna adalah guru kesiswaan di sekolah Rendy. Beliau terkenal dengan ketegasannya dalam memberantas ketidakteladanan anak murid.
"Mikirin, Ibu ... ehhh--keceplosan!" jawab Rendy enteng dan mendapat gelak tawa seisi kelas.
Bu Anna berjalan ke arah Rendy. Dengan cara jalannya saja, beliau terlihat berwibawa.
"Mampus lo, Rend. Singa lagi mengamuk ini mah namanya," bisik Angga yang berada di sebelahnya. Sedangkan Aldo memberi kode dari depannya yang menyatakan 'mati lo Rend'.
Rendy terkekeh mendengar celotehan teman-temannya. "Diem dulu, biar gue jinakin singanya," bisiknya setengah melawak sambil tertawa geli.
"Siapa yang ngajarin kamu ngelawak? Saya serius! Mikirin apa kamu?" tegas Bu Anna.
"Saya lihat sedari tadi, kamu cuman bengong aja!" Bu Anna menaikkan sedikit dagunya, dengan posisi tangan sebelah kirinya dilipat ke pinggang dan sebelah kanannya memegang penggaris besar.
"Hmm, Ibu merhatiin saya banget, jadi terharu. Eh, tapi saya juga serius, malah dua rius, Bu, suer deh," jawab Rendy tanpa dosa. Bu Anna tambah kesal dibuatnya.
"Diam kam---"
Belum sempat Bu Anna selesai berbicara, Rendy langsung memotongnya. Karena tepat saat itu, bel pulang sekolah berbunyi.
"Alhamdulillah ... bel udah bunyi. Itu tandanya sudah pulang 'kan, Bu? Saya pamit, Bu. Assalamualaikum." Setelah mencium tangan Bu Anna, Rendy langsung berlalu meninggalkan Bu Anna dengan mimik wajah yang dibuat-buat--seperti minta dipatahin lehernya.
****
Sesampainya di parkiran, Angga terlihat bangga dengan sikap Rendy tadi. "Huih. Keren juga lo, Bro. Bisa ngejawab Bu Anna gitu," ucap Angga bangga dengan kelakuan temannya itu.
"Gue mah, udah ciut kalau diposisi lo tadi, Rend," sambung Aldo seraya menaiki motor besarnya.
"Itu mah gampang!" balas Rendy sedikit berbangga diri.
"Yaudah. Gue duluan," pamit Rendy dan langsung melajukan motornya meninggalkan area sekolah.
Rendy memang terkenal di SMA CENDRAWASIH. Terkenal sebagai anak nakal, berandalan, selalu membuat onar, dan sebagainya. Kenapa dikatakan begitu? Karena disetiap harinya, selalu ada saja masalah yang dia ciptakan. Entah itu, menjahili teman sekelasnya, atau melawan guru yang menegurnya.
Menurut semua siswa, yang telah mengenal baik sosok guru-guru di sekolah ini terutama Bu Anna. Mereka tahu betul, ketegasan seperti apa yang Bu Anna miliki dalam mendidik siswa-siswi di sekolah mereka. Dan semua siswa-siswi pun memang takut dengan ketegasan itu.
Namun, tidak dengan Rendy. Rendy bahkan dengan lantang menjawab dan selalu menganggap remeh jika Bu Anna sedang marah. Pikirnya, menggoda Bu Anna begitu menyenangkan.
*****
Aga sedang menunggu Jingga di dalam mobil. Sudah 10 menit, Aga menunggu. Namun, Jingga tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Baru saja Aga ingin menelpon, pintu mobil terbuka. Jingga masuk ke dalam mobil dengan pelan, karena masih nyeri di bagian lututnya.
"Lah, kaki lo, kenapa? Kan udah gue bilang jangan pecicilan. Ini sekolah, bukan di rumah," omel Aga sambil menyalakan mesin mobil, dan melaju meninggalkan area sekolah.
"Bukan salah aku. Tadi, tabrakan sama Kakak kelas," jawab Jingga sedikit mendengus. Aga langsung menoleh ke arah gadis itu.
"Kakak kelas, Siapa? Terus dia nolongin lo kagak?"
Jingga mengangguk. "Namanya Rendy Angkasa Pratama."
"Hah. Serius lo? Rendy nolongin lo?" tanya Aga kaget. Aga tahu betul sosok Rendy seperti apa, tidak ada kamus dalam kehidupan Rendy tentang peduli kepada yang namanya cewek, kecuali Mamanya.
"Iya. Emang kenapa, Bang?" Jingga menatap Aga heran.
"Tumben aja dia mau nolongin cewe." Mungkin ini yang pertama kalinya masuk catatan di kamus kehidupan Rendy; menolong dan peduli kepada cewek. Terlebih lagi cewek itu adalah adiknya--Jingga.
"Abang kenal dia?"
Aga mengangguk. "Dia temen gue."
Obrolan mereka berakhir setelah mobil Aga memasuki pekarangan rumah mereka.
"Lo bisa jalan?" tanya Aga sedikit tidak nyaman dengan kondisi Jingga.
"Bisalah. Tadi juga jalan sendiri dari kelas ke parkiran," jawabnya seraya membuka pintu mobil.
Aga berjalan di samping Jingga. Dia melangkahkan kakinya pelan, menyetarakan dengan langkah kaki Jingga. Jingga merasa tidak nyaman dengan sikap Aga seperti ini. Padahal, Jingga sudah memintanya untuk masuk lebih dulu.
"Assalamu'alaikum," ucap mereka bersama.
"Wa'alaikumsalam."
"Loh. Lutut kamu kenapa, Sayang?" tanya Soraya kaget melihat lutut Jingga terluka.
"Abis nyungsep, Bun," jawab Aga sekenanya, dan langsung berjalan menuju kamarnya.
"Ih, Abang ... bukan gitu!" kesal Jingga seraya melempar bantal kecil ke arah Aga. Aga memeletkan lidahkan karena bantal itu melayang ke lain arah.
Jingga berdecak sebal, lalu ia menghela napasnya. "Ini tadi abis jatuh di sekolah, Bun. Padahal lukanya gak seberapa, tapi kok ya nyeri banget gitu."
"Besok-besok jalannya hati-hati. Sini duduk dulu, biar Bunda bersihin lagi lukanya," ucap Soraya dan segera berlalu ke arah dapur, mengambil kotak P3K. Beberapa menit kemudian, Soraya kembali dengan membawa air hangat dan kotak P3K.
"Pelan-pelan, Bun," kata Jingga yang sedikit kesakitan saat lukanya di bersihkan dengan air hangat.
Setelah lukanya bersih, Jingga segera menuju kamarnya mengganti seragam sekolah dan beristirahat.
****
Jingga tengah bersandar di kepala ranjang. Ia menghela napasnya, menurutnya sekolah hari ini sangat melelahkan. Gadis itu mengambil novelnya yang berada di nakas--samping tempat tidurnya. Mungkin dengan membaca n****+ mood-nya sedikit lebih baik.
Ketika sedang asik membaca n****+, tiba-tiba ponsel Jingga bergetar, segera dia meraih benda pipih itu dan membuka aplikasi hijaunya.
08534859****: Jee. Ini gue Rendy.
Jingga terdiam sejenak. Ia bingung harus membalasnya atau tidak. Tapi, jika tidak dibalas, Jingga tidak enak hati. Jangan sampai dirinya dicap sombong, apalagi sana lawan jenis. Jingga paling anti.
JinggaPawanggalih: Ah, iya, Kak.
Di seberang sana Rendy tengah tersenyum bahagia mendapat balasan itu.
RendyAngkasaP: Save nomer gue, ya. Gue dapet nomer lo dari Aga. Jangan khawatir, gue bukan rentenir yang nelponin lo setiap saat, dan bukan juga pengagum rahasia, yang bakal sms lo setiap saat.
Jingga menaikkan sebelah alisnya. Apa saat ini Rendy tengah bercanda?
JinggaPawanggalih : Oh iya ya, Kak. Udah, Kak.
RendyAngkasaP : Gue cuman, mau minta maaf soal yang di sekolah itu. Gue nggak sengaja.
JinggaPawanggalih : Iya, Kak. Gak pa-pa, kok. Aku juga salah.
Jingga menutup ponselnya seraya merebahkan dirinya. Kenapa dengan dirinya? Dan juga, kenapa Rendy begitu cepat mendapat nomornya? Jingga menghela napasnya, lantas memutup matanya, hingga dia tertidur pulas.
****
Kantin hari ini begitu ramai dan sesak. Banyak siswa-siswi yang sedang menikmati makanan mereka dan ada juga yang bergosip, sesekali melirik ke arah Jingga, masih dengan topik yang sama yaitu, masalah kejadian antara dirinya dan Rendy. Jingga menutup matanya beberapa saat, kenapa sebegitu tidak luarsanya gosip di sekolahnya ini.
Sedari tadi pagi, Jingga sudah menjadi sorotan siswi di sekolah. Tetapi, dirinya tidak terlalu menanggapi gosip itu. Menurutnya, tidak penting sama sekali.
"Jee, perasaan dari tadi lo di liatin anak-anak deh. Apa menurut gue aja?" tanya Ayaa yang tidak nyaman dengan keadaan sekelilingnya.
Jingga menatap Ayaa, kemudian mengangguk. "Lo gak salah, mungkin karena kejadian kemaren."
Ayaa membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'
"Jangan deket-deket lagi sama tuh cowok, dia bikin lo dapat masalah, Jee," ucap Tata dan diangguki oleh Jingga.
Setelah makanan mereka sudah habis. Jingga dan teman-temannya kembali ke kelas.
****
"Berani, ya, kamu dengan saya!" omel Bu Anna dengan nada suara yang tinggi. Amarah Bu Anna sudah naik ke ubun-ubun, dan sebentar lagi akan meledak.
"Kamu tahu apa kesalahan kamu, Rendy?" tanya Bu Anna lagi masih dengan nada membentak.
"Mana saya tau, Bu. Ibu, sih, nggak ngasih tahu saya," jawab Rendy dengan muka datarnya.
"Rendy! Cepat masukkan baju kamu!" perintah Bu Anna yang sudah bosan menegur seragam Rendy yang selalu di ke luarkan.
"Nanti saya masukin, Bu."
"Rendy! Saya ini lagi serius, kamu mau main-main sama saya?"
"Boleh, Bu. Ayok, kita main." Rendy menarik tangan Bu Anna. Tetapi sebelum Rendy melangkah, Bu Anna kembali berteriak. Rendy hanya menutup telinganya.
"Sekarang kamu lari keliling lapangan 10 kali!"
"Sekarang, Bu?"
"Tahun depan. Ya, sekarang Rendy!!!" Bu Anna geram dengan kelakuan Rendy yang menjadi-jadi setiap harinya.
"Siap, big boss!" ucap Rendy dengan tangan hormat ke arah Bu Anna.
Baru saja Bu Anna ingin memarahinya lagi, Rendy terlebih dulu berlari meninggalkan Bu Anna.
****
Dengan keringat bercucuran, Rendy masih terus berlari mengelilingi lapangan.
"Bro, minum dulu!" teriak Angga yang berada di pinggir lapangan bersama Aldo. Kedua laki-laki itu sengaja bolos kelas. Bukankah teman yang baik memang begitu? Menemani temannya yang tengah diberi hukuman.
Rendy segera berlari ke arah Angga. "Thanks, Bro," ucap Rendy seraya meneguk cepat air mineralnya.
Setelah menyelesaikan lari keliling lapangan 10 kali, Rendy langsung pergi ke loker untuk mengambil seragamnya, kemudian mandi.
Hari ini, benar-benar melelahkan. Tapi, ada untungnya dia lari keliling lapangan, lumayan tidak masuk jam pelajaran. Karena itu akan lebih membosankan baginya.
****
Bell pulang sekolah berbunyi. Jingga dan teman-temannya langsung merapikan buku-buku mereka dan segera pulang.
Sebelum pulang, Jingga merapikan terlebih dahulu buku-buku yang dia bawa tadi ke lokernya. Setelah selesai merapikan buku-bukunya, Jingga langsung ke luar pagar dan bergegas untuk pulang.
Hari ini, kebutulan Jingga harus pulang sendirian, karena Bang Aga lagi ada jam tambahan--les persiapan ujian nasional.
Jingga tengah duduk di halte depan sekolah, menunggu taksi atau angkot yang bisa mengantarnya sampai depan rumah.
Jingga berkali-kali, melirik jam tangannya. Sudah hampir 10 menit Jingga menunggu. Namun, taksi atau angkot yang ia tunggu tidak ada yang lewat. Jingga menghela napasnya gusar. Kenapa selalu sesial ini?
Mata Jingga membulat sempurna, motor besar Rendy berhenti di hadapannya.
"Gue anter. Ayok!" ujar Rendy yang membuka kaca helm nya.
"G--gak u--" Belum sempat Jingga meneruskan omongannya Rendy terlebih dulu memotongnya."Sebagai permintaan maaf gue soal kemaren. Naik buruan." Rendy menyalakan mesin motornya.
Mau tidak mau akhirnya Jingga mengiyakannya saja, segera dia naik ke motor Rendy sebelum Rendy berbuat ulah. Rendy tersenyum, dia langsung melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Rumah lo di mana?"
"Kompleks Anggrek. Habis ini belok kiri, habis itu lurus aja. Entar juga ada tulisannya di pinggir jalan," jelas Jingga.
Tidak ada respon.
"Untung gue orangnya sabar!" batin Jingga
Jingga tidak akan mengulangi perkataanya, jika Rendy menanyakannya lagi.
"Mau turun, atau mau gue ajak jalan lagi?" tanya Rendy membuyarkan lamuan Jingga.
Jingga akan mengutuk dirinya akibat ulahnya ini.
Tanpa ba bi bu, Jingga langsung turun dari motor Rendy, "Makasih, Kak."
"Iya, sama-sama."
"Gue minta maaf, gara-gara gue lo jadi sorotan di sekolah."
"E-eh. Iya, Kak. Bukan salah, Kakak, kok."
Rendy mengangguk. "Yaudah. Gue balik dulu, jangan lupa istirahat."
Jingga mengangguk, lalu Rendy kembali melajukan motornya-- meninggalkan pekarangan rumah Jingga.
Jangan lupa istirahat? Itu bentuk perhatian? Jingga terdiam sejenak. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan Rendy yang terlihat peduli kepadanya.
"Jangan terpengaruh dengan kata-kata cowok, Jee. Sekarang lagi musimnya Buaya berlidah," gumamnya pelan.
****