Mencari tahu sosok Clara

1083 Words
Luke masih terdiam di dalam ruangan Mr. Fredrinn, mencerna semua kejadian yang baru saja terjadi. Perempuan urakan itu, dengan sikapnya yang aneh, benar-benar membuatnya kebingungan. Luke menggelengkan kepalanya, berusaha fokus kembali pada tugasnya. Hari itu, Luke berusaha keras untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang diberikan oleh Mr. Fredrinn. Dia merasa tekanan semakin besar, terutama dengan proyek baru yang harus dia tangani. Namun, di balik semua itu, pikirannya terus melayang kepada wanita urakan yang tadi bersikap aneh padanya. Di waktu makan siang, Luke memutuskan untuk pergi ke kantin kantor. Biasanya, dia lebih memilih makan siang di meja kerjanya, tapi kali ini dia merasa perlu untuk sedikit bersantai dan mengosongkan pikirannya. Di kantin, suasana cukup ramai dengan para karyawan yang sedang menikmati makan siang mereka. Luke mengambil nampannya dan memilih makanan yang disajikan. Setelah membayar, dia mencari tempat duduk yang kosong. Ketika dia hendak duduk, tiba-tiba seorang wanita duduk di depannya. Wanita itu ternyata adalah wanita urakan yang ditemuinya tadi pagi. "Hai, Tuan cupu," sapa wanita itu dengan senyum menyeringai. Luke terkejut dan hampir menjatuhkan nampannya. "Oh, hai... Apa kau mengikutiku?" tanyanya dengan nada sedikit gugup. "Tentu saja tidak. Ini hanya kebetulan," jawabnya sambil mengangkat bahu. "Oh ya, perkenalkan, namaku Clara. Aku baru dipindahkan ke sini." Wanita yang membuat Luke penasaran akhirnya memperkenalkan diri secara sukarela. 'Ada apa dengan moodnya? Tadi diruang Mr Fredrinn dia terlihat marah, tapi sekarang?' batin Luke bertanya-tanya tentang perubahan sikap wanita yang bernama Clara itu. Luke mengangguk, masih merasa canggung. "Aku Luke. Senang bertemu denganmu." Clara menatap Luke dengan mata tajamnya. "Jadi, bagaimana rasanya mendapatkan proyek besar itu? Bos besar benar-benar mempercayaimu, ya?" Entah itu sebuah pujian atau basa-basi, atau bisa juga sarkasme untuknya? Luke tersenyum kecut. "Ya, aku merasa terhormat. Tapi, tanggung jawabnya sangat besar." Clara tertawa kecil. "Jangan terlalu tegang. Kau tampak seperti seseorang yang mampu mengatasinya." Luke tidak bisa menahan senyumnya. "Terima kasih, Clara. Aku akan berusaha sebaik mungkin." Mereka berdua mulai makan dalam diam. Sesekali, Clara melontarkan pertanyaan atau komentar yang membuat Luke sedikit lebih rileks. Luke mulai merasa bahwa Clara tidak seburuk yang dia bayangkan. Meskipun penampilannya urakan, Clara tampaknya cukup pintar dan memiliki wawasan yang luas. Setelah makan siang, mereka kembali ke kantor. Luke kembali fokus pada pekerjaannya, sementara Clara mulai menata mejanya di sudut ruangan. Seharian itu, Luke merasa lebih bersemangat dan bertekad untuk menyelesaikan proyek besar yang telah diberikan kepadanya. * Saat hari mulai sore dan kantor mulai sepi, Luke masih tenggelam dalam pekerjaannya. Clara mendekatinya dan berkata, "Hei, Luke. Kau tidak berniat pulang?" Luke melihat jam di komputernya dan terkejut. "Oh, sudah sore. Aku tidak menyadari waktu berlalu begitu cepat." Clara tersenyum. "Ayo, aku traktir kopi. Kau butuh penyegaran." Luke ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan mengemasi barang-barangku." Mereka berdua pergi ke kafe terdekat. Suasana kafe yang tenang membuat mereka merasa lebih santai. Clara mulai bercerita tentang dirinya, bagaimana dia pindah ke kota ini, dan pengalaman kerjanya sebelumnya. Luke mendengarkan dengan seksama, merasa lebih nyaman berbicara dengannya. "Kau tahu, Luke," kata Clara tiba-tiba, "aku tidak begitu suka dengan formalitas di kantor. Itu sebabnya aku selalu tampil seperti ini. Tapi jangan salah, aku serius dengan pekerjaanku." Luke tersenyum. "Aku mengerti, Clara. Setiap orang punya cara sendiri untuk merasa nyaman di tempat kerja." Malam itu, mereka berdua berbicara banyak hal. Luke merasa telah menemukan teman baru yang unik dan menarik. Ketika mereka berpisah, Luke merasa lebih bersemangat dan termotivasi untuk menghadapi tantangan di hari berikutnya. * Malam semakin larut saat Luke berjalan pulang dari kafe. Pikiran tentang Clara terus berputar di kepalanya. Ada sesuatu yang misterius dalam sikapnya yang membuat Luke merasa tertarik, namun juga waspada. Kafe tempat mereka berbincang meninggalkan kesan mendalam, seolah ada sesuatu yang tersembunyi di balik setiap kata yang diucapkan Clara. Saat tiba di apartemennya, Luke meletakkan tas kerja di meja dan duduk di sofa. Lampu ruang tamu yang redup memberikan kesan tenang, namun pikirannya masih bergejolak. Proyek besar dari Mr. Fredrinn dan pertemuan dengan Clara menciptakan kombinasi yang membuatnya sulit tidur. Luke memutuskan untuk memeriksa ulang beberapa dokumen proyek, berharap itu bisa mengalihkan perhatiannya. Jam di dinding menunjukkan pukul satu dini hari ketika Luke akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Dia mematikan laptopnya dan merapikan meja. Rasa lelah mulai menguasai tubuhnya, namun saat dia berbaring, bayangan wajah Clara muncul kembali. Ada sesuatu dalam cara Clara berbicara dan bertindak yang membuatnya tidak bisa sepenuhnya rileks. * Keesokan paginya, Luke bangun dengan perasaan enggan. Kantor terlihat lebih sunyi dari biasanya saat dia tiba. Luke langsung menuju mejanya, mencoba memfokuskan diri pada pekerjaan. Namun, tidak butuh waktu lama bagi Clara untuk muncul di hadapannya. "Hai, Luke," sapa Clara dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. "Bagaimana tidurmu semalam?" Luke terkejut mendengar pertanyaan itu. "Cukup baik," jawabnya singkat, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Bagaimana denganmu?" Clara hanya tersenyum samar sebelum berbalik pergi ke mejanya. Luke memperhatikan bagaimana Clara tampak lebih tenang dan terkendali, tidak seperti hari sebelumnya. Waktu berlalu perlahan, dan Luke merasa semakin terjebak dalam pekerjaan dan pikirannya sendiri. Saat makan siang, dia memilih untuk tetap di mejanya, berharap bisa menyelesaikan sebagian besar tugas sebelum sore. Namun, fokusnya terus terganggu oleh bayangan Clara dan sikap misteriusnya. * Sore harinya, Mr. Fredrinn mengumpulkan tim untuk rapat proyek. Di ruang rapat, suasana terasa tegang. Mr. Fredrinn menjelaskan detail proyek dengan serius, menekankan betapa pentingnya bagi perusahaan. Luke mencatat setiap poin dengan cermat, berusaha tidak menunjukkan kekhawatirannya. Setelah rapat selesai, Clara mendekati Luke. "Kau terlihat tegang," katanya pelan. "Ada yang bisa kubantu?" Luke menggeleng. "Aku hanya perlu waktu untuk mencerna semuanya," jawabnya. Clara menatapnya sejenak sebelum mengangguk dan berjalan pergi. Luke menghela napas panjang. Ada perasaan bahwa Clara tahu lebih banyak dari yang dia katakan, tapi Luke tidak berani bertanya lebih jauh. Saat matahari mulai terbenam, Luke memutuskan untuk pulang lebih awal. Dia merasa perlu waktu sendiri untuk memikirkan semuanya. Jalanan kota yang mulai sepi memberikan suasana yang menenangkan, namun di balik ketenangan itu, Luke merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk terungkap. Sesuatu yang berkaitan dengan Clara dan proyek besar yang sedang dia tangani. Malam itu, di apartemennya, Luke memutuskan untuk menyusun rencana kerja yang lebih detail. Dia menyadari bahwa dia harus lebih siap dan waspada. Clara mungkin adalah kunci dari teka-teki ini, namun dia harus mencari cara untuk memahami maksud sebenarnya tanpa menimbulkan kecurigaan. Luke merasa bahwa hari-hari ke depan akan penuh tantangan, namun dia juga merasakan dorongan semangat yang baru. Ada misteri yang harus dipecahkan, dan Luke bertekad untuk menemukan jawabannya, meskipun itu berarti harus menghadapi risiko yang belum dia pahami sepenuhnya. "Dia seperti potongan puzzle, nampak aneh, tapi terlihat banyak misteri. Siapa dia sebenarnya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD