PP-12

1227 Words
Setelah hampir seminggu berjuang, akhirnya Nadien diterima bekerja. Dan besok adalah hari pertama Nadien bekerja di sebuah perusahaan swasta yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan perusahaan Daniel dan keluarga Vania. Nadien memang cukup pilih-pilih kemarin. Sebelum mendaftar, ia lebih dulu memastikan kalau perusahaan itu tidak memiliki hubungan apapun dengan Daniel dan Renandi's Group. Yup. Dia sengaja menghindari berhubungan kembali dengan mereka. Ketika Nadien memutuskan untuk memulai semuanya dari awal, itu artinya ia akan melupakan semua yang ada di masa lalunya, khususnya penyebab ia sakit hati. Moodnya yang sempat naik karena sudah mendapat pekerjaan kembali down saat melihat dua mobil yang ia kenal terparkir di depan rumah Adam. Untuk apa mereka datang? Tapi ia berusaha cuek. Karena bagaimana pun juga mereka tidak akan pergi sebelum berhasil menemui Nadien.. Nadien benar-benar memasang ekspresi sesantai mungkin saat mulai memasuki ruang tamu. Ia sempat melirik sekilas dengan ekor matanya. Dan... dia kira mereka hanya datang berdua. Tapi ternyata dia salah. Vania. Vania ada di sana. Jadi dia benar-benar sudah sembuh? Syukurlah. Nadien senang melihatnya sudah kembali seperti sedia kala. Tapi, rasa sakit hatinya terlalu besar dan menutupi rasa bahagia itu. Lagi pula, bukankah ia sudah bertekad untuk tidak berhubungan lagi dengan mereka? Lalu tatapan Nadien beralih pada Daniel yang kini menatapnya sendu. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Nadien sinis. "Aku mau minta maaf," jawab Daniel. Nadien berdecak kemudian hendak melanjutkan langkahnya meninggalkan Daniel. "Nadien, tunggu!" ujar Vania sambil menyusul langkah Nadien. "Kamu sudah sembuh?" tanya Nadien pada Vania. Vania mengangguk kecil. Senyum tipis sempat terukir di bibir Nadien. Namun hanya sebentar, sebelum ekspresi dinginnya kembali mendominasi. "Bisa kita bicara sebentar?" tanya Vania. Nadien tak langsung menjawab. Ia melirik Andrea dan Daniel secara bergantian. Ia masih sangat kesal dengan dua laki-laki yang sudah menuduhnya itu. "Jadi kalian semua sudah tahu masalah yang sebenarnya?" tanya Nadien dengan nada lantang. "Ya. Dan kami ingin minta maaf," sahut Andrea. "Nadien, kita bicarain semua baik-baik dulu, ya? Ayo!" ajak Vania sambil meraih tangan Nadien. "Aku turut bersyukur atas kesembuhan kamu. Tapi sekarang giliran aku yang sakit. Sama halnya seperti kamu kemarin, aku juga butuh waktu untuk sendiri," ujar Nadien pada Vania. Vania memutar otaknya, mencari cara agar ia bisa membujuk Nadien untuk mau bicara dengannya. "Kita bicara berdua, bagaimana?" tawar Vania. Tatapan hangatnya masih terpancar kuat demi bisa merebut hati Nadien. "Ck, Dev aku juga mau bicara," sambung Daniel yang tidak setuju dengan ucapan Vania. "Sudah ikuti saja aturan mainnya!" bisik Andrea menengahi. Nadien menghela napas lelah, "nggak sekarang ya, Van. Aku masih butuh waktu untuk sendiri," tolak Nadien halus. "Nad, aku minta maaf," lirih Vania. "Kamu nggak salah apa-apa di sini. Jadi jangan meminta maaf untuk apapun. Ini murni kesalah pahaman antara kami," balas Nadien. Ia memang tak menyalahkan Vania sedikitpun. Karena bagaimana pun juga Nadien cukup paham jika saat itu Vania benar-benar tidak tahu apa-apa. Terlebih, wanita itu juga tengah berduka karena kehilangan calon bayinya secara mendadak. "Maaf ya, aku mau istirahat dulu," pamit Nadien. "Nak, apa tidak sebaiknya kalian bicara dulu?" tanya Adam yang baru saja bergabung. "Nadien nggak siap, Pa. Nadien masih butuh waktu buat sendiri," jawab Nadien. Daniel menghampiri Nadien lalu menahan lengan wanita itu. Tatapan memohon Daniel lemparkan pada Nadien, berharap wanita yang masih sah menjadi istrinya itu luluh. "Please, kita butuh bicara. Aku nggak mau masalah ini semakin melebar kemana-mana lagi," pinta Daniel. Nadien berusaha melepaskan genggaman tangan Daniel. Ia menatap Daniel dengan penuh luka. Melihat itu, Vania terkejut. Ia merasa, masalah mereka bukan sekadar kesalah pahaman yang kemarin. 'Sepertinya masalah mereka sudah benar-benar besar. Sebenarnya apa saja yang sudah Daniel lakukan pada Nadien? Aku juga perempuan dan aku tahu apa maksud tatapan Nadien itu. Dia.... hancur,' monolog Vania dalam hati. Vania tersentak saat merasakan seseorang menariknya. Dia adalah Andrea, yang berusaha memberi jarak antara Vania dengan Daniel dan Nadien. "Biarkan mereka mencoba bicara," bisik Andrea. "Aku rasa permasalahan mereka nggak cuma soal yang kita tahu," balas Vania. Andrea menyerit bingung. "Aku perempuan, dan aku bisa mengerti tatapan itu. Sebenarnya apa saja yang sudah Daniel lakukan pada Nadien selama aku belum bicara kemarin?" bisik Vania. Andrea menggeleng. Toh, ia juga tidak tahu jelas apa saja yang Daniel lakukan. Ia hanya tahu, Daniel sempat mengirimkan surat perceraian. Itu saja. Dan kalau dipikir-pikir, laki-laki itu memang pantas mendapat hukuman yang setimpal dari Nadien. Tapi, jika benar yang Vania katakan, berarti ada hal lain yang tidak ia ketahui. "Nad, aku bisa jelasin semuanya. Kasih aku waktu!" pinta Daniel lagi. "Aku yang nggak mau dengar, Dan. Kamu sudah terlanjur membuatku kecewa. Percuma kalau kamu jelaskan sekarang pun, aku tidak akan mempercayai semuanya," balas Nadien marah. "Nad aku-" "Sudahlah lebih baik kamu pulang sekarang!" usir Nadien kemudian berjalan cepat meninggalkan ruang tamu. Daniel hendak mengejarnya, namun Adam tidak mengizinkan. "Kamu tidak dengar dia mau istirahat?" bentak Adam pada Daniel. "Tapi aku mau jelasin semuanya, Pa. Aku mau memperbaiki semuanya," rengek Daniel pada sang ayah mertua. "Kamu pikir kesalahan kamu itu sesederhana itu? Nggak, Daniel," balas Adam. "Makanya Daniel mau jelaskan. Daniel akan memperbaikinya," "Nggak sekarang. Papa nggak mau melihat Nadien menangis lagi! Biarkan dia tenang dulu. Dia butuh waktu," Adam. Adam segera menyusul putrinya ke dalam. Ia tahu, saat ini Nadien membutuhkan seseorang untuk sekadar menemaninya. "Nak," panggil Adam sembari melangkah masuk ke kamar Nadien. Adam melihat bagaimana putrinya itu segera menghapus air matanya saat ia datang. Adam menarik Nadien ke dalam dekapannya. "Papa di sini. Menangislah sampai perasaanmu menjadi lebih baik!" ujar Adam lembut. Nadien menggeleng. Adam dapat merasakan itu. Ia tahu, Nadien pasti sangat ingin menangis saat ini. Sekadar untuk mengurangi beban yang ia rasakan. Tapi wanita itu tidak mau membagi bebannya itu pada sang ayah. "Menangislah seperti saat dulu kamu terjatuh ketika belajar sepeda! Katakan pada Papa kalau kamu sakit! Papa ini Papa kamu, Nadien. Katakan semuanya! Ungkapkan semua yang kamu rasakan pada Papa!" pinta Adam. Nadien masih saja menggeleng. Namun ia membalas pelukan ayahnya. Dan perlahan, Adam dapat merasakan bajunya basah terkena air mata Nadien. Nadien menangis, namun mulutnya seakan masih terkunci rapat, enggan berbagi derita pada ayahnya. "Kamu tidak sendiri. Papa selalu ada untuk kamu. Papa selalu berada di pihak kamu. Kamu yang kuat ya, Nak! Maafin Papa nggak bisa bantu kamu menyelesaikan masalah seperti ini," ungkap Adam sembari mengusap punggung putrinya. "Nggak, Pa. Papa nggak salah apa-apa. Nadien cuma belum siap saja untuk bertemu lagi dengan Daniel. Nadien masih ingat jelas bagaimana dulu Daniel memandang Nadien. Nadien juga masih ingat jelas bagaimana dia abai terhadap Papa yang sedang kritis. Dia membiarkan kita berjuang sendirian disaat-saat kita membutuhkannya, Pa. Nadien benci Daniel," lirih Nadien dengan suara bergetar. Untuk masalah satu ini, sepertinya Nadien tak bisa menyimpannya sendiri. Ia tidak sanggup. Mengenai hubungan Nadien dan Daniel, Adam memang sudah mengetahuinya sejak beberapa hari yang lalu. Ia ingat, bagaimana hangatnya ia menyambut kedatangan Daniel yang sejak tiga minggu lalu tidak datang menjenguknya. Ia juga sangat ingat, apa yang Nadien katakan kala itu. Daniel, menggugat cerai putrinya hanya karena kesalah pahaman. Tidak mungkin seorang ayah tidak marah ketika putrinya diperlakukan seperti itu. Dan dengan bijak, ia membiarkan Nadien mengambil keputusan yang menurutnya terbaik untuk dirinya sendiri. *** Bersambung.... Jangan lupa ramaikan kolom komentar :) Part ini tidak sesuai target. Kurang dari 1300 kata :'( tapi aku nggak bisa manjang-manjangin seenaknya kalau memang jatahnya memang segini. Nanti jadinya aneh. Kritik dan saran dari pembaca selalu aku tunggu, yaaa..  Terima kasih sudah membaca cerita yang aku buat. Dan jangan lupa nantikan kelanjutannya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD