PP-19

1098 Words
"Kamu sudah mau pulang?" Nadien tersentak saat sebuah suara mengagetkannya. "Pak Radika?" kaget Nadien. Laki-laki itu tersenyum. Nadien baru ingat, kalau ia memang izin pulang lebih cepat hari ini. "Oh.. iya, Pak. Saya sudah izin Bu Sarah kok. Soalnya saya mau ada keperluan," jawab Nadien. "Lalu kenapa masih di sini?" tanya Radika lagi. "I.. i.. itu, Pak, roda mobil saya kempes semua," jawab Nadien gelagapan. Radika mengalihkan pandangannya ke arah roda mobil Nadien. "Ini sih sepertinya disengaja, Nad. Empat-empatnya loh yang bocor. Kamu ada masalah sama orang kantor?" selidik Radika. Nadien menggeleng cepat, "enggak kok, Pak. Mungkin ini ulah orang iseng aja," dusta Nadien. Toh, Radika tidak perlu tahu kan, kalau pelakunya adalah Daniel? "Saya tadi sempat melihat kamu berbicara dengan seorang lelaki. Siapa?" tanya Radika lagi. Nadien menghela napas panjang. Apa hanya perasaannya saja, atau memang benar Radika terlalu kepo hari ini? "Hmm... saya tidak beraksud mencampuri urusan kamu sih. Cuma, siapa tahu saja orang yang berbicara denganmu tadi pelakunya. Soalnya, menurut pandangan saya, sepertinya kalian ada sedikit masalah," imbuh Radika. Nadien menggerutu dalam hati. Kenapa mesti Radika ikut campur ke dalam urusannya? Padahal, dekat saja tidak. "Saya nggak tahu sih, Pak. Hehe .. kalau Anda mau duluan, silakan saja, Pak," Nadien mempersilakan, meski dalam hati ia lebih merasa seperti sedang mengusir halus. "Kamu sampai izin karena ada urusan, jadi kamu buru-buru kan? Bagaimana kalau kamu saya antar pulang dulu. Toh rumah kita juga satu arah," ajak Radika. Nadien menelan salivanya kasar. Jujur, ia tidak nyaman jika harus semobil dengan Radika. Apalagi suasana hatinya saat ini juga sedang kurang baik akibat ulah Daniel tadi. "Hmm.. saya.. saya rasa tidak perlu, Pak. Saya mau coba panggil bengkel aja," ujar Nadien. "Kamu bukannya sedang buru-buru, sampai izin pulang lebih cepat?" selidik Radika. Benar juga. Nadien kan bisa pulang secepat ini karena izin ada urusan mendesak. Dia harusnya terlihat terburu-buru untuk pulang agar Radika tidak curiga. "Saya bisa pedan taksi online, Pak," ujar Nadien. "Kan lama juga nunggunya. Apa lagi ini hampir jam pulang kerja. Pasti banyak orderan," balas Radika. Sepertinya, Nadien memang ditakdirkan untuk tidak bisa menghindari tawaran baik bosnya itu. "Bagaimana? Soal mobil kamu, biar saya minta orang saya yang mengurusnya. Nanti bisa kok langsung diantar sampai depan rumah kamu," imbuh Radika. Padahal Nadien baru saja akan menggunakan mobilnya sebagai alasan. Tapi ternyata Radika sudah lebih dulu menyanggahnya. "Ba... baik, Pak," jawab Nadien pada akhirnya. Radika segera membimbing Nadien menuju mobilnya. Sebelum mulai menyalakan mesin mobil, Radika lebih dulu menelepon seseorang yang ia tugaskan untuk mengurus mobil Nadien. "Oh iya, nanti kuncinya titipkan ke satpam depan saja!" ujar Radika yang segera diangguki Nadien. Setelah itu, Radika pun mulai menyalakan mesin mobilnya dan mengendarainya dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, Nadien memilih diam. Rasanya sangat canggung saat ia berada di dalam mobil berdua dengan lawan jenisnya. Padahal ini bukan kali pertama bagi Nadien. Kemarin saat rapat juga Nadien menumpang di mobil Radika. Tapi, rasanya berbeda. Karena saat ini Nadien menumpang di mobil Radika untuk keperluan pekerjaan. Sementara sekarang ia di antar pulang. 'Please deh, aneh banget. Kita nggak sedekat itu perasaan. Kenapa Pak Radika sampai segininya sih? Sama pegawai lain memangnya juga seperti ini?' monolog Nadien dalam hati. "Nad, maaf." Nadien menolehkan kepalanya ke arah Radika yang baru saja mengucap kata maaf padanya. Ia tidak salah dengar, kan? "Maaf kenapa, Pak?" bingung Nadien. "Sebenarnya tadi saya lihat kamu sama Pak Daniel sedang... ya bisa dikatakan ada keributan. Kalian ada masalah?" tanya Radika. Mata laki-laki itu masih fokus ke arah jalanan. Dan ekspresinya pun tampak biasa saja. Nadien diam. Ia masih menatap wajah santai bosnya itu, seakan mencari tahu maksud dan tujuan laki-laki itu sebenarnya. "Apa Pak Daniel juga yang kempesin roda mobil kamu? Tapi kenapa?" tanya Radika lagi. Nadien mengembuskan napas panjangnya, "maaf, Pak tapi sepertinya pembahasan Anda terlalu pribadi. Maaf, saya tidak bisa menjawabnya," "Eh.. maksud saya.. hmm.. saya cuma penasaran saja. Soalnya, saya kan juga belum lama tahu kalau kamu itu istri Pak Daniel. Sejak awal saya merasa aneh sih, kenapa istri bos besar seperti Pak Daniel mau bekerja jadi staff biasa di perusahaan saya," terang Radika yang tidak ingin Nadien salah sangka padanya. Nadien tidak suka saat ada orang yang membawa-bawa Daniel dalam percakapan mereka. Apa lagi, membawa statusnya sebagai istri Daniel. "Saya bekerja karena saya mau, Pak. Saya juga bukan tipe orang yang suka mengandalkan orang lain. Selama masih bisa berdiri dengan kaki sendiri, kenapa tidak?" balas Nadien tanpa membawa nama Daniel. Radika tersenyum mendengar jawaban wanita itu. "Saya salut sama kamu. Ternyata kamu benar-benar wanita pekerja keras walau punya suami yang berkuasa dan kaya raya," ujar Radika. Suami lagi suami lagi. Nadien sampai bosan mendengarnya. Akhir-akhir ini Nadien memang sedikit sensitif jika ada yang membahas masalah rumah tangga, apalagi sampai menyebut nama Daniel. Laki-laki itu benar-benar membuat Nadien muak. Ia sampai heran dengan dirinya sendiri. Kenapa dia dulu sampai mau dinikahi lelaki gila seperti Daniel? Oh... sebenarnya Nadien tidak salah. Karena Daniel yang selama ini Nadien kenal memang tidak gila seperti Daniel yang akhir-akhir ini mengusik hidupnya. Daniel yang melamarnya dulu adalah laki-laki yang lembut, ramah, kalem dan romantis. Tapi ternyata Nadien belum cukup mengenal karakter laki-laki itu yang sesungguhnya. "Kok diam? Saya salah ngomong lagi, ya?" tanya Radika. Nadien menggeleng. Ia memasang senyum tipis andalannya untuk mengusir rasa bersalah Radika terhadapnya. "Tidak kok, Pak," jawab Nadien seadanya. 'Mungkin aku aja yang terlalu sensitif setiap mendengar nama itu, atau ada orang yang membahas statusku dengan orang itu,' monolog Nadien dalam hati. Nadien merasakan ponselnya bergetar singkat. Ia pun langsung memeriksanya. Ada sebuah pesan masuk dan ternyata itu dari..... Daniel. 'Kamu diantar siapa? Sepertinya dia laki-laki,' Nadien berusaha menoleh ke belakang. Apakah Daniel mengikutinya? Dan ternyata benar. Mobil laki-laki itu berada tepat di belakang mobil Radika. Nadien mengembuskan napasnya jengah. Kenapa pria yang sialnya masih sah berstatus sebagai suaminya itu selalu melakukan hal-hal gila sih? "Kamu kenapa? Ada yang salah?" tanya Radika yang menangkap sikap aneh wanita di sampingnya. "Ng... nggak kok, Pak. Udah Anda fokus saja ke jalanan," jawab Nadien sembari tersenyum, agar Radika percaya kalau ia baik-baik saja. Nadien mengetikkan pesan balasan untuk Daniel. 'Kau tahu, seseorang mensabotase mobilku. Semua rodanya dikempeskan sehingga mau tidak mau aku harus menumpang untuk bisa pulang,' balas Nadien. Toh memang benar, Nadien terpaksa pulang bersama Radika karena ulah Daniel juga. Biarlah laki-laki itu semakin uring-uringan dengan dirinya sendiri. Siapa suruh berbuat seenaknya. Sekarang kena kan akibatnya? *** Bersambung.... Aku baru selesai ngetiknya. Ini kebut-kebutan banget :'( Tapi aku usahakan update lagi nanti malam. Doakan semuanya lancar yaaa...  Terima kasih sudah mampir ke lapakku untuk membaca cerita ini. Jangan lupa mampir ke ceritaku yang lain juga ya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD