PP-01

1240 Words
"Daniel pasti senang kalau tahu Vania hamil," girang Nadien setelah mematikan telepon dari Litha. Dengan penuh semangat, ia langsung mencari kontak sang suami untuk menghubunginya. 'Tutttt' 'Tuttt' 'Nomor yang Anda tuju, sedang tid-' Tak putus asa, Nadien kembali menghubunginya. Tapi hasilnya sama saja. "Hhh... ya sudahlah. Pokoknya ini salah kamu ya, Dan. Tadinya aku mau bocorin info kehamilan Vania ke kamu. Tapi karena kamu nggak angkat teleponnya, aku jadi malas. Bodo amat, aku rahasiain aja ini dari kamu seperti keinginan Kak Litha," kesal Nadien. Setelah meletakkan handphonenya, Nadien kembali pada kegiatan awalnya tadi, mempelajari berkas-berkas materi meeting besok. * Waktu menunjukkan pukul 17.05. Nadien baru saja keluar dari gedung kantornya. Ia menghela napas panjang. Beberapa menit yang lalu Daniel mengabarkan kalau ia tidak bisa menjemput Nadien. Padahal, Nadien merasa benar-benar lelah sekarang. Terpaksa, ia pun menuju parkiran untuk mengambil mobilnya, yang memang biasanya ada di kantor untuk jaga-jaga jika Nadien ada pekerjaan ke luar. Nadien sesekali menguap. Ia juga beberapa kali memijat tengkuknya, bermaksud agar rasa ngantuknya memudar. Namun tetap saja susah. 'Citttttt' Mobil Nadien berhenti. Ia hampir saja menabrak pohon jika saja mobil itu tidak berhenti di detik itu juga. Bahkan kepala Nadien pun sudah terlanjur kepentok stir akibat ia mengerem mobilnya. "Ssshh..." wanita itu meringis. Berusaha memijat keningnya agar rasa peningnya sedikit berkurang. Pengelihatannya mulai kabur. Tapi, sebentar lagi hari gelap. Ia harus segera sampai di rumah. Tak ada pilihan lain, ia harus meminta bantuan pada Daniel. Ia pun berusaha menghubungi Daniel. Namun, tak juga ada jawaban meski sudah empat kali ia mencoba. Dan di saat ia mencoba untuk kelima kalinya, "Halo," Nadien menyerit. 'Perempuan?' kaget Nadien. Ia sedikit penjauhkan handphonenya dari telinga. Memastikan apakah nomor yang ia hubungi adalah benar milik suaminya. Dan ternyata ..... Benar. "Halo," sapa orang di seberang panggilan untuk kedua kalinya. "Ha-halo," balas Nadien. "Cari Daniel, ya? Daniel sedang ke toilet untuk cuci tangan. Mungkin sebentar lagi akan kembali," ujar lawan bicara Nadien kini. "Oh? Oh ya, maaf ini dengan siapa, ya?" tanya Nadien berhati-hati. Ia takut melukai perasaan lawan bicaranya. Dan ia juga takut akan dicap istri over protecktive atas pertanyaan yang baru saja ia lontarkan. Tapi memangnya ia salah ketika menanyakan keberadaan dan dengan siapa kini suaminya berada? "Oh, kami sedang makan malam di Restoran Dahlia. Perkenalkan, saya Helen, Maaf juga, Mbak, ini dengan siapanya Daniel, ya? Saudara atau-" "Saya istrinya. Tolong nanti beri tahukan pada Daniel kalau dia sudah kembali, minta ia segera menghubungiku, karena aku sangat membutuhkannya," pinta Nadien dengan suara yang mulai terdengar bergetar. Apakah salah jika ia khawatir? "Oh iya. Nanti pasti akan saya sampaikan. Apa ada lagi?" tanya lawan bicara Nadien lagi. "Tidak. Terima kasih," balas Nadien cepat sebelum memutuskan sambungan teleponnya. Perasaan Nadien kini semakin tidak enak. Ia terus bertanya-tanya, siapa perempuan tadi? Dan apakah Daniel sedang bersama dengan perempuan itu? Nadien memijat kepalanya yang seketika terasa pening. Lalu ia meletakkan wajahnya di atas stir. Kepalanya terasa berat. Ia sangat membutuhkan seseorang sekarang. 'Kamu di mana? Kenapa kamu tidak ada di saat-saat seperti ini? Saat aku benar-benar membutuhkanmu,' lirihnya dengan setetes air mata yang mulai jatuh. Tanpa sadar, ia pun tertidur. Atau mungkin malah jatuh pingsan akibat shock sekaligus pening yang mendera. * Waktu berlalu dengan sangat cepat. Kilauan cahaya matahari menyadarkan Nadien jika saat ini hari sudah pagi. Kepalanya terasa pening. Jadi secara refleks ia langsung menyentuhnya. Dan ia baru sadar jika kejadian kemarin meninggalkan benjolan di kepalanya. Pantas saja rasanya sakit. Perlahan, matanya terbuka. Ia cukup terkejut mendapati dirinya kini terbaring di atas tempat tidur rumah sakit. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari seseorang yang mungkin menjaganya. Yup. Suaminya, Daniel. Tapi tak seorang pun di sana. Nadien hanya sendiri. "Ah, mungkin Daniel sedang di kamar mandi, atau keluar mencari makanan," pikir Nadien, berusaha berpikir positif meski ia sedikit ragu. Tak lama kemudian, pintu ruang rawat Nadien terbuka. Nadien sempat terkejut, apalagi ketika ia melihat kekhawatiran di wajah suaminya. "Kamu-" ucap Nadien terpotong, karena Daniel langsung saja memeluk istrinya yang masih dalam kondisi berbaring itu. "Maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf," bisik Daniel yang masih merengkuh istrinya. Nadien tersenyum mendengar suara yang sangat ia rindukan itu. Ia pun langsung mengangguk dan membalas pelukan suaminya. "Aku terlambat banget, ya? Kamu tidak apa-apa? Sebelah mana yang sakit? Kepalamu benjol, apakah itu tidak apa-apa?" tanya Daniel bertubi-tubi. Nadien tertawa kecil. Sedikit gemas dengan pria yang usianya beberapa tahun lebih muda darinya, tapi telah berstatus sebagai suaminya itu. "Kenapa tertawa? Aku tanya serius, Sayang," desak Daniel. Raut kekhawatiran masih tergambar jelas di wajahnya. "I think, i'm oke," jawab Nadien seadanya. Mungkin tadinya memang tidak. Tapi kini, setelah melihat Daniel, rasa sakitnya seolah lenyap. Katakanlah ia lebay. Tapi, keberadaan Daniel memang memberi pengaruh besar padanya. Terutama hati dan pikirannya. "Kamu yakin? Aku akan tetap tanyakan ke dokter setelah ini," Daniel. Nadien kembali tertawa. "Aku baik-baik saja, Daniel. Tadi hanya sedikit pusing. Sekarang udah sangat mendingan kok," ujar Nadien, berusaha membuat Daniel lebih tenang. Daniel mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sebelah Nadien. "Aku benar-benar minta maaf. Kemarin aku ada meeting, lalu pas di jalan pulang tidak sengaja bertemu Helen. Karena mendung, aku tawari saja dia pulang bersamaku. Dan bodohnya aku ketika menyadari kalau pas sampainya di rumah handphoneku sudah kehabisan baterai. Jadi aku baru bisa mengecek semua pesan dan panggilanmu pagi ini," terang Daniel panjang lebar. 'Jadi ternyata ia baru tahu kalau aku di sini? Aku kira dia tadi sempat menginap semalam,' batin Nadien sedikit kecewa. Nadien berusaha bangkit untuk duduk. Daniel berniat membantunya, tapi Nadien menolak. 'Tapi ya sudahlah. Setidaknya aku tahu ia tidak bersalah. Semuanya didasari ketidaksengajaan,' Wanita itu membalas genggaman tangan Daniel. "Tidak apa-apa. Itu semua bukan atas dasar kesengajaan, kan?" Inilah yang sangat Daniel sukai dari Nadien. Wanita itu bisa berpikir dengan dewasa. Selalu mendengar segala penjelasannya, dan benar-benar memikirkannya sebelum ia mengambil tindakan. "Aku tetap merasa sangat bersalah. Mana bisa seorang suami tidak tahu kalau istrinya masuk rumah sakit?" ungkap Daniel. "Memang kamu tidak mencariku?" tanya Nadien. "Aku mencarimu. Tapi aku pikir kamu pulang ke rumah Papa karena takut aku pulang telat," jelas Daniel. Lagi, Nadien mengangguk. Kali ini disertai senyum manis di bibirnya. "Lain kali, lebih perhatikan handphonemu, ya! Jangan sampai kehabisan daya dan kita jadi kesusahan berkomunikasi," pinta Nadien. "Pasti. Kejadian ini benar-benar akan aku jadikan pembelajaran untuk ke depannya," jawab Daniel mantab. Nadien merentangkan kedua tangannya, sebagai isyarat jika ia ingin Daniel memeluknya. Dan dengan segera, Daniel pun benar-benar melakukannya. Ia merengkuh tubuh ringkih sang istri, seolah memberinya kekuatan. "Tapi kamu beneran tidak apa-apa, kan?" tanya Daniel memastikan. "Aku tidak apa-apa. Hanya kepala saja sempat terbentur stir. Tapi tidak terlalu keras," terang Nadien. Daniel berdecak kemudian melepas pelukannya, "bagaimana bisa benjol kalau memang benturannya tidak keras? Aku benar-benar khawatir, Sayang," Nadien meraih pipi suaminya, kemudian mengusapnya lembut, "aku baik-baik saja, Sayang. Aku yakin benturan itu tidak terlalu kuat. Tidak cukup kuat untuk membuatku mengalami luka dalam. Jadi, jangan terlalu dipikirkan lagi, ya?" balas Nadien. Daniel menghela napas panjang, kemudian mengangguk. *** Bersambung... Fyi, cerita ini akan sedikit lebih berat dibandingkan ceritaku yang lain. Unsur komedi akan lebih tipis. Cerita ini akan lebih menekankan konflik rumah tangga Nadien dan Daniel. Semoga tidak mengecewakan. Terima kasih sudah mampir ke lapak aku. Bagi yang belum kenal, silakan follow ig @riskandria06 dan sss Andriani Riska. Aku akan sering kasih spoiler, info-info ceritaku, vote cover dll di sana. Ig dan fbku nyambung kok. Jadi aku buat story di ig pun di sss akan ada juga. Cuma memang aku lebih fast respon di ig kalau mau dm-an :D
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD