Bab 13 Membersihan Nama Baik

1270 Words
"Kau sedang mabuk atau kenapa?" Sella mundur, mengambil jarak sekaligus menghindari perdebatan sengit yang malah menjadi tontonan. Dia merasakan tatapan tajam dari orang-orang yang memperhatikannya, seperti pisau bedah yang menyayat kulitnya. Sebenarnya Sella tidak tahu, siapa sebenarnya yang harus dipersalahkan atas fitnah yang terus melandanya pada masa itu. Namun, pesan Erick untuk menghadapi malam ini dan memperbaiki apa yang sebenarnya tidak sempat dilakukan Sella di kehidupan mendatang, menawarkan efek optimisme dalam hidupnya. "Sudah kukatakan, semua berita itu bohong! Kalian tidak memberikan kesempatan padaku untuk membela diri." "Apa kau pikir aku tidak mencari tahu kebenarannya dulu, Sella? Aku juga tidak langsung percaya apa kata orang, sampai pada akhirnya aku melihatmu sendiri pulang naik mobil bersama Pak David," ungkap Rony berhasil membawa ingatan malam hari itu. "Pulang naik mobil pak David?" gumam Sella dalam hati. Dia tidak mengira, kejadian naas itu membawa rentetan cerita buruk dalam hidupnya. "Kau masih ingat 'kan? Malam menjelang sidang skripsi?" Bibir pria itu menyembulkan senyuman penuh ejekan. "Terserah kalian saja. Yang pasti aku tidak pernah melakukan tindakan hina seperti yang kalian tuduhkan!" tegas Sella memperingatkan agar semua orang menghentikan pandangan buruk terhadapnya. Sungguh, dia sudah menjalani hari-hari sangat sulit waktu itu. Sampai pada suatu hari, saat Rosy menyarankan dirinya untuk mengubah penampilan agar tidak ada yang melihat lagi kecantikannya, membuat Sella seolah memiliki harapan baru. Namun, ternyata menghindar bukan solusi. Sampai saat ini pun, namanya tetap buruk di hadapan teman-temannya. "Bagaimana kalau berita yang ini? Kau memutuskan pacarmu demi mengejar dan menggoda laki-laki yang sekarang jadi atasanmu?" Tuduhan dari salah satu perempuan yang menyembul dari kerumunan para tamu memaksa Sella untuk mengalihkan pandangannya pada kedatangannya. Lagi-lagi wajah yang mudah saja dikenalinya muncul di hadapannya. Sella malah merasa itu lebih baik, daripada terus berapa dalam lingkaran kesalahpahaman. "Siapa yang kalian maksud?" Kini Sella mengalihkan pandangannya ke arah Rosy. Perempuan itu nyatanya terlihat santai saja duduk di kursi. Tidak tahu apa yang membuatnya sangat tenang, padahal seharusnya perempuan itu membelanya. "Kalau ini, bagaimana?" Perempuan itu menunjukkan sebuah foto kebersamaannya bersama Erick saat makan malam. Entah siapa yang mengambil gambar itu, tetapi Sella mencoba untuk tidak panik klarifikasi, toh kontrak pertunangan dan pernikahan mereka sudah mulai berjalan. "Itu bukan sesuatu yang bisa dijadikan bukti kalau menggodanya. Bukankah kami terlihat duduk saling menghormati?" sanggah Sella, mencoba menjaga harga dirinya agar tidak terjatuh. "Lalu kalau ini? Kau merangkul pundak dosenmu sendiri agar nilaimu bagus?" Sella merampas foto-foto itu lalu mengamatinya dengan seksama. Itu memang dirinya, tetapi jelas sudah diedit karena tidak pernah ada adegan seromantis itu dalam kamus hidupnya. "Jadi inikah, yang membuat kalian menghakimiku selama ini?" Tatapan Sella menunjukkan murka. Hanya karena sepenggal cerita dari beberapa orang yang tidak menyukainya. Hatinya mulai dilanda kejengkelan, apalagi tatapan orang-orang seolah paling suci dan bebas dari rumor serupa. Padahal dia tahu, dulu banyak yang pura-pura jadi siswi baik, tetapi memiliki segudang rahasia dalam hidupnya. "Buktikan saja, kalau memang kau tidak pernah berkencan dengan para lelaki yang jadi buruanmu dulu!" teriak salah seorang perempuan yang duduk di samping Rosy. Terpaksa, Sella menoleh ke arahnya, dan di saat bersamaan bisa mendeteksi raut wajah menjengkelkan dari sahabatnya itu. "Kalau aku bisa buktikan, apa kalian akan berhenti memperlakukan aku, seolah-olah aku tidak pernah bekerja keras dalam mendapatkan semua pencapaianku?" tantang Sella seraya memutar tubuhnya, menghadapi berbagai sorot mata yang diberikan tamu pesta di pernikahan Elsa. Rupanya Elsa telah menyiapkan acara ini khusus untuk membahas ini. Entah apa tujuannya. Yang pasti, tamu yang datang memang hanya para alumnus universitas tempatnya dulu kuliah. Sella sampai merinding sendiri, menjadi pusat perhatian semua orang. "Buktikan saja, tidak perlu omong kosong!" Rony menimpali, setelah beberapa saat terdiam menyimak. "Baik, sekarang kalau kau tadi menuduhku menggoda banyak lelaki dan dosen, mana buktinya? Aku akan berikan penjelasan untuk menjawabnya," debat Sella lagi, mulai bisa mengatur strategi, setidaknya dia memikirkan bagaimana memutarbalikkan bukti yang mereka yakini. "Soal kau diantar pulang dosen? Sekitar dua orang yang aku pergoki, saat kau jalan dengan mereka," tanya Rony, mewakili pertanyaan teman-teman yang lain. "Oh, malam itu? Karena aku kemalaman saat pulang, maka Pak David menawariku mengantar pulang. Saat itu kakiku terkilir saat ada seseorang yang jahat mengurungku di kamar mandi. Aku belum tahu siapa orangnya, tapi sepertinya akan mulai aku usut sekarang setelah kejadian itu dimanfaatkan orang untuk menjatuhkan harga diriku." Sella menjawab dengan tatapan tegas. "Apa yang dikatakan Sella itu benar. Aku yang membantunya keluar dari kamar mandi malam itu. Kebetulan aku sedang ada kelas sampai malam," jelas seseorang, muncul dari dalam kerumunan tamu. Seorang perempuan yang ternyata dulu diam saja saat Sella mencoba untuk membantunya menjelaskan malam itu, ternyata kini berubah sikap. Sella hanya bisa menatap penuh rasa terima kasih atas keputusan bagus yang dia lakukan malam ini. "Aku menyesal dulu memilih diam saja, saat kalian menuduhnya sebagai perempuan panggilan. Sekarang, aku hanya berusaha menebus kesalahanku dulu karena aku tidak tahu, ternyata itu membawa pengaruh buruk untuk Sella." Sella tersenyum tipis, mengangguk saat perempuan itu berusaha untuk memohon maaf padanya melalui sorot matanya. Perkirakan bahwa semua berakhir, ternyata salah. Rony masih belum puas akan semua sanggahan yang diberikan Sella dan saksi mata. "Lalu, kenapa Pak Irvandi berhenti mengajar dan memilih pindah luar kota? Jangan kira, kita lupa dia terkena skandal juga, dan kami meyakini perempuan yang dipergoki membawa ke hotel salah satu siswi itu adalah dirimu," tuduh Rony dengan tatapan tajam. Pria itu sepertinya paling terpukul atas apa yang menimpa Sella saat itu, sekaligus paling keras menuduh sampai-sampai Sella tidak paham kenapa juga Rony repot sekali membullynya seperti ini. "Aku tidak tahu masalah pak Irvandi." "Kau pura-pura tidak tahu apa-apa, padahal jelas kau tidak bisa membuat alibi, di mana dirimu malam itu? Hah!" cecar Rony, menapakkan semburat kemenangan karena Sella benar-benar menatapnya tanpa bisa menyanggah. Dia merasa puas, menjatuhkan perempuan yang telah membuatnya patah hati itu. "Hanya karena aku tidak punya alibi, bukan berarti perempuan itu aku," tegas Sella malah diberikan tawa beberapa orang. Sella kini menatap tajam ke arah Rosy. Perempuan itu tampak tertunduk, menatap kuku-kuku jarinya yang lentik. Sella jadi mengingat, foto yang menunjukkan sebuah gambar jemari tangan dari seseorang yang meng-upload di media sosial. Bibirnya pun ikut mengembangkan senyuman kemenangan. "Oya, kalian ingat foto yang disebar pada waktu itu menunjukkan bahwa jemari perempuan sangat lentik?" Sella mengulurkan tangannya. Dia memperlihatkan bahwa dia bukan pemilik jemari itu, karena miliknya merupakan tipikal yang berkuku bulat, bukan seperti almond yang selama ini beredar di kalangan mahasiswa. "Ah, iya," celetuk salah satu teman Sella di kampus. Sella bisa melihat Rosy buru-buru menyembunyikan jemari tangannya ke dalam pangkuan. Reaksi itu, tentu saja semakin membuatnya yakin bahwa Rosy berada dalam semua masalahnya di masa lalu. "Soal aku mengirimkan surat-surat, seperti yang kau tuduhkan padaku, bisakah kita bertemu di lain waktu, Rony?" tanya Sella, berupaya untuk mengejar, siapa sebenarnya orang yang berniat menghancurkan reputasinya sejak kuliah. Imbasnya ternyata dirasakannya sampai kini. "Boleh, aku juga ingin kau menjelaskan sesuatu yang masih mengganjal di hatiku, sejak malam itu," ucap Rony menyetujui dan itu berhasil membuat Sella menjadi lega. Sella menoleh ke arah Rosy lalu ke tamu-tamu lainnya dengan tatapan kesal. Tidak lupa merebut foto-foto yang dibawa Rony lalu menyebarkan ke arah kerumunan sambil berkata, "lihat baik-baik, postur dan segala apa yang ada di dalam foto yang beredar. Apakah memang aku pemilik postur tubuh itu atau malah salah satu dari kalian yang ada di sini." Sella tersenyum sinis, berniat meninggalkan tempat itu setelah melayangkan pandangannya pada Elsa, yang berdiri jauh darinya. Seolah-olah terdapat beban sehingga tidak berani mendekat kepadanya. "Dulu kau begitu kejam padaku. Malam ini, tekanan apa yang membuatmu tidak berani menghadapiku, Elsa," batin Sella penasaran. Sella benar-benar meninggalkan tempat itu setelah salah satu temannya menyebutkan pernah melihat model tas yang tertangkap kamera di dalam foto. Dia menyebutkan bahwa tas itu pernah dipakai Rosy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD