Bab 7 Bantuan dari Malaikat Tak Bersayap

1280 Words
Shella segera bangkit, berlari ke arah dapur lalu mengambil pisau dari sana. Tanpa berpikir panjang, mengarahkan benda tajam itu ke arah Moris. Dia tahu itu sangat berbahaya. Namun, tidak ada cara lain untuk menghentikan pria itu. Sella pun tahu, malam ini merupakan cikal bakal terjadinya pernikahannya dengan Moris, jadi benda yang dibawanya tidak mungkin membuat mereka berdua terbunuh. "Aku harus bagaimana ini?" gumam Sella dalam hati. Moris langsung mundur begitu melihat apa yang sedang dibawa Sella untuk menyelamatkan diri. Sebuah upaya pertahanan yang sebenarnya semakin membuatnya marah. Namun, dia tidak mau gegabah lalu meremehkan kekuatan Sella yang terpendam. "Cepat pergi dari sini!" teriak Sella seraya mengayunkan pisaunya, agar Moris mundur. "Apa aku tidak berguna lagi bagimu. Sampai-sampai kau harus menolakku dengan cara hina seperti ini!" Sella terkesiap mendengar pernyataan Moris tentangnya. Dia sampai heran, kesalahan fatal seperti apa sehingga pria itu bisa begitu murka padanya. "Aku tidak suka hubungan seperti ini, Moris," tukas Sella, masih berupaya membuat Moris menjauh darinya. "Tidak suka denganku, tapi menggoda para pria yang membuat kariermu melesat, begitu maksudmu?" ejek Moris seraya melangkah, tidak lupa menambahkan senyuman meremehkan yang sangat dibenci Sella. Sella mengingat, dulu dia mengiba di hadapan Moris tentang masalah ini. Memberikan penyanggahan, tetapi pria itu tetap saja tidak percaya. Mirisnya, demi menjaga kepercayaan Moris, Sella merelakan mahkotanya jatuh ke tangan pria di hadapannya ini. Kini, Sella tidak akan melakukan tindakan bodoh itu lagi, karena nyatanya akan selalu jadi penyesalan seumur hidupnya. "Kau mengarang dan menfitnahku. Aku tidak tahu dari mana kau mendapat berita itu. Tapi, yang pasti aku tidak perlu menjelaskan apapun, karena itu tidak ada hubungannya denganmu." "Apa kau bilang? Tidak ada hubungannya denganku? Itu bukan fitnah, karena aku mendengarnya langsung dari teman-teman kuliahmu dulu." Mata Moris semakin nyalang memandang. Dia merasa murka disebut tidak menjadi bagiann dari hidup Sella lagi. Sella terlena, fokusnya buyar. Mencoba mengira-ira, siapa gerangan orang yang tega menyebarkan rumor itu lagi, padahal sudah beberapa tahun berlalu berita itu menguap begitu saja. Sella kehabisan ide untuk menuduh siapa orang yang tega menfitnahnya seperti itu. Prang! Moris berhasil menepis tangan Sella, sehingga pisau yang berada dalam genggamannya meluncur jatuh dan terlempar ke bawah kolong meja. Mata Sella pun membulat terkejut dengan serangan tiba-tiba yang dilakukan Moris padanya. "Ayolah, tidak perlu banyak mengelak. Kau cukup layani aku malam ini. Buktikan kalau berita itu memanglah tidak benar dan sekaligus membersihkan namamu. Kau bukan perempuan panggilan seperti apa yang mereka tuduhkan." Suara Moris mulai melunak, sama seperti biasanya bila pria itu mulai melancarkan rayuannya. Sella mengingat jelas, karakter itu telah membutakan matanya, karena menganggap Moris pria yang penyabar. "Sini kau!' teriak Moris begitu melihat Sella malam mematung, tidak segera merespon permintaannya. "Lepaskan! Aku tidak butuh membuktikan pada siapa pun!" Sella bereaksi kaget, apalagi saat tangannya ditarik lalu Moris mendorong Sella hingga jatuh ke sisi ranjang lalu pria itu mulai naik untuk mengikutinya. "Tolong lepaskan, Moris!" Sella kehabisan akal. Otaknya tiba-tiba menjadi buntu, seolah serangan Moris padanya tidak bisa dilawan. Pertahanan tubuhnya seolah salah bereaksi dengan malah berubah menjadi kaku dan membatu. Untung saja bunyi bel rumah disertai gedoran keras beberapa kali dari luar membuat Moris terjaga. Niatnya untuk menyelesaikan kekesalannya pada Sella karena merasa telah mempermainkan hatinya pun terhenti seketika. Sella menggunakan kesempatan itu untuk menggulingkan Moris dari atas tubuhnya, lalu bergeser turun dari ranjang sambil berlari ke luar kamar. Buru-buru Sella membuka pintu, memastikan dia aman dengan membiarkan orang yang bertamu ke rumahnya untuk membantu. Jantungnya berdetak tidak beraturan, itulah yang membuat napasnya ikut ngos-ngosan. "Sella, kau sedang apa? Kukira sudah tidur," sapa seorang nenek berusia tujuh puluhan tersenyum begitu Sella membukakan pintu untuknya. "Aku sedang ... sedang ingin mencuci pakaian di belakang, Oma," jawab Sella seraya merapikan rambutnya. Wajahnya terlihat tegang. "Oh. Tapi kau tidak apa-apa kan, kalau aku menganggumu malam-malam begini?" Kepala nenek itu tampak melongok ke dalam ruangan rumah Sella, merasa ada tamu yang ada di dalamnya. "Apa yang bisa aku bantu, Oma? Sungguh, aku tidak sedang sibuk." Sella segera mendorong nenek itu mundur, saat menoleh ke arah pantulan cermin, Moris menyuruhnya untuk mengusir perempuan tua itu dalam bahasa kode. "Oh itu. Aku ke sini meminta bantuanmu untuk memasangkan saluran tabung gas. Aku ingin membuat teh panas, tapi gasku habis," ujar nenek itu menyampaikan niatnya. "Oh, baiklah. Kita ke rumah Oma sekarang saja," cetus Sella seraya berjalan mengiringi nenek itu, menggadeng tangannya menuju luar lalu berjalan bersamanya ke sebelah rumah. Perasaan Sella berubah tenang saat telah meninggalkan rumahnya. Setidaknya, apa yang menjadi ketakutannya bisa terhindarkan dengan kedatangan tetangga rumah. "Terima kasih, Sella. Kau memang paling the best," puji nenek bernama Yati itu seraya memeluk lengan Sella seperti pada cucunya sendiri. "Seringlah datang, Oma. Aku tidak keberatan kalau kita sering berbagi cerita," pinta Sella sambil tersenyum. Ditatapnya dari jauh, Moris yang bersedekap tangan di ambang pintu. Sella merasa telah diamankan malaikat, di waktu yang tepat. Dia merasa sangat bersyukur. "Kau sudah makan? Kulihat kau tadi diantarkan pria tampan tinggi naik mobil," cetus perempuan itu membuat Sella merasa kikuk. "Sudah, Oma." "Baiklah, tolong pasang saluran gasku, aku duduk di sini saja karena pinggangku terasa pegal." "Baiklah, Oma. Aku akan segera menyelesaikan tugasku, lalu kita bisa bikin mie rebus bersama," ujar Sella seraya mengedipkan sebelah matanya. "Ide bagus, Sella. Kebetulah aku baru belanja sayuran tadi sore. Buatkan aku makan malam yang enak." "Yes," batin Sella bersorak gembira. Dengan begini, dia akan bisa berada di rumah tetangganya dalam waktu yang lumayan lama. Menghindari Moris sambil memikirkan rencana ke ke depannya merupakan langkah yang paling bijaksana, di tengah kegentikan hubungan mereka karena rumor sesat itu. Siapa kira-kira teman kuliah yang tega membuat namanya jadi hancur begini. Membayangkan bertahun-tahun dirundung dan dilecehkan atas apa yang tidak dipahaminya pun membuat Sella sangat terluka. Sella menuju ke dapur lalu memasang saluran regulator pada tabung dan kompor, lalu menyalakan kompornya setelah memastikan telah terpasang dengan sempurna. "Aku akan pastikan pria itu pergi dari rumahku, sebelum aku memutuskan untuk pulang." Sella meyakinkan tindakan inilah yang memiliki risiko paling kecil. Sella merebus air untuk membuat teh hangat, lalu memasak mie dicampur sayur, ayam, dan telur untuk dinikmati bersama Oma Yati. Kesempatan besar untuk menghindari Moris akan dia maksimalkan, karena momen ini pula yang bisa menyelamatkannya dari tindakan Moris. "Wah, sepertinya ini sangat enak," ujar Oma Yati seraya menghampiri Sella yang mulai menata masakannya di atas meja makan. Sella tersenyum tipis, menyambut Oma Yati dengan tatapan penuh syukur. Keduanya segera duduk berhadapan dan Sella menyiapkan satu mangkuk untuk dinikmati nenek itu. "Aku sengaja memasak Misoa, Oma. Ini tidak akan membuat pencernaan kita terganggu," ujar Sella memastikan kesehatan nenek itu. Namun, saat melihat ekspresi misterius dalam raut wajah Oma Yati saat menatapnya, Sella malah jadi heran sendiri. "Apa kau yakin tidak apa-apa?" tanya Oma Yati meyakinkan keadaan Sella. "Memangnya kenapa?" "Tidak. Sebenarnya aku melihat mobil orang asing yang terparkir di depan rumahku, dan aku lihat orang aneh itu duduk di terasmu dalam kegelapan. Saat aku ingin menegurnya dari jauh, kau datang dan ... Aku melihat kalian seperti bertengkar." "Oh, itu ...." Sella hanya tersenyum getir, tidak mampu menjelaskan apa yang terjadi, karena baginya itu amat memalukan. "Tadi ada pria tampan yang tiba-tiba datang dan memintaku untuk mengecek keadaanmu. Awalnya aku ragu ikut campur urusanmu, tapi apa yang dikatakan pria itu tentang tetangga yang harusnya bisa jadi saudara, maka ... itulah kenapa aku membawamu ke sini," ungkap Oma Yati lagi, membuat hati Sella mencelus tidak terkira. Hatinya pun berkeyakinan bahwa pria itu pasti Erick. "Kau menyelamatkan aku lagi," batin Sella seraya berjalan ke arah jendela. Dia membuka sedikit tirai yang menutupinya dan melihat sebuah bergerak mobil meninggalkan lokasi. "Apa kau terjebak di antara dua cinta, Sella?" cetus Oma Yati seketika membuat perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu menoleh padanya. "Oma, ini tidak seperti yang kau pikirkan," ujar Sella seraya menyunggingkan senyuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD