Partner in Crime

2086 Words
"Kia?" Mr.T memanggil Kia yang masih memunggunginya. "Kia?" Kali ini menggeser tubuhnya mendekati lalu melihat Kia. Mr.T menggeleng sambil menghela nafas. "Dia tertidur." Sedikit kecewa karena sudah menembak Kia seperti yang Kia pinta tadi tapi gadis itu tertidur lelap. "Sepertinya aku harus mengulanginya besok." Gumamnya sambil menarik keatas selimut menutupi tubuh Kia hingga batas d**a. Mr.T bangkit dari ranjang, berjalan keluar kamar lalu menuju pintu utama villa dan duduk di teras.  Angin laut berhembus pelan menyapu tubuh Mr.T yang hanya mengenakan celana pendek dan baju tanpa lengan. Ia bangkit lalu berjalan menuju laut yang masih terlihat ramai oleh wisatawan, baik itu mereka yang duduk santai dekat pantai, bermain gitar atau menyalakan api unggun. Suara debur ombak memecah keheningan malam yang diterangi sinar rembulan. Mr.T terus berjalan tanpa tujuan menyusuri pantai. Sekitar lima menit berjalan, ia merasakan handphonenya bergetar di saku celana. Mr.T mengambil lalu terkejut membaca nama yang menghubunginya sekarang. "Hallo, Dad." Sapanya membuka percakapan. Seorang pria paruh baya berambut coklat duduk bersandar di kursi hitam besar. "Kau dimana sekarang?" Dengan nada pelan, pria itu menelpon Mr.T. "Disebuah tempat yang membuatku santai, Dad." Jawabnya santai sambil terus berjalan menyusuri pantai. "Suara ombak. Apa itu Maldives? Hawaii? Atau kau hanya bersembunyi di Miami?" Tebak pria yang tak lain adalah ayah Mr.T. "Bukan." Mr.T menepis jawaban ayahnya. "Aku mencari dia, Dad. Aku merindukannya." Sambil tersenyum memandangi ombak yang bergulung pelan. "Berhenti kau mencarinya, Tayson. Kau tak tahu jika kau berhasil membuat grup musikmu hancur karena kepergianmu? Sekarang dengarkan aku sebelum aku mengirim orang untuk melacak mu." Ancam Ayahnya dan Mr.T atau dipanggil dengan sebutan Tayson, memutar bola matanya kesal dan menyesal telah menghidupkan handphonenya yang jelas-jelas tidak perlu ia hidupkan selama pelariannya ke Bali. "Kau harus kembali paling lambat lusa. Jika tidak,--" 'Tut tut tut tut tut'  Tayson mematikan panggilannya lalu langkahnya terhenti memandang laut. Ia menghirup nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata lalu berteriak dengan kedua tangan membuat lingkaran di depan mulutnya. "Aku tak mau kembali! Aku tak mau jadi Artis!" Teriaknya kencang tapi suaranya hilang dibawa suara ombak yang bergulung. Tayson menoleh ke kiri lalu mengumpat. "What the f**k! Kenapa aku bisa berjalan sejauh ini?!" Melihat villa tempat ia menginap terlihat kecil, mungkin sekitar tiga kilometer jaraknya dari tempat ia berdiri sekarang. Tayson menepuk dahinya kesal. "Gara-gara Dennis Lee, aku berjalan sejauh ini! Damn!" Berjalan memutar arah kembali menuju villa. ❤❤❤  Hmm...hangat..pelukan mama hangat sekali. Kia kangen, Ma.. Kia tersenyum melihat wanita cantik berambut sebahu itu memeluknya erat. "Kia jangan nakal ya?! Mama pergi dulu." Kia menggeleng tak setuju, ia menarik tangan wanita itu lalu kembali memeluknya lagi. "Kia.." "Hmmm…."  "Kia?.." Kia membuka matanya pelan setelah samar-samar mendengar namanya dipanggil. Tapi kali ini bukan suara mamanya tapi suara pria yang familiar. "Hah?!" Kia terkejut melihat wajah Tayson merah padam sambil menunjuk ke arah bawah. Ia tak sadar terbaring sambil memeluk Tayson, dan makin membuat Kia terkejut tangannya berada di atas p***s Tayson yang menegang keras di balik celana pendeknya. "Akh!!!" Kia spontan bangkit dan duduk diranjang setelah melihat tangannya menyentuh p***s Tayson. "Kamu telat. Harusnya kamu teriak setengah jam yang lalu." Ujar Tayson sambil menaruh kedua telapak tangannya di bawah kepalanya lalu terkekeh. "Kenapa kamu biarin aku megang punya kamu?!" Protes Kia. "Kan kamu bisa menepis tangan aku." Memberi saran walau sudah terlambat. Membayangkan tangannya menyentuh sesuatu yang tak pernah ia sentuh seumur hidup, membuat pikirannya melayang mengingat adegan erotis movie Amerika yang pernah ia tonton bersama kedua sahabatnya. "Aku sudah menepis tapi kamu naruh lagi di situ." Tayson membela diri. "Kamu bilang 'hangat, Ma..Kia kangen'" menirukan suara Kia saat mengigau. Kia terdiam dan bingung. Ia tak menyangka jika mimpinya berujung kejadian seperti itu. Ia jadi malu pada Tayson dan dirinya sendiri, ia pun takut Tayson memberi cap gadis murahan hanya karena tak sengaja memegang penisnya yang berukuran besar itu, seperti remote tv di rumahnya. "Maaf, aku gak sengaja." Wajah Kia tertunduk malu. "Aku mimpiin--" "Sebaiknya kamu mandi." Titah Tayson. "Perutku lapar. Kamu mau makan di Villa atau kita ke rumah makan?" Tawarnya. Senyum Kia mengembang, perutnya pun merasa keroncongan. "Ke rumah makan aja, oke?!" Jawab Kia antusias lalu bangkit dan berlari menuju kamar mandi. Tayson yang melihatnya menggeleng. "Pikiranmu selalu saja makanan." Gumamnya lalu menunduk melihat penisnya yang masih menegang. "Kau tidak boleh nakal, Dude. Dia gadis baik-baik dan polos. Kau harus menjaganya." Menepuk pelan lalu tertawa. ❤❤❤ "Angkat, Tay.." Seorang pria berjalan mondar mandir dengan handphone yang melekat di telinganya di dalam kamar villa yang pemandangannya mengarah ke sebuah kolam renang. Sudah satu menit lamanya pria berambut hitam itu menghubungi kawannya bernama Tay. Mungkin itu Tayson.. Kia mengebaskan rambutnya yang basah dengan handuk. Setelah ia keluar kamar mandi, Tayson langsung menyerobot masuk kedalamnya setelah memegang perut dan berteriak dari luar. "Aku rasa dia kebanyakkan makan sate cumi tadi malam." Gumam Kia yang ingat benar Tayson menghabiskan seporsi sate cumi bersama dua porsi nasi. Kia melangkah menuju kamar yang samar-samar mendengar suara dering handphone milik Tayson. Ia mengambil handphone dari atas nakas lalu membawanya keluar kamar. "Mister, Ada yang menelponmu." Teriak Kia dari luar. "Siapa?" Tayson membalas sambil menghidupkan kran closet. Kia membaca nama si penelpon. "Annoying Guy." Balasnya setengah berteriak. Tayson membuka pintu kamar mandi, handuk putih sudah melingkar di pinggulnya. "Mana?" Menengadahkan tangan. Kia memberikan lalu beranjak pergi. "Hallo, Mark." Memulai percakapan pada pria yang sedang menghubunginya sekarang. Akhirnya Mark bisa bernafas lega setelah mendengar suara Tayson. "Kau dimana sekarang?" Tanpa basa basi pria tampan berlesung pipi itu spontan menanyakan keberadaan Tayson dan berharap berada di tempat yang sama. "Kau bersama si gendut itu?" Tayson balik bertanya, memastikan keadaan Aman jika Mark sedang tak bersama Gregg, manajer grup musiknya yang gila kerja. Mark menggeleng lalu melangkah menuju kursi rotan duduk disana memandangi kolam renang. "No. Aku sendiri untuk menjemputmu. Tidak. Maksudku, aku pun melarikan diri dari New York ke sini." Jelas Mark berharap Tayson paham maksudnya. "'Sini?' Dimana itu?" Tayson tersenyum tipis, tak yakin Mark bisa menemukan tempat pelariannya sekarang. "Bali. Kau sedang di Bali sekarang bukan?!" Tebak Mark, yakin. Mata Tayson melotot. "Darimana kau tahu?! Apa kau menanyakan pada ayahku?" Sepertinya harus mengganti tempat pelariannya sebelum Gregg mendatanginya segera. Mark menggeleng. "Nope, kau sering menceritakan tentang gadis itu padaku, aku yakin ke indonesia untuk mencarinya." Mengingatkan Tayson yang kerap menceritakan gadis kecil yang ingin ia temui, gadis masa kecilnya yang membuatnya menolak semua wanita yang menginginkan tidur bersamanya. Tayson keluar kamar mandi, menuju sofa lalu duduk bersandar. "Ya. Aku di Indonesia sekarang. Kau dimana?" Kali ini penasaran keberadaan Mark yang mengaku berada di tempat yang sama. "Bali. Aku di Bali." Jawabnya lugas. "Di tempat yang sama kan?" Mark memastikan lagi dan yakin tayson berada tak jauh darinya. "Ya. Aku di Bali bersama partner in crime ku." Menjawab sambil melirik Kia yang keluar dari kamar, mengenakan blouse Sabrina dan celana jeans. Rambut Kia tergerai setengah basah, wanita itu juga sudah memoles bibirnya dengan lipstik merah muda, bibirnya terlihat seksi dan menggemaskan.  Melihat pemandangan yang terlihat segar itu, Tayson terpana melihat Kia. "Dia cantik sekali.." Gumamnya, masih fokus melihat Kia berjalan menuju jendela. "Siapa? Partner in crime mu? Apa dia cantik sekali?" Mark mendengar jelas gumaman Tayson dan tak menyangka Tayson mendapatkan wanita untuk menjadi partner in crime nya walau di New York banyak wanita yang tergila-gila dengannya. Tayson masih melirik ke arah Kia dengan senyum mengembang. "Ya. Dia partner in crime ku, wanita naif tapi cantik, Mark." Membuang wajah ketika Kia menatapnya. "Kenalkan padaku, Tay." Pinta Mark. "Sekarang katakan padaku dimana kau sekarang?" ❤❤❤ "Ada apa?" Kia melirik tangannya yang digenggam erat Tayson setelah mereka baru saja menghabiskan sarapan dan meninggalkan rumah makan. Mereka berjalan menyusuri Pantai Kuta, seperti hari-hari sebelumnya.  "Memang gak boleh aku genggam tangan kamu?" Tayson semakin mengeratkan genggamannya. Langkah Kia terhenti, walau tangannya masih tergenggam erat. "Aku kan sudah bilang kalau kita cuma hubungan palsu, pacar bohongan. Apa harus kita gandengan seperti ini?" Memastikan hubungan mereka lagi. Tayson tertawa kecil sambil membuang wajah lalu menatap Kia lagi. "Tadi malam aku kan sudah nembak kamu, Kia. Apa itu gak cukup?" Dahi Kia berkerut. "Nembak aku? Kapan? Aku kayaknya gak denger kamu--" "Aku suka kamu, Kia. Maukah kamu jadi pacarku?" Potong Tayson cepat, menembak Kia kedua kalinya. Wajah Kia merah padam dan spontan tertunduk. Ia tak menyangka bule yang sudah menolongnya selama ini menembaknya di Pantai Kuta, Bali. Tempat ia tersesat. "Akhirnya aku menemukanmu, Tay."  Celetuk seorang pria tampan yang berdiri tak jauh dari mereka. Pria memakai topi, kaos hitam dan celana cargo pendek. Tayson melepaskan genggamannya. "Mark! Kenapa kau bisa ada sini?!" Mendekati Mark yang tersenyum lebar, ia melirik ke arah Kia yang berdiri di belakang Tayson. Wanita cantik yang mengerutkan dahi seperti sedang berpikir. "Sekalipun kau ke Eropa, aku pasti menemukanmu, Tay." Balas Mark lalu mengangkat dagu ke arah Kia. "Apa dia partner in crime mu itu? Kau tidak mengenalkannya padaku?"  Tayson menoleh kebelakang lalu menarik tangan Kia. "Dia cowok yang baru saja nelpon aku. Si Annoying Guy." Jelasnya pada Kia. "Kamu--" Kia menunjuk Mark sambil berpikir. "Bukannya kamu Mark Jacobs yang main di Missing you. Yang jadi Jhon itu bukan?" Tebak Kia, tapi sayangnya Mark hanya mengerutkan dahi, tak mengerti dengan bahasa Indonesia. Tayson membantu menerjemahkan ucapan Kia, tak lama Mark mengulurkan tangan. "Ya, itu aku. Aku tampil sebagai Cameo." Ucap Mark, dan sekali lagi Tayson menjadi interpreter. Kia membalas uluran tangan Mike dengan senyum mengembang lalu melirik Tayson. "Bisakah kamu ambil foto aku sama Mark?" Pintanya dengan wajah melas. Tayson melirik genggaman mereka. "Oke." Dengan malas mengambil handphone dari saku celananya. Mark merangkul Kia lalu mereka memasang pose tersenyum. Tayson mengambil gambar mereka berdua sambil bergumam. "Jangan sampai kau merebutnya dariku, Mark." Mengambil dua kali gambar mereka. "Terima kasih." Ucap Kia pada Mark lalu melirik Tayson. "Aku ke villa duluan, kamu gak usah mikirin makan siang aku, Mister. Aku sudah ada ini." Mengangkat tentengannya yang berisi nasi kotak dengan lauk ayam betutu. Kia melambaikan tangan. "Bye, Mark." Lalu berjalan menyusuri pantai menuju villa meninggalkan mereka berdua. "Dia kah partner in crime mu itu? Sepertinya dia gadis baik-baik." Ujar Mark masih tersenyum melihat Kia.  Tayson mengangguk. "Ya." Jawabnya singkat. "Bagaimana kalau kita mengelilingi Bali?" Ajaknya. Mark mengangguk setuju.  "Oke. Sepertinya aku membutuhkan partner in crime juga malam ini." Sahut Mark. "Bisakah kau bantu mencarikanku gadis lokal sini?"  Tayson mengangguk. "Baiklah, aku akan membawamu ke sebuah tempat dan kau bebas memilih wanita cantik disana." Merangkul Mark. "Tapi sekarang kita harus menyewa kendaraan dulu, aku pastikan kau menyukai Bali." ❤❤❤ Kia merebahkan tubuh di sofa dengan tangan terjulur memegang remote.  Sejak meninggalkan Tayson bersama idolanya, Mark Jacobs di pantai, dirinya hanya berkutat di sekitar villa dan pantai. Bukan Kia tak ingin jalan-jalan melainkan ia tak mempunyai uang sepeserpun untuk ia bawa, bahkan jika memecahkan satu telur ayam saja ia tak dapat menggantinya. Membosankan? Tentu. Kia berharap bisa bertemu dengan Naomi dan Dita, tapi satu sisi, ia berat melepaskan Tayson, baik sebagai penolongnya dan...pria yang sudah menembaknya. Kia merasa nyaman bersama Tayson. Ia juga berat meninggalkan Tayson. Selain sudah jatuh cinta dengannya, Tayson sudah dua kali mencium bibirnya, melihatnya Naked, tidur bersama dan memegang penisnya. Kia berpikir Tayson harus bertanggung jawab, setidaknya hubungan mereka sah atau ada kepastian. Bukan sebagai partner in crime saja. "Fiuh."  Kia spontan bangkit setelah merasakan hembusan hangat dari mulut Tayson. "Kamu sudah pulang?" Menoleh ke arah pintu villa yang tertutup. "Mana si Mark?" Senyumnya mengembang menyebut nama Mark. Tayson duduk di sampingnya lalu menjatuhkan kepalanya di kedua paha Kia. "Sudah pulang ke villanya. Villa yang pernah kita datangi sebelum kesini."  "Apa?!" Mata Kia melotot dan ingat benar villa mewah yang mahal itu. Villa yang di samping ranjang ada halaman yang berisi kolam renang dan dari sana bisa melihat pemandangan Pantai Kuta di bawahnya, karena letaknya berada di dataran tinggi.  "Dia nyewa villa itu?! Wow!" Masih tak habis pikir membayangkan harga sehari sewa villa itu itu sama seperti sebulan gajinya di coffee shop. Tayson mendongak menatap Kia. "Kamu mau kita menginap disana? Kenapa kemarin nolak? Apa karena cuma satu ranjang?!" Meminta penjelasan Kia. Apa karena sekarang sudah seranjang dia gak sungkan lagi tidur denganku?. Kia melambaikan tangan. "Gak usah, Mister. Disana mahal lagi pula nanti uang kamu habis cuma gara-gara tidur disana. Kalau kamu kehabisan uang dan gak bisa pulang ke Amerika nanti kamu jadi gembel disini. Kalau kamu jadi gembel terus nasibku gimana dong." "Ya jadi gembel juga." Tayson menanggapi ucapan Kia. Wajah Kia memelas. "Berarti aku gak bisa pulang ke Jakarta dong?"  Tayson bangkit. "Jangan takut kamu gak bisa pulang, nanti aku anterin kamu ke sana." Meyakini Kia lalu bangkit dan beranjak menuju kamar mandi sambil membuka kaos. "Benarkah?!" Pandangan Kia mengikuti gerak tubuh Tyson yang berdiri didepan kamar mandi "Iya. Kamu gak percaya?" Menoleh kebelakang melihat Kia menelan air liur memperhatikan tubuhnya yang berotot. "Aku percaya kok." Balas Kia. Tayson mengangguk. "Good girl." Mengedipkan mata lalu masuk kedalam kamar mandi. ❤❤❤ Kia berbaring di atas ranjang, sambil membayangkan Tayson mengantarkannya ke Jakarta. Jika Naomi dan Dita tahu, mereka pasti mencecarnya dengan pertanyaan kotor seperti; 'Lu udah ngapain aja sama dia? Cipokan? s*x? Gede gak?'. Sudah terbayangkan di pikiran Kia sekarang. 'Ceklek' Pandangan Kia tertuju pada pintu kamar yang terbuka dan Tayson berdiri dengan telanjang d**a. "Kamu mau ngapain disini? Tempat tidur kamu sudah ada spreinya kok." Terheran melihat Tayson berjalan mendekat lalu merangkak diatas ranjang sambil menyeringai. "Tidur. Aku mau tidur sama pacarku." "Mati aku!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD